tag:blogger.com,1999:blog-62959890009511496422024-03-12T16:51:53.639-07:00INDONESIA DAN DUNIAhary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.comBlogger153125tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-2281765963059501902012-02-29T14:25:00.000-08:002012-02-29T14:25:43.624-08:00Geopolitik dan Politik Luar Negeri Turki<span class="Apple-style-span" style="background-color: white; font-family: 'helvetica neue', helvetica, arial, freesans, 'liberation sans', 'numbus sans l', sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19px;">Jika terlontar pertanyaan mengenai negara mana di dunia yang memiliki keunikan secara geopolitik dan sosial budaya, rasanya Turki salah satu jawabannya. Negara yang berlokasi di dua benua sekaligus, Asia dan Eropa, memiliki budaya yang blasteran – perpaduan Eropa dan Asia (Timur Tengah), serta berpenduduk berperawakan unik yang juga blasteran – wajah Asia (Timur Tengah) dan kulit Eropa. Keunikan kondisi geografis dan demografis yang dimiliki Turki boleh jadi merupakan anugerah Tuhan, namun jika Turki berhasil memainkan politik regionalnya, maka itu bukan semata anugerah Tuhan, melainkan juga usaha keras bangsanya.<br />
<br />
Sebagai negara yang memiliki stabilitas demokrasi yang telah mapan dan ditunjang dengan stabilitas ekonomi yang memadai, menjadikan Turki sebagai negara liberalis baru dalam pendekatan teori hubungan internasional. Promosi demokrasi Erdo?an yang berhasil memadukan Islam, demokrasi, modernisasi sekaligus sekularisme kepada Mesir, Suriah dan beberapa negara Afrika Utara, memposisikan politik luar negeri Turki semakin strategis, bukan hanya di mata negara kawasan Timur Tengah, tapi juga negara-negara barat.<br />
<br />
Sejarah telah mencatat bahwa Turki merupakan salah satu scenario maker bagi gerakan perubahan di sejumlah negara Timur Tengah. Runtuhnya rezim Khadafi boleh diklaim sebagai salah satu prestasi Turki yang notabenenya menjadi pimpinan operasi gabungan NATO di Libya. Pascalengsernya Hosni Mubarrak dari tampuk kekuasaan, telah memberikan peluang yang sangat besar bagi Turki untuk menempati posisi penting di Timur Tengah sebagai agresor politik baru menggantikan Mesir.<br />
<br />
Di tengah hiruk pikuknya usaha negara-negara Barat yang berambisi menguasai kawasan Timur Tengah demi minyak bumi yang dikandungnya, Turki datang sebagai idola baru di kawasan tersebut. Melalui operasi gabungan NATO 2011 lalu, Turki berhasil menanam investasi politiknya di kawasan itu. Turki menjajal peruntungan untuk melaksanakan politik luar negerinya, yakni berambisi menjadi bagian dari Uni Eropa, sekaligus menjadi agresor di Timur Tengah. Upaya Turki untuk mencapai ekspektasinya itu, bukan sebatas wacana hampa semata.<br />
<br />
Spirit mengembalikan masa kejayaan Osmani (Ottoman) memotivasi Turki memainkan manuver politik luar negerinya. Hasrat kuat Turki untuk menjadi bagian dari Uni Eropa didorong oleh keinginan yang kuat untuk mensejajarkan diri dengan negara-negara Uni Eropa yang mayoritas berkategori maju dapat dijadikan alasan mengapa spirit romantisme sejarah dijadikan agenda perjuangan politiknya. Turki memang memiliki prestasi yang luar biasa dalam melakukan pembenahan internal. Salah satu buktinya adalah berhasil menjadi negara yang tidak mengalami dampak dari krisis Eropa.<br />
<br />
Meskipun spirit yang sangat kuat serta upaya keras telah dilakukan oleh Turki untuk mensejajarkan diri dengan negara-negara Uni Eropa, pengesahan Turki sebagai bagian dari Uni Eropa belum juga terlaksana. Sejumlah negara anggota Uni Eropa masih meragukan Turki mampu berbenah untuk mensejajarkan diri. Faktor perbedaan budaya dan agama samar-samar terdengar menjadi penyebabnya. Kendati Turki telah masuk sebagai anggota European Court of Human Rights (ECHR) dan mengantongi dukungan penuh dari rakyatnya untuk bergabung dengan Uni Eropa – hasil survei Harian Zaman (2011) – namun, ketuk palu tak kunjung dilakukan. Meski begitu, tidak membuat Turki menjadi negara ‘pengemis’. Turki masih berani menentukan sikap mengancam akan membekukan kerjasama apapun dengan Uni Eropa apabila Siprus – negara sengketa Turki dan Yunani – dinobatkan menjadi negara pemimpin Uni Eropa pada Juni 2012 ini.<br />
<br />
Dalam beberapa dekade terakhir, nama Turki memang kerap digadang sebagai negara modern di kawasannya. Manuver politik Turki terbilang cukup pesat seiring dengan perubahan dan pembenahan internalnya. Kemampuan Turki untuk melakukan upaya-upaya membangun hubungan diplomatispun tak ayal memperoleh respons baik, bukan hanya dari negara-negara sekawasan saja, melainkan juga dari negara-negara Barat seperti Amerika. Bukti konkret terjalinnya keharmonisan hubungan Amerika-Turki, Barack Obama menjadikan Turki sebagai negara Islam pertama yang dikunjungi setelah pelantikannya menjadi Presiden dan satu-satunya negara euro-asia yang dicantumkan secara khusus dalam kampanye Obama tahun 2007 dalam promosi kebijakan politik luar negeri [www.barackobama.com]. Amerika-Turki juga menjalin kerjasama di bidang pertahanan dan keamanan, di antaranya melakukan operasi bersama dalam misi pemberantasan terorisme dan PKK di wilayah Turki bagian Timur. Sekali lagi, meskipun hubungan Amerika-Turki sudah sangat baik, tidak berarti bahwa Turki mudah didikte oleh siapapun. Penolakan keras Turki untuk mengharmonisasi hubungannya dengan Israel tetap dilakukan menyusul penyerangan kapal Mavi Marmara dalam misi kemanusiaannya ke Palestina pertengahan 2010 yang menyebabkan 9 orang tewas. Sikap tegas Turki bahkan hingga melakukan pengusiran terhadap Duta Besar Israel di Turki dan memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Israel, termasuk menolak segala bentuk bantuan Israel bagi korban bencana gempa di Van. <br />
<br />
Agresifitas politik luar negeri Turki tidak hanya berhenti pada agenda bergabung dalam Uni Eropa. Turki melakukan kerja politik lainnya guna melakukan balance of power. Turki melakukan upaya memperbaiki hubungan dengan Iran yang sempat memanas lantaran melayangkan protes terhadap perkembangan nuklir Iran yang diduga berdampak besar terhadap situasi geopolitik Timur Tengah. Belakangan, hubungan Turki-Iran berangsur membaik pasca-pernyataan resmi menteri luar negeri Ahmet Davuto?lu yang berjanji untuk tidak lagi mengintervensi program nuklir Iran. Di sisi lain, Turki memiliki prakarsa untuk menjadi aktor baru dalam perdamaian Palestina. Erdo?an mengindikasikannya melalui pernyataannya: “pengakuan Palestina sebagai sebuah Negara merdeka adalah satu-satunya solusi. Ini bukan pilihan tapi kewajiban. Mari kita semua sesegera mungkin bersama-sama mengibarkan bendera Palestina….Kita kibarkan bendera Palestina di Timur Tengah, agar ia menjadi simbol perdamaian dan keadilan.” Sikap Turki membuat Ismail Haniya – Perdana Menteri Otoritas Nasional Palestina – untuk terus menjaga hubungan baik dengan Turki. Dijadikannya Turki sebagai negara pertama yang dikunjungi pada awal Januari tahun 2012 ini.<br />
<br />
Agresifitas politik luar negeri tidak hanya dijalankan oleh negara (state actor), lebih dari itu organisasi sosial dan pendidikan menjalankan kerja politik luar negeri yang tak kalah handalnya dengan negara (non state actor). Agregasi yayasan pendidikan Turki membawa masuk pelajar dari kawasan Afrika Utara, Afrika Tengah, Afrika Selatan, Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara ke Turki dapat dibaca sebagai wujud investasi politik luar negeri Turki di masa depan. Gerakan Fethullah Gülen (Gerakan memadukan model modernitas keIslaman dan toleransi keberagaman dengan diilhami oleh ideologi Hizmet-pelayanan umat yang dibungkus dengan fedakarl?k-pengorbanan) berhasil mendirikan sekolah Turki di hampir 130 negara terbaca linier dengan politik luar negeri Turki. Bukan hanya itu, pemberian bantuan sosial kepada negara bagian Afrika dan Asia yang terkena bencana alam dan konflik sosial seperti di Somalia, Nigeria, Uganda, Rwanda, Pakistan, Bangladesh, Indonesia telah menjadi hal yang kerap terdengar dalam agenda-agenda kerja yayasan sosial di Turki.<br />
<br />
Kepiawaian Turki memainkan politik luar negeri tidak terlepas dari ‘para aktor politik’-nya. Turki berhasil mengkombinasikan state actor dan non-state actor dalam melancarkan strategi politik luar negerinya. Akselerasi politik luar negeri Turki tersebut bisa jadi merupakan bentuk mewujudkan spirit imperium politik Turki Usmani Baru.<br />
<br />
<strong>M Syauqillah<br />
Penulis adalah Ketua Majelis Permusyawaratan Anggota Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Istanbul dan Mahasiswa Program Doktoral Jurusan Ilmu Politik Institute Ilmu Sosial Universitas Marmara, Istanbul, Turki</strong></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="background-color: white; font-family: 'helvetica neue', helvetica, arial, freesans, 'liberation sans', 'numbus sans l', sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19px;"><strong>sumber <a href="http://news.okezone.com/read/2012/02/29/58/584526/geopolitik-dan-politik-luar-negeri-turki">disini</a></strong></span>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-90539951821350183912012-01-01T14:20:00.000-08:002012-01-01T14:20:34.909-08:00KEBANGKITAN CHINA MENURUT REALIS<table align="center" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><tbody>
<tr><td class="titlenews" colspan="2" height="2"><span style="font-size: small;"><br />
</span></td></tr>
<tr><td class="body"><span style="font-size: small;"><br />
</span></td><td class="body"><span style="color: grey; font-size: small;"><strong></strong></span><span style="font-size: small;"><br />
</span></td></tr>
<tr><td class="body"><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Di dalam benak saya, tidak terlintas ada kata-kata kebangkitan China. Tetapi, internet dan media mendogma bahwa China memang sedang bangkit. Kenapa harus bangkit? Bangkit dari apa? Bagi saya, China tetap sebuah imperium hasil unifikasi suku-suku di wilayah China sekarang yang dapat kita lihat dalam film Three Kingdom atau komik No Man’s Land. Tulisan ini berupaya untuk memaparkan bagaimana pandangan realis tentang kebangkitan China.</span></span></div></td></tr>
<tr><td class="body"><span style="font-size: small;"><br />
</span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span><strong>Mitos Ambruknya China</strong></span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Mungkin, film The Last Emperor mewakili gambaran nyata berakhirnya imperium China. Kaisar China [yang dianggap terakhir menurut film itu] yang masih kecil, akhirnya diisolasi di sebuah istana dan tetap diperlakukan selayaknya kaisar tanpa harus tahu apa yang terjadi di luar istana: China telah berubah menjadi Negara baru, yakni Republik Rakyat China. Berakhirnya imperium adalah tanda jatuhnya China. Inilah mitos pertama. Kenapa? Metamorphosis ulat ke kupu-kupu tidaklah membuat kupu-kupu itu mati meski ia begitu payah menjalaninya. Perubahan system pemerintahan di China tidak bisa serta merta menganggap China jatuh. Itu hanya persepsi.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Dengan runtuhnya Tembok Berlin, dengan bersatunya kembali Jerman Barat dan Jerman Timur, dengan takluknya Lenin dan Stallin serta bubarnya Uni Covyet, menandai kalahnya komunisme di seluruh dunia. Negara-negara aliansi blok Timur itu kalah semuanya oleh Negara-negara blok Barat. Karena China adalah Negara komunis dan partner-partner sudah kalah, maka China pun sudah kalah oleh AS dan sekutunya. Ini mitos kedua. Kenapa? Karena meski demokrasi digulirkan dimana-mana, China tetap Negara komunis hingga saat ini.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Bagaimana dengan bencana kelaparan yang melanda China? Tidakkah ini menunjukkan jatuhnya China? Pada tahun 1959-1961 terjadi bencana kelaparan. Sekitar 30 juta warga Cina diperkirakan meninggal. Ketika itu, Mao sedang merencanakan revolusi industri besar-besaran dengan apa yang disebut Loncatan Besar ke Depan. Semua sektor dikelola secara kolektif dan diatur dengan ketat. Karena rencana pertanian yang salah, akibatnya terjadi bencana kelaparan besar. Swadaya yang diinginkan Mao telah membunuh rakyatnya sendiri. Tapi dengan hal itu, para pemimpin China mempunyai pengalaman berharga untuk tetap bertahan dan bangkit mengatasi kesulitan-kesulitan yang terjadi.