Pakistan boleh jadi merupakan negara yang memiliki jejak sejarah kudeta paling mengerikan di dunia. Bagaimana tidak? Tak lama setelah Jenderal Muhammad Zia ul-Haq berhasil mengudeta PM Zulfikar Ali Bhutto pada 1977, dua tahun kemudian mantan presiders ini pun digantung. Kudeta sendiri seolah telah menjadi tradisi di negeri ini. Tapi hukuman mati yang diberikan kepada Ali Bhutto pada 1979 tercatat sebagai akhir yang paling menyesakkan dunia.
Hukuman mati dijatuhkan karena Bhutto dianggap bertanggung-jawab dalam pembunuhan terhadap ayah dari seorang politisi bernama Ahmed Raza Kasuari. Zia ul-Haq bergerning meski masyarakat internasional amat mengecamnya. Secara terpisah, is mengatakan, kudeta dilakukan karena Bhutto telah menjerumuskan Pakistan ke dalam krisis politik dan ekonomi yang tidak menentu.
Benazir Bhutto
Awalnya, Ali Bhutto begitu disukai rakyatnya. Di tangannya, Pakistan berhasil tumbuh menjadi negara industri. Lulusan pendidikan tinggi bidang politik dari perguruan bergengsi di AS dan Inggris ini juga dianggap mampu mengantar negeri ini ke arah Pakistan Baru. Rakyat Pakistan mulai menjauhi dirinya terutama setelah mengetahui bahwa Bhutto melakukan korupsi yang besar-besaran.
Saat mengudeta, yakni pada 5 Juli 1977, Zia ul-Haq sendiri belum genap setahun menjadi Kepala Staf Angkatan Darat Pakistan. Ia melakukannya dalam operasi bertajuk Fairplay, tidak menimbulkan korban, dan tergolong kudeta tak berdarah (bloodless coup). Kudeta terbilang fenomenal karena Ali Bhutto bukanlah orang sembarangan. Ia adalah pendiri Partai Rakyat Pakistan, partai terbesar di Pakistan. Ali Bhutto juga pernah menjabat Menteri Luar Negeri di era Presiden Ayub Khan, serta menjabat Presiden Pakistan (19711973). Ia adalah politisi termuda di Pakistan dan menjadi penasihat Presiden Ayub Khan dalam Perang India-Pakistan (1965).
Zia ul-Haq selanjutnya mengambil alih kendali pemerintahan dan memberlakukan hokum keadaan darurat martial law). Ia berjanji akan segera menyelenggarakan pemilu dan menyerahkan kepemimpinan kepada kelompok sipil. Namun, janji itu diingkarinya. Ia menunda pemilu dengan alasan masih diperlukan waktu lama untuk membersihkan Para “politisi busuk”. fadilah Zia ul-Haq Penguasa Administrator Martial Law.
Istri Ali Bhutto, Nasrat Bhutto sempat protes atas kudeta yang dilakukan Zia ulHaq. Namun Pengadilan Tertinggi Pakistan mengeluarkan semacam keputusan insidensial yang menyatakan tindakan Zia ul-Haq benar karena dilakukan demi memecahkan krisis politik yang pelik. Aturan tersebut disebut “Doktrin karena Kebutuhan” atau Doctrine of Necessity.
Tewas dalam kecelakaan
Dengan sistem pemerintahan semipresidensial, Pakistan memiliki dua pemimpin. Perdana Menteri akan memimpin parlemen, sedang presiden akan memimpin negara dan menjadi Panglima AB. Nah, walau telah menggulingkan Perdana Menteri Ali Bhutto, Zia ul-Haq tidak Berta merta mengudeta Presiden Fazal Ilahi Chaudhry. Namun demikian, mungkin karena tak tahan, Chaundhry toh melepas jabatannya juga. Alhasil, pads 16 September 1978 Zia ul-Haq merangkap sekaligus jabatan sebagai Presiden Pakistan. Dari situlah, ia kemudian menciptakan aturan-aturan barn yang intinya memberikan kewenangan bagi dirinya sebagai penguasa negeri. Kekuasaan rupanya amat menutup mats. Zia ul-Haq selanjutnya memerintah dengan keras. Ia pun dikenal sebagai pemimpin yang nyaris tanpa ampunan. Hal ini ia tunjukkan manakala mantan Presiden Ali Bhutto dijatuhi hukuman gantung oleh Pengadilan Tertinggi.