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span><strong>Persepsi Orang China tentang Kebangkitan China</strong></span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Kebangkitan China, khususnya kebijakan luar negri, dimotori oleh para ‘think tanks’ yang terdiri dari para spesialis, para akademika, pensiunan diplomat dan komentator media. Mereka berasal dari lembaga-lembaga seperti Chinese Academy of Social Sciences, Development Research Center of the State Council, Chinese Academy of Sciences, Academy of Military Sciences, China Institute of International Studies, China Institute of Contemporary International Relations, China National Committee for Pacific Economic Cooperation, China Association for Science and Technology, China Institute for International Strategic Studies, dan Shanghai Institute for International Studies. Mereka mempengaruhi persepsi orang-orang China meliputi isyu-isyu seperti mimpi China menjadi great power, persepsi tentang ‘China Threat Theory’, persepsi tentang ke-China-an dan pandangan tentang masa depan dunia. Pendekatan yang mereka pakai adalah ‘pluralistic elites’, yakni meski keputusan tetap berada di tangan para elit, namun tidak ada satupun konsensus yang dibangun oleh para pemimpin tanpa mengkonsultasikan terlebih dahulu dengan departemen pemerintahan dan para think tank.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Keinginan untuk menjadi great power bagi orang China tidak bisa lepas dari sejarah besar bangsa ini sebagai sebuah imperium yang berkuasa lebih dari 5000 tahun. Rasa bangga ini bisa menjadi dasar nasionalisme dan kunci pendorong orang-orang China dalam rangka meraih kembali status great power. Anggapan China sebagai great power muncul sekitar tahun 1940an ketika Amerika Serikat berupaya melakukan counterbalance [penyeimbang tandingan] terhadap Jepang dan Rusia . Hal ini dimotivasi juga dengan keinginan mengejar zonghe guoli (comprehensive national power) yang terdiri dari empat kategorisasi, yaitu (i) basic power (populasi, sumber daya alam, dan kesatuan nasional), (ii) economic power (kekuatan industry, agrikultur, ilmu pengetahuan dan teknologi, kekuatan keuangan, dan perdagangan), (iii) national defense power (sumber daya strategi, teknologi, kekuatan militer, dan nuklir), dan (iv) diplomatic power (kebijakan luar negeri, sikap terhadap urusan internasional, bantuan luar negeri, dan sebagainya). Sebagai langkah awal, pada saat ini China lebih memperkuat aspek ekonomi guna menyokong dimensi militer dalam konsep keamanan nasionalnya. Misalnya, pada bulan November 2000 China dan ASEAN memulai negosiasi tentang Free Trade Agrement. Kemudian, setelah krisis 1997, China menggeser ASEAN sebagai Negara yang mempunyai prospek cerah dalam masalah investasi asing langsung di Asia.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Prospek cerahnya China ini malah menimbulkan kekhawatiran. Para analis mengabadikannya dalam sebuah teori, yakni “China Threat Theory” yang memunculkan varian seperti “China economic threat,” “China grain threat,” “China environment threat,” “China military threat,” “China civilization threat,” “China energy threat,” “China diplomacy threat,” dan “China model threat.”. Teori ini memicu munculnya reaksi Anti-China, terutama dari Negara-negara Barat, Jepang, bahkan Asia. Teori ini mendasar pada persepsi tentang identitas ke-China-an, bahwa orang China itu bisa dibedakan dengan non-China. Dimana pun ia berada, ia tetap China. Persepsi ini menimbulkan reaksi ancaman laten terhadap China dari non-China.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Dalam pandangan orang China, kebangkitan China merupakan hasil dari Zhenxing Zhonghua yang dimulai oleh Sun Yatsen, penegak China modern. China menginginkan status kejayaan yang pernah hilang. Para pendiri China modern itu melihat perekonomian China terlalu lemah untuk mendukung status superpower. Karena itulah mengapa perekonomian China harus dibangun dengan kuat untuk mengembalikan kejayaan.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Namun semangat Anti-China bisa menjadi penghambat besar dan dirasa perlu untuk meng-counter hal itu. Salah satunya dengan mengembangkan kerjasama keamanan internasional. Melalui kerjasama diharapkan persepsi tentang ‘China Threat’ menurun di kalangan pemerintah Negara lain yang nantinya disampaikan secara halus oleh pemerintah tersebut kepada rakyatnya. Contohnya, baru-baru ini China dan Rusia mengembangkan kerjasama bilateral yang cukup intens.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Rusia dan Cina hendak meningkatkan kerja sama di sektor energi, explorasi kekayaan bumi dan perluasan infrastruktur. Pada hari Senin, tanggal 12 Oktober 2009, Perdana Menteri Rusia, Vladimir Putin tiba di Beijing untuk menandatangani sederetan perjanjian ekonomi. Sekitar seratus wakil perusahaan mendampingi Putin dalam lawatan selama tiga hari di Beijing. Berbagai perjanjian senilai lebih dari 3,5 milyar Dolar telah dipersiapkan, seperti untuk sektor perbankan, bangunan, transportasi, infrastruktur, dan terutama lagi sektor energi.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Secara resmi, Moskow dan Beijing terjalin dalam hubungan kemitraan strategis. Kunjungan timbal balik para presiden dan perdana menteri sudah biasa. Salah satu lawatan pertama ke luar negeri dari Presiden Rusia Medvedev setelah memangku jabatannya bulan Mei tahun 2008 lalu, dilakukannya ke Cina. Ketika itu Medvedev mengatakan: “Sektor energi kami akan terus berkembang. Yang diprioritaskan adalah teknologi canggih seperti energi atom, penerbangan ruang angkasa, teknologi nano dan informatika.”</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Sengketa ideologi di tahun 60-an dan 70-an sudah dilupakan. Dalam berbagai masalah politik dunia Moskow dan Beijing sering sejalan. Misalnya dalam soal Iran, kedua negara mengritik Amerika Serikat di bawah Presiden Bush. Selain itu mereka juga menuntut perluasan cadangan devisa dengan Yuan dan Rubel. Volume perdagangan antara Rusia dan Cina meningkat dari 10 milyar menjadi sekitar 50 milyar Dolar sejak tahun 2002. Lebih dari 50 persen pemasukan Rusia diperoleh dari ekspor minyak. Rusia menyayangkan bahwa ekspor mesin dan peralatan masih sangat sedikit. Bulan Juli lalu perusahaan negara Rusia Rosneft dan perusahaan energi Cina CNPC menjalin kerjasama untuk 20 tahun ke depan. Rosneft memasok minyak dan Cina memberikan kredit berjumlah milyaran Dolar. Bisnis serupa di sektor gas diperkirakan akan ditandatangani oleh Putin dalam lawatannya ini.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Bulan September lalu, Presiden Rusia Medvedev dan rekannya Hu Jintao sudah menandatangani perjanjian di New York. Perjanjian yang akan berlaku sampai tahun 2018 itu merencanakan, bahwa di daerah dekat perbatasannya, Cina membangun pabrik pengolahan untuk bahan baku Rusia seperti batubara, bijih besi dan logam mulia.<br />
Budaya</span></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Masuknya aspek budaya dalam kajian realism diperkenalkan oleh Samuel Huntington. Dari tujuh peradaban yang disuguhkan Huntington, China merupakan satu peradaban tersendiri. Setiap peradaban mempunyai karakteristik dan potensinya sendiri. China diperhitungkan sebagai peradaban sendiri, selain aspek sejarah, juga karena ketersebaran orang China di dunia dengan tetap memiliki rasa ke-China-annya. Ketersebaran ini bisa memudahkan kebangkitan China secara lembut (unsur soft power).</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Guna mendukung bangkitnya China dengan cara yang lembut sehingga tidak ada Negara atau bangsa yang merasa terancam karenanya, penulis melihat China telah melakukan beberapa propaganda. Pentingnya propaganda budaya terlihat dari pernyataan Li Changchun , anggota politbiro yang mengurusi propaganda. Ia mengatakan bahwa bangsa-bangsa dengan kemampuan komunikasi terkuat menyebarluaskan budaya dan nilai-nilainya ke seluruh dunia dan dengan begitu mempengaruhi dunia.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Sampai tahun 2011, Beijing menghabiskan sekitar lima miliar Euro untuk pengembangan media luar negerinya. Sebagian besar dikucurkan untuk stasiun televisi berbahasa Inggris di bawah Kantor Berita Xinhua, “Global Times” yang mengudara sejak April lalu.<br />
</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Bertahun-tahun sebelumnya, Beijing sudah berinvestasi besar-besaran dalam pengembangan institut budaya Cina. Institut Konfusius pertama dibuka di Seoul, tahun 2004. Sekarang jumlahnya mencapai 300 buah, tersebar di seluruh dunia. Di Jerman saja ada 8 buah. Program intinya, kursus bahasa Cina. Menurut Anja Warnecke-Bi, memimpin institut Konfusius di Frankfurt, peran ekonomi Cina di dunia semakin besar, dan Beijing tidak ingin Cina dilihat sebagai ancaman. Lewat Institut Konfusius diharapkan orang-orang bisa mengenal Cina dan budayanya dengan lebih baik. Karena rasa takut sering muncul pada hal yang tidak kita kenal atau ketahui. Dan ketidaktahuan itulah yang ingin dihapuskan.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Olimpiade Beijing 2008 merupakan propaganda budaya yang tepat dalam menaikkan image China. Para atlit, para elit Negara dari berbagai Negara langsung datang ke China dan dapat menangkap gambaran langsung tentang China. Tentunya, peran wartawan dan media massa tidak kurang penting. China terbuka untuk dunia.<br />
Keamanan<br />
<br />
Keamanan masih menjadi unsur kajian penting dalam hubungan internasional. Dengan nuansa yang lebih saintifik, Kenneth Waltz berpendapat bahwa ternyata, dalam kondisi yang anarki, kerjasama internasional tetap terjadi. Namun, kerjasama ini berdiri di atas permasalahan system internasional yang sangat prinsipil yakni ‘who gains more, who gains less?’ dan ‘who gains, who losses?’.<br />
</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Kalah menang ini ditentukan oleh power yang esensinya terletak pada militer. Fungsi militer ini sekarang berkembang tidak hanya sekedar untuk mempertahankan kedaulatan, peperangan tapi juga meluas pada masalah pengamanan asset, terutama asset ekonomi. Inilah alasannya, mengapa pada saat damai sekalipun, Negara-negara tetap berupaya untuk memperbesar kekuatan militernya.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Dalam masalah memperbesar power, muncullah konsep security dilemma. Ketika suatu Negara berupaya untuk memperbesar kekuatannya, upaya tersebut bisa membuat resah Negara-negara lain. Maksud negara tersebut mungkin untuk pengamanan internal, seperti menjaga ketertiban dan keamanan di wilayah perbatasan atau penjagaan dari tindakan criminal. Tapi benarkah Negara tersebut hanya bermaksud meningkatkan power internalnya? Siapa yang bisa menjamin dia tidak akan mempergunakan power-nya untuk menyerang Negara lain? Arms races contoh nyata respon Negara atas security dilemma.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Laporan CSIS menunjukkan bagaimana China selalu meningkatkan anggaran militernya. Pertanyaan untuk apa sempat muncul dalam benak penulis. Tapi Laporan CSIS tidak menjawabnya. Anggaran militer China selalu meningkat setiap tahun. Pada tahun 2005 anggarannya paling tinggi dibandingkan Negara-negara asia lainnya (lihat grafik di bawah). Hampir semua Negara Asia meningkatkan anggaran militer dari tahun ke tahun, kecuali Jepang. Begitu pula jika diperbandingkan dengan Negara-negara di dunia. Hampir semuanya meningkatkan anggaran militer, tapi tidak sedrastis China dan Amerika Serikat.<br />
Ekonomi China</span></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Pertumbuhan ekonomi China bermula pada akhir tahun 1970an dengan berlangsungnya reformasi domestic dan ekonomi pedesaan. Pertumbuhan domestic ini semakin pesat ketika perekonomian China terintegrasi ke dalam pasar-pasar regional dan global disertai proses industrialisasi dan urbanisasi. Terintegrasi atau terbukanya pasar China tidak lepas dari peranan Partai Komunis yang menggerakkan unit-unit bisnis untuk mendukung kekuatan politik mereka. Idealisasi komunis terlihat ditinggalkan guna mengejar kepentingan nasional yang lebih besar lagi: Komunis yang sangat Kapitalis. Terbukanya perekonomian China mampu menjadi pionir peredam krisis Asia 2008 kemarin. Menurut penulis, China mampu menjadi hegemon ekonomi Asia dengan factor pendorong dan penghambat yang akan penulis uraikan di bawah ini.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Menurut Louis Kuijs, ekonom senior World Bank, pertumbuhan ekonomi China akan tumbuh 7,2-8,4% tahun 2009 . Pertumbuhan ini dipicu oleh paket stimulus paket stimulus senilai empat triliun yuan (USD586 miliar) yang diluncurkan tahun 2008. Paket ini didukung pengucuran pinjaman perbankan 8,67 triliun yuan pada Januari–September 2009.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span><br />
Namun menurut Dr Arthur Waldron , Guru Besar Hubungan Internasional di University of Pennsylvania, pertumbuhan perekonomian yang cepat menunjukkan tidak sehatnya perekonomian China. Menurutnya, ada tiga masalah dengan perekonomian Cina, yaitu: pertama, Ketergantungan berat pada ekspor: sebanyak 39,7% dari PDB China adalah ekspor asing, hal ini, lebih jauh, akan membuat perekonomian terbesar Cina tergantung pada penjualan luar negeri; kedua, permintaan domestik ekstrem rendah: Laju konsumsi pribadi Cina pada 2007 adalah 35% dibandingkan dengan 70% untuk AS dan 56% untuk Jepang; ketiga, pengeluaran raksasa pemerintah: 55% dari PDB Cina adalah pengeluaran dan investasi pemerintah pada proyek-proyek infrastruktur besar, yaitu membangun jalan, gedung-gedung. Angka ini lebih besar dua kali lipat dari persentase USA (20%). Profesor Waldron mengatakan proyek-proyek besar pemerintah sering tidak menguntungkan. Pemerintah Cina dengan mudah mengambil dan menghapus tabungan rakyat China untuk membangun proyek-proyek besar ini untuk pemuliaan diri .</span></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Menurut Dr Jason Ma, seorang analis kelahiran Cina yang sering muncul di Program Komentar pada New Tang Dynasty Television, mesin yang membuat ekonomi Cina tumbuh pesat adalah jutaan pekerja migran. “Sekitar 80% dari penduduk Cina tinggal di daerah pedesaan – yang disebut sebagai ‘penduduk petani’. Sebagian besar dari mereka hidup di bawah kemiskinan. Mereka haus pekerjaan yang dapat menghasilkan uang dan memberi makan keluarga mereka. Jutaan dari “penduduk petani” ini datang ke kota untuk mencari pekerjaan di bidang konstruksi, pabrik dan sebagai pekerja kasar. “</span></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Ma mengatakan pekerja migran ini adalah angkatan kerja termurah, terbesar dan paling produktif di dunia: mereka sama seperti mesin pekerja non-stop Cina – selain makan 3 kali dan tidur selama beberapa jam, mereka tidak mempunyai kegiatan apapun lagi yang harus dilakukan – mereka tidak mempunyai keluarga dan teman di kota. Selain untuk kebutuhan hidup, mereka tidak menghabiskan uang dan mengkonsumsi kebutuhannya lainnya.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Secara internal, perekonomian China mengalami masalah besar. Pada tahun 2004, 90.000 petani di Provinsi Sichuan menggelar protes, frustrasi dengan kurangnya respons terhadap keluhan mereka atas perampasan tanah mereka untuk Proyek Bendungan. Pemerintah mengirim 10.000 tentara militer untuk memecahkan masalah. Langkah-langkah pengamanan yang tidak jauh berbeda dari orang-orang yang mengalami Pembantaian Tiananmen 20 tahun lalu. Selama beberapa dekade, pemerintah Cina telah berhasil mempertahankan “stabilitas” dan “harmoni” sosial – yang penting bagi Partai untuk menopang pertumbuhan ekonomi Cina.<br />
Penutup</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span>Kebangkitan China hanyalah sebuah mitos jatuh bangunnya sebuah peradaban. Kebangkitan China dipersepsikan oleh Amerika Serikat setelah jatuhnya rival AS, yakni Uni Sovyet atau Jepang yang mampu dikendalikan AS. Kebangkitan China tidak bertumpu pada aspek militer tapi pada aspek sejarah dan identitas ke-China-an. Identitas ini mampu menjadi kunci pendorong kepercayaan rakyat China untuk mewujudkan kembali mimpi menjadi great power karena mereka pernah menjadi suatu imperium besar yang berkuasa lebih dari 5.000 tahun. Langkah awalnya adalah dengan menggenjot sektor perekonomian sebagai fondasi aspek-aspek kebangsaan lainnya. Namun, kebangkitan China menimbulkan reaksi Anti-China. Para think tanks China memandang reaksi ini sebagai hal negatif bagi kemajuan China dan merasa perlu untuk melakukan counter pemahaman. Karenanya, kebangkitan China diupayakan melalui aspek non-militer dengan mengedepankan kerjasama ekonomi, budaya atau kerjasama militer tanpa mengarah pada aliansi atau gerakan militer.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: grey; font-size: small;"><strong>Penulis : Deasy Silvya Sari</strong></span><span style="font-size: small;"><span> </span></span></div></td></tr>
</tbody></table>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-14267208765116114392012-01-01T14:13:00.000-08:002012-01-01T14:13:48.980-08:00KEBUTUHAN FASILITAS KAPAL PENDUKUNG SELAM<b>1. Umum</b> <br />
Dalam rangka meningkatkan kesiapan operasional kapal selam TNI AL baik yang terkait dengan kesiapan material maupun personel, dibutuhkan fasilitas pendukung yang memadai dan memenuhi standar minimal kebutuhan pangkalan induk bagi satuan operasional. Dengan jumlah unsur kapal selam TNI AL yang sangat minim saat ini dan dengan jumlah awak yang telah melebihi DSP, maka merupakan hal yang sulit bagi satuan pengguna untuk mempertahankan kesiapan dan tingkat profesionalisme prajurit dan Alutsista pada kondisi yang prima. Hal ini sedikit banyak akan mempengaruhi kemampuan TNI AL dalam mewujudlkan daya tangkal di kawasan regional, mengingat kapal selam merupakan salah satu Alutsista strategis yang dimiliki oleh TNI AL. Dengan minimnya jam layar yang dimiliki oleh para prajurit pengawak kapal selam dapat berdampak negatif pada <i>skill</i>, kemampuan perorangan, naluri tempur dan rasa percaya diri prajurit dalam mengawaki kapal selam. Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, maka diperlukan berbagai fasilitas yang dapat mewadahi kebutuhan prajurit dan material alutsista dalam mempertahankan kesiapannya baik di bidang material maupun personel. Apabila kesiapan material alutsista didukung dengan tingkat kecakapan para pengawaknya dapat terjaga dengan baik maka hal ini tentu akan memberikan dampak penangkalan yang tinggi dan menjadikan TNI AL lebih disegani baik oleh kawan maupun lawan. <br />
<b> </b><br />
<b>2. Kebutuhan Fasilitas Pendukung Kapal Selam </b> <br />
Pengadaan kapal selam baru sangat perlu dilaksanakan mengingat usia kapal selam 209/1300 yang telah mencapai usia ± 30 tahun guna mendukung kesiapan dan kemampuan tempur Satuan Kapal Selam pada khususnya dan TNI AL pada umumnya. Namun demikian, pengadaan kapal selam baru tanpa dibarengi dengan fasilitas pendukung yang memadai akan berakibat pada tumpulnya kemampuan awak kapal selam itu sendiri. Kesempatan pendidikan kapal selam di negara luar yang bisa dikatakan hampir tidak ada dapat digantikan dengan adanya fasilitas pendukung ini. <br />
Sehingga apabila pada suatu saat kondisi seperti saat ini, dimana unsur kapal selam sangat kurang dan para pengawaknya melebihi DSP, kemampuan awak kapal selam dapat tetap terjaga. Adapun beberapa kebutuhan fasilitas pendukung kapal selam yang juga dimiliki oleh negara lain pengguna kapal selam saat ini antara lain : <br />
<b> </b><br />
<b>a. Fasilitas Latihan Penyelamatan Diri dari Kapal Selam (<i>Escape Training Facility</i>)</b> <br />
Salah satu fasilitas pendukung yang diharapkan ada di pangkalan kapal selam adalah fasilitas <i>escape training</i> yang memenuhi standar internasional, berupa: <br />
1) Kolam renang, digunakan untuk <i>warming up</i> sebelum masuk ke diving tank. <br />
2) Diving tank yang diharapkan mempunyai kedalaman 30 m yang dibagi atas 3 bagian, dengan rincian sebagai berikut : <br />
(a) 10 m pertama, digunakan pada latihan pertama tanpa mengunakan <i>escape suit</i> untuk memudahkan mempraktekkan teori yang diterima di dalam kelas. <br />
(b) 20 m kedua, digunakan pada sesi latihan kedua dengan menggunakan <i>escape suit</i>. Latihan ini dimaksudkan untuk familiarisasi peralatan <i>escape suit</i>. <br />
(c) 30 m ketiga, digunakan pada latihan sesi terakhir. Latihan ini dimaksudkan untuk melaksanakan <i>free escape</i> mendekati keadaan yang sebenarnya. <br />
3) Lift atau tangga sebagai jalan menuju ketinggian yang diinginkan. <br />
4) <i>Pressurized chamber</i> sebagai sarana pertolongan pertama apabila terjadi kecelakaan pada saat latihan. <br />
<b> </b><br />
<b>b. Fasilitas Latihan Keterampilan Awak Kapal Selam</b> <br />
Dalam melaksanakan suatu latihan tanpa menggunakan alutsista sesungguhnya, simulator merupakan salah satu wahana yang paling mendekati keadaan alutsista sesungguhnya karena simulator merupakan replika dari alutsista yang sesungguhnya. Beberapa contoh simulator untuk pelatihan awak kapal selam adalah sebagai berikut: <br />
1)<b> <i>Sonar Trainer</i></b> <br />
<i>Sonar Trainer</i> merupakan salah satu jenis simulator yang dilaksanakan dalam sebuah laboratorium yang khusus ditujukan untuk meningkatkan kemampuan juru sonar kapal selam dalam melaksanakan: pendeteksian gelombang akustik yang diterima oleh sonar kapal, memperbanyak pengetahuan akan gelombang akustik yang dikeluarkan oleh baling-baling kapal dan mengasah kemampuan dalam melaksanakan <i>Turn Count</i>. Sonar Trainer dapat memberikan: <b> </b> <br />
a) Pelatihan kepada operator sonar tentang segala aspek operasi sonar termasuk deteksi, klasifikasi dan penentuan lokasi sasaran. <br />
b) Beragam jenis sistem akustik: Aktif/Pasif, Hull Mounted Sonar, Variable Depth Sonar, Towed Array Sonar, Flank Array Sonar dan Mine Detection Sonar. <br />
c) Pelatihan yang akurat berdasarkan simulasi nyata dan signal akustik yang sesungguhnya seperti: Signal Propagasi Suara, Echo sasaran aktif, Analisa Broadband dan Narrowband, transmisi sonar aktif sasaran, Ambient Noise dan Own Noise. <br />
<br />
<b> </b><br />
<b>2) Submarine Tactical/CIC Trainer</b> <br />
<i>Submarine Tactical/CIC Trainer</i> adalah sebuah simulator yang bertujuan untuk pelatihan manuver kapal selam dan menyiapkan para operator sewaco dalam menguasai fungsi-fungsi dasar dari pesawat yang diawakinya. Secara garis besar, simulator ini ditujukan untuk para pengawak Pusat Informasi Tempur. <br />
Gambaran umum Submarine Tactical/CIC Simulator adalah sebagai berikut: <br />
Simulator ini akan terdiri atas empat <i>Table Screen Console</i>, empat <i>Manu-Screen Console</i>, satu <i>Instructor Consol</i>e dan satu <i>Plotting Table</i>. <br />
Pada <i>Instructor Console</i> akan terdiri atas beberapa fungsi yang berbeda, yaitu: <br />
a) Menjalankan sistem yang akan memberikan beberapa pilihan konfigurasi, diantaranya: <br />
(1) Pemilihan sonar. <br />
Pada konfigurasi ini akan diberikan pilihan penggunaan sonar array, seperti: Hull Mounted Sonar, Hull Mounted Sonar dan Towed Array Sonar, Hull Mounted Sonar dan Flank Array Sonar atau ketiganya. <br />
(2) Konfigurasi standar. <br />
Konfigurasi ini ditujukan untuk melatih Command Team, dan terdiri atas: <br />
(a) <i>Tactical Console</i>, yang bertujuan untuk menunjukkan dan menampilkan situasi taktis. <br />
(b) <i>TMA Console</i>, yang bertujuan untuk mencari dan menentukan data sasaran. <br />
(c) <i>Steering Console</i>, yang bertujuan untuk melatih juru mudi dalam mengendalikan gerakan kapal. <br />
(d) <i>Radar/ESM Console</i>, yang bertujan untuk melatih juru Radar/ESM. <br />
(e) Periskop <br />
(f) Sistem peringatan akan transmisi sonar lawan dan pendeteksian sasaran yang mendekat. <br />
(3) Konfigurasi dua kapal selam. <br />