Zia ul-Haq memerintah Pakistan dari tahun 1978-1988. Ia membubarkan perlemen dan menggantinya dengan Majlisi-Shoora tahun 1980. Dewan penasihat presiden dengan anggota berjumlah 284 orang ini terdiri dari para intelektual, ulama, jurnalist, ekonom, profesor dan lainnya. Pembentukan Majlis-i-Shoora oleh Zia ul-Haq kala itu dinilai rakyat Pakistan sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Menjadi tidak biasa karena semua anggotanya adalah yang pro kepada Zia ulHaq. Artinya, bahwa di dewan itu tidak akan pernah terjadi diskusi yang menentang semua gerak langkah Zia ul-Haq. Masih di tahun 1980, Zia ul-Haq mulai mendekati rakyat dengan janjinya dulu untuk menyelenggarakan Pemilu. Namun sebenarnya, langkah ini dijadikannya sebagai pengikat hati bahwa ia akan menepati janji. Yang sebenarnya terjadi, seperti disebut dalam portal story of pakistan, ia sedang mengamankan posisi untuk pemilihan lima tahun berikutnya. Zia ul-Haq mulai membangun image building bahwa tindakannya dulu mengudeta Ali Bhutto adalah tindakan heroik untuk menyelamatkan negara. Selain itu !a juga terus menggembar-gemborkan platform menjadikan Pakistan sebagai negara Islam.
Tahun 1984 referendum dilaksanakan di Pakistan. Intinya adalah, apakah rakyat masih akan memberikan kepercayaan kepada Presiden Zia ul-Haq untuk meneruskan kepemimpinan atau tidak. Ternyata, sesuai dengan harapannya, 95 persen pemilih di referendum masih menginginkan dirinya berkuasa. Muhammad Zia ul-Haq pun melenggang kangkung ke tampuk kekekuasaan untuk mass kedua kali. Tapi, spa yang menjadi rencana manusia, rupanya tidak selamanya sama dengan kenyataan. Pads tanggal 17 Agustus 1988, Presiden Muhammad Zia ul-Haq tewas dalam kecelakaan pesawat C-130 Hercules yang dinaikinya. Ia tewas bersama para pejabat, politisi, dan petinggi dari kalangan militer yang mendukungnya. Turut tewas dalam kecelakaan dekat Bhawalpur itu adalah Duta Besar Amerika Serikat untuk Pakistan. Kecelakaan terjadi ketika pesawat Hercules yang membawa Zia ul-Haq dan rombongan jatuh sesaat setelah mengudara.