Konfigurasi ini ditujukan untuk melatih para perwira jaga dan divisi jaganya dalam memanuverkan kapal, dan terdiri atas: <br />
(a) <i>Tactical Console</i>. <br />
(b) <i>TMA Console</i>. <br />
(c) <i>Sonar Console</i>. <br />
(d) Periskop. Menggunakan sebuah joystick dengan pembesaran 1 s.d 12, menghasilkan baringan benar dan baringan relatif, mengirimkan target mark ke TMA serta memiliki sensitifitas terhadap cuaca. <br />
(4) Konfigurasi TMA. <br />
Konfigurasi ini ditujukan untuk melatih operator TMA dalam menganalisa data sasaran. <br />
b) Mengatur database sasaran, kapal sendiri, sensor dan persenjataan. <br />
c) Menyiapkan skenario yang dengan beberapa parameter termasuk pemilihan sasaran, cuaca, profil sound velocity dan daerah latihan. <br />
d) Menyimpan sesi latihan sebagai bahan kaji ulang. <br />
<br />
<b> </b><br />
<b>3) Diving Simulator</b> <br />
Diving Simulator adalah suatu unit simulator yang dapat sebagai wahana simulasi dalam menyelamkan kapal selam ke kedalaman tertentu dan menimbulkan kapal selam setelah menyelam. Dengan adanya Submarine Control Simulator ini diharapkan profesionalisme awak kapal selam, khususnya korps teknik, dapat tetap terjaga. <br />
Diving Simulator di desain sebagai Engineering Monitoring and Control System kapal selam yang terdiri atas pelatihan: <br />
a) <i>Trim and compensating</i>, kontrol kedalaman kapal selam. <br />
b) Pengaturan seluruh sistem pendorongan pada saat linla maupun pada saat peran. <br />
c) Pengaturan sistem snorkle. <br />
d) Udara bertekanan dan tanki pemberat. <br />
e) Monitoring udara dalam kapal dan sistem Bib’s. <br />
f) Duduk dasar. <br />
g) Peran kebakaran dan kedaruratan <br />
h) Peran kebocoran; simulasi tergenangnya kompartemen dan koreksi trim. <br />
i) Mengatasi kerusakan sistem pendorongan. <br />
j) Mengatasi kerusakan sistem bantu. <br />
k) Mengatasi kerusakan sistem kelistrikan. <br />
l) Peran kemudi macet dan penggunaan kemudi darurat. <br />
Tingkat keterampilan ini dapat dimulai dari latihan untuk pengawak baru, pengawak lama dan kombinasi pengawak lama dan baru. <br />
Diving Simulator terbagi atas 2 (dua) bagian, instruktur dan pelaku. Dengan operator yang berpengalaman, latihan prosedur kedaruratan standar dapat dilaksanakan senyata mungkin dengan kejadian sesungguhnya, karena simulator ini merupakan replika dari Ruang Kontrol Teknik kapal selam yang sesungguhnya yang dilengkapi dengan sistem hidolik untuk menggerakkan simulator ini dengan sudut elevasi sampai dengan 45<sup>0</sup> atas bawah dan rolling 30<sup>0</sup>, sistem platform kapal, sistem selam timbul kapal dan <i>noise-noise</i> yang ada di kapal selam. <br />
<b> </b><br />
<b>4)</b> <b>Damage Control Trainer/Simulator</b> <br />
Simulator ini merupakan simulator yang ditujukan untuk pelatihan dalam mengatasi kedaruratan di kapal selam, kebakaran dan kebocoran. Keseluruhan interior di dalam simulator menggambarkan situasi di dalam kapal selam. Simulator ini digerakkan oleh sistem hidrolik. Beberapa jenis kedaruratan seperti kebocoran pipa, kebocoran lambung, rembesan air laut dari pintu batere dan kebocoran pipa tekanan tinggi dapat disimulasikan di simulator ini. Simulator ini dilengkapi dengan peralatan keselamatan untuk menjamin keamanan para pelaku latihan. Fasilitas simulator ini menyajikan skenario latihan yang hampir nyata yang akan dihadapi para awak kapal selam di laut. Diharapkan dengan menggunakan simulator ini, para awak kapal selam dapat dengan sigap mengatasi kedaruratan di kapal selam selama kapal berlayar. <br />
<b> </b><br />
<b>5)</b> <b>Fasilitas Stasion Bantu</b> <br />
Stasion Bantu yang ada saat ini didirikan pada tahun 1966 untuk mendukung kapal selam kelas Whiskey. Dan sejak kedatangan kapal selam 209/1300, dilaksanakan penambahan sarana dan prasarana untuk mendukung kapal selam <i>German-build</i> ini. Sehingga pada saat ini, sarana yang ada di Sionban digunakan hanya untuk mendukung 2 (dua) kapal selam 209/1300, namun demikian dengan kondisi sekarang Sionban masih mampu untuk mendukung kapal selam baru dengan penambahan peralatan, antara lain: <br />
a) Penambahan omvomer untuk menunjang kelistrikan di dermaga kapal selam. <br />
b) Penambahan kompresor udara bertekanan tinggi (minimal berkekuatan 720 rpm dan input 380 V/50Hz/32 A/3 fase). <br />
c) Penambahan rectifier maupun omvomer untuk pelaksanaan pengisian batere. <br />
d) Penambahan pesawat <i>Demineralization Plant/Destilat </i>untuk pembuatan air suling (minimal dapat menghasilkan air suling sebanyak 1m<sup>3</sup> /jam dan tanki untuk menampung air suling. <br />
e) Penambahan pesawat untuk pelaksanaan pengosongan batere (minimal berkekuatan power 250 V DC 2200 Ampere). <br />
<b> </b><br />
<b>6)</b> <b>Fasilitas Sandar / Dermaga</b> <br />
Berdasarkan <i>operational requirements</i> dan <i>technical specification </i>dari rencana pengadaan kapal selam baru bagi TNI AL, kondisi fasilitas sandar di pangkalan Surabaya masih memungkinkan untuk pelaksanaan manuver kapal selam baru dengan beberapa penyempurnaan, diantaranya: <br />
a) Kedalaman area keluar masuk kolam sampai dengan dermaga perlu dilaksanakan pengerukan. <br />
b) 2 ponton (ex Kilo) untuk akomodasi sandar perlu perbaikan. <br />
c) Fasilitas dermaga sandar mencukupi dengan bobot dermaga minimal 2000 ton. <br />
d) Jika pengadaan 2 kapal selam, dermaga yang digunakan adalah dermaga dok Lawang timur dialokasikan untuk 2 (dua) kapal selam 209/1300 kelas Cakra dan dermaga dok Lawang barat atau dermaga dok Yogya timur dan dermaga dok Yogya barat dialokasikan untuk 2 (dua) kapal selam baru. Selain itu, alternatif dermaga yang bisa digunakan adalah dermaga Jepara timur (Satrol) dengan lebar dari dermaga dok Yogya barat kurang lebih 25 m dan dermaga Halong barat (Satran) dengan lebar dari dermaga dok Lawang timur kurang lebih 80 m. <br />
e) Kedalaman dan ruang untuk bermanuvra di dermaga mencukupi (rata-rata 7 m pada surut terendah). <br />
f) Penambahan suar penuntun dan pelurus sebagai sarana penunjang kapal selam saat keluar/masuk kolam. <br />
g) Perlunya penambahan kompresor UTT untuk menggantikan kompresor UTT lama yang ada saat ini. <br />
h) Perlunya pemnambahan bobot crane di dermaga dari 3 ton menjadi 5 ton dan perpanjangan lengan crane dari 3 m menjadi 6 m untuk pelaksanaan loading/unloading torpedo secara mandiri. <br />
<b> </b><br />
<b>7) Fasilitas Kapal Tender dan SAR Kapal Selam</b> <br />
Sejak era kapal tender kapal selam RI Ratulangi, praktis kapal selam 209/1300 saat ini tidak lagi memiliki kapal tender yang berimbas pada berkurangnya kemampuan kehadiran kapal selam di laut. Diharapkan keberadaan kapal tender kapal selam yang memiliki kemampuan: <br />
a) Loading/unloading persenjataan kapal selam. <br />
b) Pengisian batere kapal selam. <br />
c) Pengisian air suling. <br />
d) Bekal ulang. <br />
d) SAR kapal selam. <br />
<b> </b><br />
<b>c. Fasilitas Bantu Lainnya</b> <br />
Selain fasilitas pendukung yang telah disebutkan diatas, fasilitas tambahan yang juga perlu diadakan untuk awak kapal selam yaitu: <br />
a) Ruang ABK <br />
Saat ini, dengan 2 (dua) unsur yang ada, Satuan Kapal Selam memiliki gedung ABK yang merupaka hibah dari PT PAL. Gedung dua lantai tersebut di bagi menjadi dua bagian, yaitu ruang KRI Cakra-401 dan ruang KRI Nanggala-402. Lantai dasar digunakan sebagai ruang kantor perwira kapal dan lantai dua dijadikan sebagai messing ABK. <br />
Dengan pengadaan kapal selam baru, diharapkan fasilitas messing ABK juga dipersiapkan. <br />
<b> </b> b) Workshop <br />
Gedung yang dimiliki oleh Satuan Kapal Selam saat ini (Gedung Nagabanda) selain dimanfaatkan untuk perkantoran dan messing, juga dimanfaatkan sebagai sarana olahraga Badminton, Basket, perbengkelan dan mushola. Dengan pengadaan gedung baru, fasilitas simulator dibagun dapat dibangun berdampingan dengan perkantoran. <br />
<b> </b><br />
<b>3. Kesimpulan</b> <br />
Pengadaan kapal selam baru tanpa dibarengi dengan fasilitas pendukung yang memadai akan berakibat pada tumpulnya kemampuan awak kapal selam itu sendiri. Kesempatan pendidikan kapal selam di negara luar yang bisa dikatakan hampir tidak ada dapat digantikan dengan adanya fasilitas pendukung ini. <br />
Sehingga apabila pada suatu saat kondisi seperti saat ini, dimana unsur kapal selam sangat kurang dan para pengawaknya melebihi DSP, kemampuan tempur awak kapal selam dapat tetap terjaga.hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-91622271121395672952012-01-01T14:08:00.000-08:002012-01-01T14:08:43.628-08:00POLITIK LUAR NEGERI TURKI DI TIMUR TENGAH<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; font-size: 12px;">Jawaban atas keraguan sejumlah pihak di kawasan Timur Tengah tentang seriusnya keretakan hubungan antara Turki dengan Israel sejak tiga tahun belakangan ini yang lebih diperparah dengan serangan biadab negeri zionis itu atas Gaza pada akhir 2008, kemudian api murka negeri bekas pusat Khilafah Othmaniyah itu tersulut lagi dengan serangan pasukan komandos Israel atas kapal kemanusiaan Mavi Marmara sekitar setahun lalu, setidaknya terjawab sudah pada Jum`at (2/09/2011) lalu.<br />
<br />
Pasalnya sejumlah negara kawasan lewat media massanya sepertinya tetap menyangsikan sikap Turki dibawah pimpinan PM, Recep Tayyip Erdogan itu terkait kemarahannya atas Israel. Mereka masih menyangsikan keretakan hubungan dua negara yang selama ini merupakan sekutu strategis yang sedemikian cepat terjadi apalagi disebabkan oleh isu Palestina (termasuk blokade tak berprikemanusian atas Gaza), yang menurut pandangan mereka tidak begitu mendapat perhatian selama ini.<br />
<br />
Namun dengan peristiwa penyerangan kapal kemanusiaan yang menyebabkan sembilan orang warga Turki gugur sebagai syuhada, lebih dari setahun lalu, Bung Erdogan telah membuktikan bahwa kemarahan negerinya terhadap negeri Israel itu bukan main-main atau sandiwara untuk meraih simpati publik Muslim di kawasan. Ijinkah saya menggunakan kata Bung, karena teringat lagu perjuangan "Halo-halo Bandung" yang salah satu liriknya berbunyi "mari bung rebut kembali".<br />
<br />
Dari kata bung itu, penulis menaruh harapan teriring doa tentunya, Bung Erdogan sebagai pemimpin generasi Turki masa kini, dapat merebut kembali kejayaan Khilafah Othmaniyah (Ottoman menurut sebutan Barat), sehingga mampu menjadi inspirator bagi negara-negara besar Muslim lainnya di kawasan khususnya Mesir yang saat ini telah memasuki era perubahan pasca rejim Hosni Mubarak yang selama tiga dekade lebih sebagai sekutu terkuat Israel di dunia Arab.<br />
<br />
Pada Jum`at itu yang masih dalam suasana lebaran Idul Fitri yakni tiga hari bagi yang lebaran pada Selasa (30/08/2011) atau dua hari bagi yang lebaran Rabu (31/08/2011), Bung Erdogan tidak tanggung-tanggung telah melakukan langkah mengejutkan yang sebelumnya tidak pernah diduga banyak pihak. Ibaratnya sebagai pesan lebaran yang melegakan ratusan juta umat Islam kawasan bahkan 1,5 milyar lebih di seluruh dunia.<br />
<br />
Langkah ini juga dapat menjadi sumber inspirasi bagi para pemimpin Muslim lainnya di kawasan untuk membangun solidaritas dengan sungguh-sungguh dan memastikan musuh sesungguhnya, setelah selama ini hanya sebatas wacana. Keputusan negeri itu yang mengusir Dubes Israel dari Ankara, penurunan tingkat keterwakilan diplomatik menjadi hanya setingkat Sekretaris II kebawah, pembekuan kerjasama militer dan pembatalan sejumlah kesepakatan perdagangan merupakan langkah mengejutkan.<br />
<br />
Dalam etika diplomasi, degradasi keterwakilan diplomatik merupakan salah satu bentuk ``pelecehan``, artinya Turki yang merasa dilecehkan oleh negeri zionis itu karena menolak meminta maaf atas serangan kapal kemanusiaan miliknya, balas melecehkan zionis dengan degradasi perwakilannya. Sekretaris II merupakan pangkat diplomat yang masih sangat yunior sebab sebelum mencapai pangkat duta besar perlu banyak jenjang lagi yakni Sekterais I, Councellor, Minister Counsellor, Minister kemudian Dubes yang rata-rata memerlukan waktu 20 tahun.<br />
<br />
Meskipun langkah itu belum maksimal seperti pemutusan hubungan diplomatik, namun patut diacungkan jempol sebab tidak menutup kemungkinan di masa depan akan mengarah kepada pemutusan hubungan bila negeri zionis itu masih tetap bersikap arogan tanpa melihat hakikat negeri Turki yang pernah disegani dunia yang saat ini sedang bangkit kembali memulihkan kejayaan dimaksud dibawah pimpinan Bung Erdogan.<br />
<br />
Sebenarnya, Israel telah berusaha melakukan serangkaian konspirasi untuk menggagalkan rencana pemerintah Turki agar urung melakukan langkah-langkah tersebut, namun berbagai konspirasi itu tidak digubris. Sebut saja misalnya, upaya negeri zionis itu membangun hubungan strategis dan memprovokasi negara-negara tetangga Turki semisal Yunani, Bulgaria, Romania dan Siprus, menggerakkan lobi Armenia di Kongres AS serta merongrong stabilitas dan keamanan Turki dengan dukungan terhadap aksi kekerasan suku Kurdi.<br />
<br />
Dan terakhir adalah rekayasa hasil laporan Tim PBB tentang blokade Gaza dan serangan atas kapal kemanusiaan Mavi Marmara yang dipimpin mantan Perdana Menteri Selandia Baru, Geoffrey Palmer yang sangat mengecewakan Turki dan umat Islam seluruh dunia umumnya meskipun dalam laporan setebal 105 halaman itu disebutkan serangan Israel atas kapal kemanusiaan itu sangat berlebihan.<br />
<br />
Berbagai upaya Israel itu, tidak menyurutkan pemerintahan Erdogan untuk terus menuntut negeri zionis itu mempertangungjawabkan kejahatannya sekaligus ingin mengakhiri status Israel yang selama ini secara de facto selalu berada di luar jangkauan hukum internasional. Turki tidak ingin lagi melihat negeri Yahudi itu dengan semena-mena merendahkan bangsa Muslim setelah selama ini Israel selalu beranggapan bahwa dirinya tidak pantas meminta maaf kepada bangsa-bangsa Muslim meskipun akibat kejahatan biadab yang dilakukannya atas mereka.<br />
<br />
Pesan ganda<br />
<br />
Langkah-langkah yang dilakukan Bung Erdogan tersebut sedikitnya mengandung pesan ganda. Yang pertama sudah pasti ditujukan kepada para pemimpin zionis dan kedua negara-negara Arab di kawasan yang sebagian di antaranya telah berhasil melakukan perubahan kekuasaan otoriter lewat revolusi rakyat dan sebagian lainnya masih dalam perjuangan menuntut perubahan.<br />
<br />
Setidaknya ada beberapa pesan berikut ini telah disampaikan Turki kepada negeri zionis Israel. Pertama, Ankara mengingatkan bahwa para pemimpin zionis keliru besar memperhitungkan akibat dari serangan yang merenggut sembilan syuhada Turki, penumpang kapal kemanusiaan Mavi Marmara setelah selama ini hanya sebatas mendapat kecaman ketika membantai ratusan bahkan ribuan warga Arab terutama di Palestina dan Libanon.<br />
<br />
Pesan kedua adalah, pemerintah Erdogan yang mendapat kepercayaan mutlak dari rakyatnya mengingatkan bahwa rakyat Turki sangat murka dan merasa diinjak-injak harga diri mereka ketika pemerintah negeri zionis itu hanya menyampaikan rasa penyesalan atas insiden tersebut dan hanya siap mengganti rugi sekitar 100 ribu dolar AS untuk setiap korban.<br />
<br />
Adapun pesan ketiga, pemerintah Erdogan ingin mengingatkan para pemimpin negeri zionis itu bahwa mereka telah keliru melihat situasi dalam negeri Turki yang sekitar tiga bulan lalu melaksanakan pemilu dan berhasil memperkuat posisi partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) lewat suara mayoritas rakyat sehingga membuat para pemimpin AKP tidak akan menyiakan-nyiakan kepercayaan ini. Para pemimpin Israel juga melupakan perubahan mendasar di Turki dengan melemahnya peran militer yang selama ini dijadikan tempat sandaran untuk kepentingan negeri zionis itu.<br />
<br />
Sementara pesan keempat seperti disebutkan sejumlah analis Arab adalah untuk membuktikan bahwa Turki bukan lagi negara kawasan yang selama ini identik sebagai sekutu strategis Israel yang selalu manut pada Tel Aviv atau kekuatan-kekuatan imperialis Barat pendukung utama negeri zionis itu. Ankara ingin membuktikan bahwa posisi negeri itu telah berubah dan telah menemukan kembali jalan menuju pemulihan kembali kejayaannya sehingga menolak untuk selalu berada dibawah ketiak Israel atau negara-negara Barat.<br />
<br />
Meskipun kerjasama dengan Israel, paling tidak dalam jangka pendek dan menengah ke depan tetap dipertahankan, namun aturan mainnya sudah pasti harus berubah. Turki tidak ingin kerjasama tersebut merugikan kepentingan nasional dan perannya sebagai salah satu negara terkemuka Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan negara besar serta penentu di kawasan.<br />
<br />
Untuk membuktikan bahwa negeri bekas pusat imperium Othmaniyah itu tidak bisa diidentikkan lagi sebagai sekutu yang selalu didekte negeri zionis itu, diantaranya langkah Ankara untuk melanjutkan pengaduannya kepada Mahkamah Kriminal Internasional di Den Hag, Belanda terkait ketidakabsahan embargo atas Gaza untuk melawan keputusan tim PBB yang menyebutkan embargo tersebut legal.<br />
<br />
Seperti dilaporkan, Ahad (4/09/2011), Menlu Turki, Ahmet Davutoglu akan melayangkan semacam pledoi ke Mahkamah Kriminal Internasional sebagai respon atas keputusan tim PBB menyangkut embargo Gaza tersebut. Davutoglu mengingatkan bahwa masalah Gaza tersebut bukan hanya terkait dengan permasalahan antara Turki dengan Israel, akan tetapi, juga antara Israel dengan masyarakat internasional dan sanubari publik dunia.<br />
<br />
Sementara pesan buat negara-negara Arab kawasan, intinya satu yakni agar melakukan langkah berani dalam menghadapi negeri zionis tersebut. Lebih khusus lagi disebutkan disini adalah Mesir dan Yordania yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel yang menimalnya harus melakukan langkah tersebut atau lebih utama menutup kedutaan Israel bila terjadi agresi atas salah satu negara Arab (khususnya Palestina) di masa mendatang.<br />
<br />
"Kepongahan dan arogansi Israel harus dihentikan sebab masa pengabdian dan kehinaan telah berlalu setelah jatuhnya rejim diktator Mesir,`` papar Abdul Bari Atwan, analis Arab yang mukim di London (2/09/2011). ``Sekarang Turki telah memberikan pelajaran baru bahwa pemerintahan yang mengedepankan aspirasi rakyat memiliki kekuatan besar melawan rasa superioritas dan arogansi Israel. Pesan Turki ini wajib kita respon sekarang ini juga,`` papar Fahmi Huweidi, pakar Muslim dan penulis produktif Mesir (6/09/2011).<br />
<br />
Kemitraan baru<br />
<br />
Salah satu cara bagi dunia Arab merespon langkah Turki tersebut adalah mendukung upaya-upaya pemerintah Erdogan dalam membela isu Palestina, terutama yang terakit dengan penghentian embargo atas Gaza dan mengecam laporan tim PBB itu yang sangat memihak mutlak kepada kepentingan negeri zionis itu. Mengenai embargo Gaza, langkah awal yang harus dilakukan adalah menyambangi rakyat Gaza seperti yang akan dilakukan Erdogan dalam waktu dekat serta menghentikan secara sepihak embargo lalim tersebut.<br />
<br />
Namun untuk jangka panjang mendatang, tidak cukup hanya sebatas itu sebab yang paling utama adalah menyusun kembali kemitraan baru Arab-Turki yang secara politis tidak ada kendala untuk mewujudkannya. Mengingat masih banyak kendala dengan Iran maka fokus utama sekarang adalah kemitraan Arab-Turki terlebih dahulu sebelum terwujudnya kemitraan segitiga Arab-Turki-Iran.<br />
<br />
Isyarat menggembirakan ke arah pendekatan strategis Arab-Turki bisa dilihat dari rencana kunjungan PM Erdogan ke Mesir dalam beberapa hari mendatang untuk selanjutnya menyambang Gaza. Meskipun kunjungan ke Gaza belum bisa dipastikan karena perlu persetujuan Israel, namun yang lebih penting adalah kemungkinan tercapainya pakta kerjasama startegis antara Mesir-Turki yang sangat dikhawatirkan Israel.<br />
<br />
Kekhawatiran tersebut misalnya dapat dilihat dari laporan sejumlah harian terkemuka zionis. Harian Yodiot Ahronot, Senin (4/09/2011), misalnya menulis bahwa keretakan hubungan Israel-Turki yang telah mencapai puncaknya itu akan mendorong tercapainya pakta strategis baru antara Mesir dan Turki dalam kunjungan Erdogan mendatang yang tentunya membayakan Israel. Harian ini juga mengutip laporan koran Mesir El-Youm Al-Sabi tentang agenda kunjungan Erdogan dan delegasi tingkat tinggi termasuk penandatanganan kerjasama strategis kedua negara.<br />
<br />
Mantan Dirjen Kemlu Israel, Eleon Leiel menyatakan bahwa pemerintah Israel tidak bisa berkata terkejut dengan reaksi Turki tersebut sebab Ankara telah berkali-kali memperingatkan.</span><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; font-size: 12px;"> </span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; font-size: 12px;">"Memang Israel berhak menolak untuk meminta maaf pada Turki tapi pukulan kuat Turki sangat menyakitkan dan sulit bagi Israel,``paparnya seperti dikutip arabonline, Senin (5/09/2011).<br />
<br />
Terkait rencana kunjungan Erdogan ke Gaza, pejabat Israel itu menilai bahwa tidak akan berpengaruh negatif sama sekali bagi posisi Turki karena negara ini akan tetap sebagai anggota NATO dan negara Uni Eropa akan terus melanjutkan perundingan bergabungnya Turki ke Uni Eropa.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; font-size: 12px;"> "Kunjungan ini, juga tidak akan berpengaruh terhadap hubungan Turki dengan AS," tambahnya.<br />
Singkatnya, kemitraan baru Arab-Turki dalam suasana dunia Arab yang sudah mulai berubah itu telah terbuka lebar yang ditandai pula usaha pro aktif Turki. Tinggallah sekarang menunggu sambutan positif dunia Arab, khususnya Mesir selaku negeri terbesar Arab sebagai upaya sungguh-sungguh untuk melepaskan bangsa-bangsa Muslim kawasan dari hegemoni berkepanjangan zionis</span>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-72106854740377668222011-11-09T07:36:00.000-08:002011-11-09T07:39:26.486-08:00TALIBAN TAK TERKALAHKAN<span class="Apple-style-span" style="color: #444444; font-family: sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px;"></span><br />
<div style="background-attachment: scroll; background-color: transparent; background-image: url(http://a.cdn.tendaweb.com/img/line.gif); background-position: 0px 0px; background-repeat: repeat repeat; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #222222; font-size: 12px; font-style: normal; font-variant: normal; font: inherit; line-height: 23px; margin-bottom: 23px; padding-bottom: 0px; padding-left: 8px; padding-right: 8px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sepuluh tahun yang lalu, ribuan pejuang Taliban mereka meninggalkan kekuasaannya di Kabul, melarikan diri dan berpencar jauh ke pedesaan, dan sebenarnya memungkinkan Barat dapat menangkap pasukan dan pimpinan Taliban tanpa perlawanan. Tetapi, semua itu tidak terjadi.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Hari ini, Taliban berkembang menjadi sebuah kekuatan gerilya yang sangat canggih, dan baru-baru ini berhasil menghancurkan beberapa target yang bernilai tinggi, bersamaan dengan rencana Amerika melakukan penarikan pasukannya dari Afghanistan.</span></div>
</div>
<div style="background-attachment: scroll; background-color: transparent; background-image: url(http://a.cdn.tendaweb.com/img/line.gif); background-position: 0px 0px; background-repeat: repeat repeat; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #222222; font-size: 12px; font-style: normal; font-variant: normal; font: inherit; line-height: 23px; margin-bottom: 23px; padding-bottom: 0px; padding-left: 8px; padding-right: 8px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Tahun 2006, Taliban berhasil melakukan konsolidasi di sebagian besar di wilayah selatan - terutama provinsi Zabul, Kandahar dan Helmand. Pada tahun 2008, mereka menyebar ke arah utara Kabul.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Amerika membuat dua kesalahan yang menyia-nyiakan kesempatan mereka. "Mereka berfokus pada tujuan militer dan bukan stabilisasi dan pembangunan. Kemudian, mereka pergi berperang di Irak .."</span></div>
</div>