Kembalinya dinasti Bhutto
Telah disebut di atas, semasa pemerintahan Presiden Zia ul-Haq berkuasa, tidak ads partai yang bisa hidup di Pakistan. Ini karena tindakan represif Zia ul-Haq yang melarang aktivitas partai maupun media yang memojokannya~. Begitu pula dengan yang dialami oleh Partai Rakyat Pakista (PPP) yang didirikan mantan Presiden Ali Bhutto. PPP ibarat mati suri. Benazir Bhutto, putri tertua Ali Bhutto, juga tak leluasa meneruskan kehidupan PPP di Pakistan. Meski demikian, ia terus memompa semangat partai dari luar Pakistan usai dalam pengasingan di Inggris selulus kuliah Ilmu politik. Begitu Zia ul-Haq tewas, maka hidup kembalilah partai-partai politik di Pakistan dari tidurnya selama 10 tahun. Benazir Bhutto datang sebagai cendekiawan muds, perempuan, berotak cemerlang, dan
Telah disebut di atas, semasa pemerintahan Presiden Zia ul-Haq berkuasa, tidak ads partai yang bisa hidup di Pakistan. Ini karena tindakan represif Zia ul-Haq yang melarang aktivitas partai maupun media yang memojokannya~. Begitu pula dengan yang dialami oleh Partai Rakyat Pakista (PPP) yang didirikan mantan Presiden Ali Bhutto. PPP ibarat mati suri. Benazir Bhutto, putri tertua Ali Bhutto, juga tak leluasa meneruskan kehidupan PPP di Pakistan. Meski demikian, ia terus memompa semangat partai dari luar Pakistan usai dalam pengasingan di Inggris selulus kuliah Ilmu politik. Begitu Zia ul-Haq tewas, maka hidup kembalilah partai-partai politik di Pakistan dari tidurnya selama 10 tahun. Benazir Bhutto datang sebagai cendekiawan muds, perempuan, berotak cemerlang, dan
ngeluarkannya dari penjara asal ia meninggalkan gelanggang politik, sekaligus meninggalkan Pakistan. Usai turun dari jabatan, Benazir Bhutto dan Zardari dikabarkan terbang ke Dubai dan menetap di sana bersama ibunya yang mulai sakit-sakitan.
Kudeta Musharraf
Di Pakistan, naik turun di singgasana pemerintahan seperti sudah menjadi hal yang lumrah dan kerap terjadi. Tidak terkecuali orang yang telah menduduki jabatan perdana menteri, kemudian terjungkal, lalu naik lagi ke tampuk pemerintahan, lalu terjungkal lagi. Dalam uraian di atas sudah dijelaskan kiprah Benazir Bhutto yang naik dua kali ke pemerintahan Berta terjungkal dua kali pula. Begitu pula yang terjadi pada mantan PM Nawaz Sharif. Ia terpilih kembali menjadi PM tahun 1997, namun harus terjungkal akibat kudeta yang dilakukan oleh Jenderal Pervez Musharraf dua tahun berikutnya. Pemerintahan Nawaz Sharif kesohor pada tahun 1998 ketika Pakistan melakukan uji senjata nuklir sebagai respon uji coba senjata serupa yang dilakukan negara seterunya, India. Namun, kepopuleran Sharif tidak bertahan lama dan tamat ketika ia dikudeta oleh kelompok militer pimpinan mantan Kepala Staf AD Jenderal Pervez Musharraf.
Di Pakistan, naik turun di singgasana pemerintahan seperti sudah menjadi hal yang lumrah dan kerap terjadi. Tidak terkecuali orang yang telah menduduki jabatan perdana menteri, kemudian terjungkal, lalu naik lagi ke tampuk pemerintahan, lalu terjungkal lagi. Dalam uraian di atas sudah dijelaskan kiprah Benazir Bhutto yang naik dua kali ke pemerintahan Berta terjungkal dua kali pula. Begitu pula yang terjadi pada mantan PM Nawaz Sharif. Ia terpilih kembali menjadi PM tahun 1997, namun harus terjungkal akibat kudeta yang dilakukan oleh Jenderal Pervez Musharraf dua tahun berikutnya. Pemerintahan Nawaz Sharif kesohor pada tahun 1998 ketika Pakistan melakukan uji senjata nuklir sebagai respon uji coba senjata serupa yang dilakukan negara seterunya, India. Namun, kepopuleran Sharif tidak bertahan lama dan tamat ketika ia dikudeta oleh kelompok militer pimpinan mantan Kepala Staf AD Jenderal Pervez Musharraf.