<div style="background-attachment: scroll; background-color: transparent; background-image: url(http://a.cdn.tendaweb.com/img/line.gif); background-position: 0px 0px; background-repeat: repeat repeat; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #222222; font-size: 12px; font-style: normal; font-variant: normal; font: inherit; line-height: 23px; margin-bottom: 23px; padding-bottom: 0px; padding-left: 8px; padding-right: 8px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kurangnya rekonstruksi, dan korupsi merajalela di kalangan pejabat pemerintahan Hamid Karzai, pada saat ketika jutaan pengungsi yang kembali dari Iran dan Pakistan, menyebabkan kekecewaan meluas dan memicu pemberontakan.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pada tahun 2002, dan sekali lagi pada tahun 2004, ada pertempuran antara pasukan Taliban dan Pakistan, yang diikuti oleh serangkaian kesepakatan damai dengan tentara yang meninggalkan Taliban yang menguasai sebagian besar wilayah kesukuan Pakistan di sepanjang perbatasan dengan Afghanistan.</span></div>
</div>
<div style="background-attachment: scroll; background-color: transparent; background-image: url(http://a.cdn.tendaweb.com/img/line.gif); background-position: 0px 0px; background-repeat: repeat repeat; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #222222; font-size: 12px; font-style: normal; font-variant: normal; font: inherit; line-height: 23px; margin-bottom: 23px; padding-bottom: 0px; padding-left: 8px; padding-right: 8px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pasukan koalisi menderita korban awal mereka di selatan-Afghanistan timur, tepat di seberang perbatasan dari Waziristan. Itu merupakan pertempuran di selatan-timur, dan kemudian di utara-timur - di provinsi Kunar Afghanistan, yang berdekatan dengan distrik suku Bajaur Pakistan dan Mohmand - yang mengambil sebagian besar perhatian mereka selama 2002-06.</span></div>
</div>
<div style="background-attachment: scroll; background-color: transparent; background-image: url(http://a.cdn.tendaweb.com/img/line.gif); background-position: 0px 0px; background-repeat: repeat repeat; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #222222; font-size: 12px; font-style: normal; font-variant: normal; font: inherit; line-height: 23px; margin-bottom: 23px; padding-bottom: 0px; padding-left: 8px; padding-right: 8px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Perkembangan ini melampaui rencana pejuang Taliban di barat provinsi Balochistan Pakistan, yang diam-diam menyusup ke Zabul, Kandahar dan Helmand dari Toba Kakar, Chaman, Quetta dan daerah Chaghai.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Para pejabat Barat mengakui bahwa sampai 2008-2009, pasukan koalisi di selatan tidak mampu menahan Taliban dari daerah yang sangat penting itu - seperti sebagian besar kota Kandahar dan Helmand, di mana Taliban mendirikan pabrik pembuatan bom, senjata dan membangun pertahanan - dan pada saat yang sama melindungi garis depan mereka.</span></div>
</div>
<div style="background-attachment: scroll; background-color: transparent; background-image: url(http://a.cdn.tendaweb.com/img/line.gif); background-position: 0px 0px; background-repeat: repeat repeat; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #222222; font-size: 12px; font-style: normal; font-variant: normal; font: inherit; line-height: 23px; margin-bottom: 23px; padding-bottom: 0px; padding-left: 8px; padding-right: 8px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Karena adanya "gelombang pasukan" tambahan yang diumumkan oleh Presiden Obama pada 2010, pasukan koalisi telah mampu mengusir Taliban dari posisi mereka di Kandahar dan Helmand.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Tapi pemberontakan kini telah menyebar luas, ke daerah di sekitar ibukota, Kabul, dan bahkan ke provinsi sebelumnya damai Afghanistan utara.</span></div>
</div>
<div style="background-attachment: scroll; background-color: transparent; background-image: url(http://a.cdn.tendaweb.com/img/line.gif); background-position: 0px 0px; background-repeat: repeat repeat; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #222222; font-size: 12px; font-style: normal; font-variant: normal; font: inherit; line-height: 23px; margin-bottom: 23px; padding-bottom: 0px; padding-left: 8px; padding-right: 8px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Taliban sekarang tampaknya mengubah taktik perangnya, dan dengan menggunakan unit-uit kecil yang melakukan serangan dengan mengandalkan pemboman bunuh diri, dan sangat spektakuler serangan bom untuk mencapai target sasaran, dan menimbulkan dampak psikologis yang besar.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sekarang terus merembes para pejuang Taliban, di mana mereka sesudah mencapai kesepakatan dengan para pejabat militer dan intelijen Pakistan, mereka lebih fokus melakukan serangan ke wilayah Afghanistan, dan ikut membantu pejuang Taliban Afghanistan. Karena itu, sekarang ada pasokan baru yang tak terbatas jumlahnya - pejuang Taliban Pakistan memasuki Afghanistan dari daerah Pakistan, terutama Waziristan - dan mereka lebih terlatih.</span></div>
</div>
<div style="background-attachment: scroll; background-color: transparent; background-image: url(http://a.cdn.tendaweb.com/img/line.gif); background-position: 0px 0px; background-repeat: repeat repeat; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #222222; font-size: 12px; font-style: normal; font-variant: normal; font: inherit; line-height: 23px; margin-bottom: 23px; padding-bottom: 0px; padding-left: 8px; padding-right: 8px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sumber yang dapat dipercaya di Pakistan, memberitahu bahwa para pejuang terutama dari Pakistan, yang disebut Taliban Punjabi, yang mengkhususkan diri melakukan serangan bom bunuh diri, dan merupakan bagian utama dari jaringan Haqqani yang berbasis Waziristan. Ini yang merupakan mimpi buruk "nightmare" bagi pasukan Nato, yang sudah kehilangan kepercayaan untuk terus bertahan di Afghanistan.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Menurut sumber ini, sejak 2009 para pejuang Taliban Pakistan telah melakukan perjalanan sampai ke perbatasan dengan menggunakan kendaraan militer Pakistan, mungkin untuk menghindari serangan rudal drone (pesawat tanpa) yang dioperasikan CIA.</span></div>
</div>
<div style="background-attachment: scroll; background-color: transparent; background-image: url(http://a.cdn.tendaweb.com/img/line.gif); background-position: 0px 0px; background-repeat: repeat repeat; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #222222; font-size: 12px; font-style: normal; font-variant: normal; font: inherit; line-height: 23px; margin-bottom: 23px; padding-bottom: 0px; padding-left: 8px; padding-right: 8px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sebuah sumber militer Pakistan di wilayah itu mengakui kolaborasi dengan para pejuang Taliban. Juru bicara militer, Mayor Jenderal Athar Abbas, menolak ini sebagai isu "berbahaya". "Tidak ada yang bisa dibuktikan, dan itu jauh dari kebenaran," tambah Attar Abbas.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Banyak orang di Barat telah lama berpendapat bahwa kunci untuk perdamaian di Afghanistan terletak dengan militer Pakistan. Tetapi, Amerika Serikat telah membuat kesalahan yang sangat fatal, yang kemudian membuat Pakistan berubah, di mana Amerika Serikat membunuh Osama bin Laden, dan melakukan operasi rahasia di negara Pakistan.</span></div>
</div>
<div style="background-attachment: scroll; background-color: transparent; background-image: url(http://a.cdn.tendaweb.com/img/line.gif); background-position: 0px 0px; background-repeat: repeat repeat; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #222222; font-size: 12px; font-style: normal; font-variant: normal; font: inherit; line-height: 23px; margin-bottom: 23px; padding-bottom: 0px; padding-left: 8px; padding-right: 8px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kematian Osama bin Laden, membuat kemarahan yang sangat luas rakyat Pakistan, dan bahkan Taliban Pakistan meningkatkan serangannya ke sasaran-sasaran militer dan kepolisian Pakistan, dan negara terancam kehancuran. Maka, sekarang militer dan pemerintah Pakistan meninggalkan perintah Washington untuk terus memerangi Taliban, dan sekarang memilih melakukan rekonsiliasi dengan Taliban Pakistan.</span></div>
</div>
<div style="background-attachment: scroll; background-color: transparent; background-image: url(http://a.cdn.tendaweb.com/img/line.gif); background-position: 0px 0px; background-repeat: repeat repeat; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #222222; font-size: 12px; font-style: normal; font-variant: normal; font: inherit; line-height: 23px; margin-bottom: 23px; padding-bottom: 0px; padding-left: 8px; padding-right: 8px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Inilah kemenangan akhir dari Taliban di Pakistan dan Afghanistan, di mana dengan kemampuan militer dan kecanggihannya dalam perang, yang menyebabkan Pakistan harus berdamai, dan mendukungnya seperti, ketika Pakistan dipimpin Jenderal Muhammad Zia ul Haq, yang mendukung Mujahidin mengusir Soviet.</span></div>
</div>
<div style="background-attachment: scroll; background-color: transparent; background-image: url(http://a.cdn.tendaweb.com/img/line.gif); background-position: 0px 0px; background-repeat: repeat repeat; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #222222; font-size: 12px; font-style: normal; font-variant: normal; font: inherit; line-height: 23px; margin-bottom: 23px; padding-bottom: 0px; padding-left: 8px; padding-right: 8px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Uni Soviet hengkang dari Afghanistan tahun l989, karena kemampuan Mujahidin dalam menghadapi super power itu, dan kini mereka membuktikan kembali superioritas dalam perang, dan sebentar lagi akan melihat Amerika Serikat akan hengkang dari Afghanistan. Barat kalah dalam perang di Afghistan melawan pejuang Taliban</span></div>
</div>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-45520961512621167882011-08-04T15:46:00.000-07:002011-08-04T15:50:22.028-07:00Conflict Resolution<h1 style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-size: 26px; font-style: inherit; font-weight: 400; letter-spacing: -0.5px; margin-bottom: -5px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"></h1><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">The fact that conflict exists, however, is not necessarily a bad thing: As long as it is resolved effectively, it can lead to personal and professional growth.In many cases, conflict in the workplace just seems to be a fac tof life. We've all seen situations where different people with different goals and needs have come into conflict. And we've all seen the often-intense personal animosity that can result.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">In many cases, effective conflict resolution can make the difference between positive and negative outcomes.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">The good news is that by resolving conflict successfully, you can solve many of the problems that it has brought to the surface, as well as getting benefits that you might not at first expect:</div></div><ul style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; list-style-type: disc; margin-bottom: 10px; margin-left: 30px; margin-right: 20px; margin-top: 5px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><li style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><strong style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Increased understanding: </strong>The discussion needed to resolve conflict expands people's awareness of the situation, giving them an insight into how they can achieve their own goals without undermining those of other people.</li>
<li style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><strong style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Increased group cohesion: </strong>When conflict is resolved effectively, team members can develop stronger mutual respect, and a renewed faith in their ability to work together.</li>
<li style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><strong style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Improved self-knowledge: </strong>Conflict pushes individuals to examine their goals in close detail , helping them understand the things that are most important to them, sharpening their focus, and enhancing their effectiveness.</li>
</ul><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">However, if conflict is not handled effectively, the results can be damaging. Conflicting goals can quickly turn into personal dislike. Teamwork breaks down. Talent is wasted as people disengage from their work. And it's easy to end up in a vicious downward spiral of negativity and recrimination.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">If you're to keep your team or organization working effectively, you need to stop this downward spiral as soon as you can. To do this, it helps to understand two of the theories that lie behind effective conflict resolution:</div></div><h2 style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: normal; letter-spacing: -0.5px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 15px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 13px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">Understanding the Theory: Conflict Styles</span></h2><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">In the 1970s Kenneth Thomas and Ralph Kilmann identified five main styles of dealing with conflict that vary in their degrees of cooperativeness and assertiveness. They argued that people typically have a preferred conflict resolution style. However they also noted that different styles were most useful in different situations. They developed the Thomas-Kilmann Conflict Mode Instrument (TKI) which helps you to identify which style you tend towards when conflict arises.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">Thomas and Kilmann's styles are:</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;"><strong style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Competitive:</strong> People who tend towards a competitive style take a firm stand, and know what they want. They usually operate from a position of power, drawn from things like position, rank, expertise, or persuasive ability. This style can be useful when there is an emergency and a decision needs to be make fast; when the decision is unpopular; or when defending against someone who is trying to exploit the situation selfishly. However it can leave people feeling bruised, unsatisfied and resentful when used in less urgent situations.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;"><strong style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Collaborative:</strong> People tending towards a collaborative style try to meet the needs of all people involved. These people can be highly assertive but unlike the competitor, they cooperate effectively and acknowledge that everyone is important. This style is useful when a you need to bring together a variety of viewpoints to get the best solution; when there have been previous conflicts in the group; or when the situation is too important for a simple trade-off.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;"><strong style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Compromising:</strong> People who prefer a compromising style try to find a solution that will at least partially satisfy everyone. Everyone is expected to give up something, and the compromiser him- or herself also expects to relinquish something. Compromise is useful when the cost of conflict is higher than the cost of losing ground, when equal strength opponents are at a standstill and when there is a deadline looming.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;"><strong style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Accommodating:</strong> This style indicates a willingness to meet the needs of others at the expense of the person's own needs. The accommodator often knows when to give in to others, but can be persuaded to surrender a position even when it is not warranted. This person is not assertive but is highly cooperative. Accommodation is appropriate when the issues matter more to the other party, when peace is more valuable than winning, or when you want to be in a position to collect on this "favor" you gave. However people may not return favors, and overall this approach is unlikely to give the best outcomes.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;"><strong style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Avoiding:</strong> People tending towards this style seek to evade the conflict entirely. This style is typified by delegating controversial decisions, accepting default decisions, and not wanting to hurt anyone's feelings. It can be appropriate when victory is impossible, when the controversy is trivial, or when someone else is in a better position to solve the problem. However in many situations this is a weak and ineffective approach to take.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">Once you understand the different styles, you can use them to think about the most appropriate approach (or mixture of approaches) for the situation you're in. You can also think about your own instinctive approach, and learn how you need to change this if necessary.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">Ideally you can adopt an approach that meets the situation, resolves the problem, respects people's legitimate interests, and mends damaged working relationships.<a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6295989000951149642&postID=4552096151262116788" id="irb" name="irb" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #e36313; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;"></a></div></div><h2 style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: normal; letter-spacing: -0.5px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 15px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 13px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">Understanding The Theory: The "Interest-Based Relational Approach"</span></h2><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">The second theory is commonly referred to as the "Interest-Based Relational (IBR) Approach". This type of conflict resolution respects individual differences while helping people avoid becoming too entrenched in a fixed position.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">In resolving conflict using this approach, you follow these rules:</div></div><ul style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; list-style-type: disc; margin-bottom: 10px; margin-left: 30px; margin-right: 20px; margin-top: 5px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><li style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><strong style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Make sure that good relationships are the first priority:</strong> As far as possible, make sure that you treat the other calmly and that you try to build mutual respect. Do your best to be courteous to one-another and remain constructive under pressure.</li>
<li style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><strong style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Keep people and problems separate:</strong> Recognize that in many cases the other person is not just "being difficult" – real and valid differences can lie behind conflictive positions. By separating the problem from the person, real issues can be debated without damaging working relationships.</li>
<li style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><strong style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Pay attention to the interests that are being presented:</strong> By listening carefully you'll most-likely understand why the person is adopting his or her position.</li>
<li style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><strong style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Listen first; talk second:</strong> To solve a problem effectively you have to understand where the other person is coming from before defending your own position.</li>
<li style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><strong style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Set out the "Facts":</strong> Agree and establish the objective, observable elements that will have an impact on the decision.</li>
<li style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><strong style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Explore options together:</strong> Be open to the idea that a third position may exist, and that you can get to this idea jointly.</li>
</ul><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">By following these rules, you can often keep contentious discussions positive and constructive. This helps to prevent the antagonism and dislike which so-often causes conflict to spin out of control.</div></div><h2 style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: normal; letter-spacing: -0.5px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 15px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 13px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">Using the Tool: A Conflict Resolution Process</span></h2><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">Based on these approaches, a starting point for dealing with conflict is to identify the overriding conflict style employed by yourself, your team or your organization.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">Over time, people's conflict management styles tend to mesh, and a "right" way to solve conflict emerges. It's good to recognize when this style can be used effectively, however make sure that people understand that different styles may suit different situations.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">Look at the circumstances, and think about the style that may be appropriate.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">Then use the process below to resolve the conflict:</div></div><h3 style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: normal; letter-spacing: -0.5px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 5px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">Step One: Set the Scene</span></h3><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">If appropriate to the situation, agree the rules of the <a href="http://www.mindtools.com/pages/article/newLDR_81.htm#irb" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #e36313; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;" target="_self">IBR Approach</a> (or at least consider using the approach yourself.) Make sure that people understand that the conflict may be a mutual problem, which may be best resolved through discussion and negotiation rather than through raw aggression.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">If you are involved in the conflict, emphasize the fact that you are presenting your perception of the problem. Use <a href="http://www.mindtools.com/CommSkll/ActiveListening.htm" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #e36313; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;" target="_self">active listening</a> skills to ensure you hear and understand other's positions and perceptions.</div></div><ul style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; list-style-type: disc; margin-bottom: 10px; margin-left: 30px; margin-right: 20px; margin-top: 5px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><li style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">Restate.</li>
<li style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">Paraphrase.</li>
<li style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">Summarize.</li>