Awalnya, Sharif begitu memercayai kelompok militer untuk mengamankan pemerintahan dari rongrongan lawanlawan politiknya. Presiden Farooq Leghari dan Ketua Mahkamah Agung Sajjad Ali Shah dipaksa mundur. Menyikapi pertentangan sipil (pendukung Presiden Farooq) yang makin pelik dengan kelompok militer, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Jengahir Karamat mengusulkan kepada Sharif agar dibentuk Dewan Keamanan Nasional sebagai forum interaksi sipilmiliter. Namun, alih-alih menyetujui, Sharif malah memecat Karamat. Sebagai gantinya, diangkatlah Jenderal Pervez Musharraf. Akan tetapi, perhitungan Sharif kali ini meleset. Naiknya Musharraf mepjadi KSAD malah ibarat senjata makan tuan. Persoalan makin meruncing dan Sharif makin merasa tidak nyaman. Alhasil, Musharraf pun dipecatnya. Pemecatan oleh Sharif ditentang para jenderal Angkatan Darat. Seolah mendapat angin, Musharraf pun sekalian meneguhkan niat untuk mengudeta pemerintahan Nawaz Sharif.
Nawaz Sharif sempat punya “kesempatan emas” untuk menghabisi Musharraf dengan cara-cara yang tak lazim. Kala itu pesawat yang ditumpangi Musharraf dilarang mendarat di Bandara Karachi. Diberitakan, Musharraf hendak kembali ke Pakistan setelah berdiam di luar negeri. pesawat berputar-putar di atas Karachi untuk mendapatkan izin mendarat. Namun, Sharif tetap memerintahkan penolakan pendaratan.
pada saat itulah jenderal-jenderal pendukung Musharraf segera menyingkirkan kekuasaan Sharif dan pesawat Musharraf berhasil mendarat ketika bahan bakarnya terisa tinggal beberapa menit lagi. Musharraf segera menguasai bandara. Dan sesaat setelah itu ia telah diangkat menjadi penguasa secara de facto di Pakistan. Kudeta tidak berdarah itu dilakukan para pendukung Musharraf pada 12 Oktober 1999.
Sharif dikenai tahanan rumah dan akhirnya diasingkan ke luar negeri. Sementara presiders berkuasa saat itu, Muhammad Rafiq Tarar, akhirnya dipaksa mengundurkan diri pada 20 juni 2001. Sejak saat itu pula Pervez Musharraf merangkap jabatan sebagai Presiden Pakistan.
Sharif dikenai tahanan rumah dan akhirnya diasingkan ke luar negeri. Sementara presiders berkuasa saat itu, Muhammad Rafiq Tarar, akhirnya dipaksa mengundurkan diri pada 20 juni 2001. Sejak saat itu pula Pervez Musharraf merangkap jabatan sebagai Presiden Pakistan.
Untuk meligitimasi kekuasaannya, Mahkamah Agung merekomendasikan agar Musharraf melakukan pemilu selambat-lambatnya tahun 2002. Musharraf segera membentuk partai baru yakni PML-Q. Dan dengan segala carapartai ini berhasil memperoleh kursi terbanyak. pemerintahan Pervez Musharraf pun dilegitimasi hingga berakhir pada Oktober 2007.
Saat ini Musharraf menjadi orang nomor satu di Pakistan dengan kekuasaan yang luar biasa. Tetapi, lagi-lagi, sanggupkah ia bertahan dan berhasil mengamankan posisinya? Tak pernah ada kata pasti di negara bernama Pakistan. Selama kudeta dan alih kekuasaan dengan cara-cara non-demokrasi dimungkinkan, pergantian kepemimpinan akan terns berlangsung pada waktu-waktu yang tak pernah bisa diduga.
Saat ini Musharraf menjadi orang nomor satu di Pakistan dengan kekuasaan yang luar biasa. Tetapi, lagi-lagi, sanggupkah ia bertahan dan berhasil mengamankan posisinya? Tak pernah ada kata pasti di negara bernama Pakistan. Selama kudeta dan alih kekuasaan dengan cara-cara non-demokrasi dimungkinkan, pergantian kepemimpinan akan terns berlangsung pada waktu-waktu yang tak pernah bisa diduga.
0 komentar:
Posting Komentar