</ul><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">And make sure that when you talk, you're using an adult, <a href="http://www.mindtools.com/stress/pp/Assertiveness.htm" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #e36313; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;" target="_self">assertive</a> approach rather than a submissive or aggressive style.</div></div><h3 style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: normal; letter-spacing: -0.5px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 5px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">Step Two: Gather Information</span></h3><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">Here you are trying to get to the underlying interests, needs, and concerns. Ask for the other person's viewpoint and confirm that you respect his or her opinion and need his or her cooperation to solve the problem.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">Try to understand his or her motivations and goals, and see how your actions may be affecting these.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">Also, try to understand the conflict in objective terms: Is it affecting work performance? damaging the delivery to the client? disrupting team work? hampering decision-making? or so on. Be sure to focus on work issues and leave personalities out of the discussion.</div></div><ul style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; list-style-type: disc; margin-bottom: 10px; margin-left: 30px; margin-right: 20px; margin-top: 5px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><li style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">Listen with empathy and see the conflict from the other person's point of view.</li>
<li style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">Identify issues clearly and concisely.</li>
<li style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">Use "I" statements.</li>
<li style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">Remain flexible.</li>
<li style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">Clarify feelings.</li>
</ul><h3 style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: normal; letter-spacing: -0.5px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 5px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">Step Three: Agree the Problem</span></h3><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">This sounds like an obvious step, but often different underlying needs, interests and goals can cause people to perceive problems very differently. You'll need to agree the problems that you are trying to solve before you'll find a mutually acceptable solution.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">Sometimes different people will see different but interlocking problems – if you can't reach a common perception of the problem, then at the very least, you need to understand what the other person sees as the problem.</div></div><h3 style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: normal; letter-spacing: -0.5px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 5px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">Step Four: Brainstorm Possible Solutions</span></h3><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">If everyone is going to feel satisfied with the resolution, it will help if everyone has had fair input in generating solutions. Brainstorm possible solutions, and be open to all ideas, including ones you never considered before.</div></div><h3 style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: normal; letter-spacing: -0.5px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 5px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">Step Five: Negotiate a Solution</span></h3><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">By this stage, the conflict may be resolved: Both sides may better understand the position of the other, and a mutually satisfactory solution may be clear to all.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">However you may also have uncovered real differences between your positions. This is where a technique like <a href="http://www.mindtools.com/CommSkll/NegotiationSkills.htm" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #e36313; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;" target="_self">win-win negotiation</a> can be useful to find a solution that, at least to some extent, satisfies everyone.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">There are three guiding principles here: Be Calm, Be Patient, Have Respect.</div></div><div class="w480" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #505050; float: left; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; height: auto; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 12px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: center; width: 480px;"><div class="w480tilegrey" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: initial; background-origin: initial; background-position: 0% 0%; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; float: left; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 15px; padding-right: 15px; padding-top: 5px; text-align: left; width: 450px;"><h2 style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: normal; letter-spacing: -0.5px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 3px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 15px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">Key Points</span></h2><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 5px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">Conflict in the workplace can be incredibly destructive to good teamwork.</div></div><div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 5px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">Managed in the wrong way, real and legitimate differences between people can quickly spiral out of control, resulting in situations where co-operation breaks down and the team's mission is threatened. This is particularly the case where the wrong approaches to conflict resolution are used.</div></div><div class="bottomoftipbox" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 3px; padding-left: 10px; padding-right: 5px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;">To calm these situations down, it helps to take a positive approach to conflict resolution, where discussion is courteous and non-confrontational, and the focus is on issues rather than on individuals. If this is done, then, as long as people listen carefully and explore facts, issues and possible solutions properly, conflict can often be resolved effectively</div></div><div class="bottomoftipbox" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 3px; padding-left: 10px; padding-right: 5px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;"><br />
</div></div><div class="bottomoftipbox" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 3px; padding-left: 10px; padding-right: 5px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: justify;"><a href="http://www.mindtools.com/pages/article/newLDR_81.htm">sumber</a></div></div></div></div>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-52078959256802570122011-07-03T01:09:00.000-07:002011-07-03T01:09:08.438-07:00Indonesia Mengupayakan Penyelesaian Konflik Kamboja dan Thailand Secara Damai<div>Indonesia dalam kapasitasnya sebagai Ketua ASEAN turut membantu penyelesaian konflik perbatasan Thailand dan Kamboja. penyelesaian koflik kedua negara bertetangga ini dilakukan secara multi track ditingkat bilateral, regional dan global secara simultan dan saling mendukung. Menlu RI menegaskan bahwa Pendekatan militer bukan merupakan jalan keluar bagi sengketa perbatasan kedua Negara. Meskipun diakui kompleksitas permasalahan perbatasan yang dihadapi kedua negara, namun Indonesia menggarisbawahi masalah ini harus diselesaikan dengan cara-cara damai, yaitu melalui dialog dan negosiasi.</div><div><br />
</div><div><br />
</div><div>PADA tanggal 7-8 Februari 2011, melalui kunjungan kami ke Phnom Penh dan Bangkok, kami mendapatkan kesempatan untuk mendengar secara langsung dari kedua pihak atas isu yang saat ini mereka sedang hadapi. </div><div><br />
</div><div>Tentunya, tidak terdapat keraguan sedikitpun atas kompleksitas permasalahan perbatasan yang dihadapi Thailand dan Kamboja. Meskipun demikian, tidak ada alasan apapun bahwa isu ini tidak dapat diselesaikan dengan cara-cara damai, yaitu melalui dialog dan negosiasi. </div><div><br />
</div><div>Indonesia memandang, bukanlah sebuah keniscayaan, pendekatan militer merupakan jalan keluar bagi isu sengketa perbatasan bagi kedua Negara termaksud. Tentunya tanpa harus mengecilkan tantangan yang kita hadapi, Indonesia melihat dan menditeksi adanya celah peluang. Dari hasil diskusi kami di Bangkok dan Kamboja, Indonesia setidaknya menemukan 3 kesimpulan yang prinsip. Kami telah berbagi 3 kesimpulan ini dengan kedua Negara dan dengan seluruh Negara anggota ASEAN lainnya. </div><div> </div><div>Tidak ada satu pihakpun yang menolaknya. </div><div>Pertama, Indonesia meyakini, bahwa terdapat keinginan dan komitmen kedua pihak untuk dapat menyelesaikan perbedaan dan perselisihan diantara keduanya melalui cara-cara damai. Tentunya hal tersebut, selaras dengan hal-hal prinsip yang selama ini telah dilakukan oleh Negara ASEAN yang terefleksikan dalam “Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama” (TAC) dan Piagam ASEAN. Melalui dokumen inti ASEAN dimaksud, seluruh Negara ASEAN, termasuk didalamnya Thailand dan Kamboja, berjanji untuk menyelesaikan perbedaan dan perselisihan diantara mereka dengan cara-cara damai dan untuk menolak agresi dan penggunaan maupun ancaman kekuatan senjata.</div><div><br />
</div><div> ASEAN memiliki keinginan kuat untuk menjamin bahwa komitmen tersebut senantiasa ditegakkan oleh kedua pihak terkait. </div><div>Dukungan DK PBB terhadap ajakan bagi seluruh pihak untuk dapat menyelesaikan perselisihan dengan cara-cara damai, sesuai dengan Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama/TAC dan Piagama ASEAN, menurut hemat Indonesia akan konstruktif. </div><div><br />
</div><div>Kedua, Indonesia memiliki keyakinan, bahwa kedua pihak mengakui adanya kebutuhan untuk menstabilkan situasi di lapangan (wilayah perbatasan); guna menjamin gencatan senjata dilaksanakan.</div><div><br />
</div><div> Komunikasi yang dilakukan kedua Pemerintahan kepada DK PBB maupun pernyataan yang baru saja disampaikan oleh kedua Menteri Luar Negeri menggambarkan adanya perbedaan interpretasi terhadap situasi dan kondisi terjadinya insiden perbatasan baru-baru ini.</div><div><br />
</div><div> Masing-masing pihak mengklaim bersikap divensif dan bersikap damai, dan melemparkan tanggung jawab kepada pihak lain sebagai yang memprovokasi insiden perbatasan. Meskipun demikian, keinginan baik kedua pihak harus bisa diterjemahkan. Keyakinan dan kepercayaan harus dibangun di lapangan. Insiden militer baru-baru ini mengilustrasikan bahwasanya, setidaknya terdapat kesenjangan komunikasi, persepsi dan kesalahan persepsi. Hal tersebut menyebabkan, pada akhirnya, adanya rangkaian kekerasan dan konflik yang sesungguhnya tidak diinginkan kedua pihak.</div><div><br />
</div><div> Oleh karena itu, terdapat kebutuhan untuk membangun sistem komunikasi pada tingkat lokal dan tingkat tinggi di antara kedua pihak yang lebih dapat diandalkan. Mungkin dengan adanya dukungan pihak ketiga, dapat dijamin bahwa gencatan senjata dapat dilaksanakan. Untuk menguatkan keyakinan pada komitmen masing-masing pihak untuk melaksanakan gencatan senjata dan untuk menghindari terjadinya asumsi terburuk dan reaksi balasannya. Setidaknya, terdapat kebutuhan nyata bagi kedua pihak untuk membuat komitmen pada tingkat yang lebih tinggi guna menghormati gencatan senjata.</div><div><br />
</div><div> DK PBB kiranya dapat bersama-sama ASEAN menghimbau kedua pihak untuk menghormati dan mematuhi gencatan senjata dan dalam kaitan ini, mendukung upaya-upaya ASEAN terkait hal tersebut. Komitmen untuk menyelesaikan permasalahan dengan cara-cara damai dan menghormati gencatan senjata, merupakan dua hal yang sangat esensial jika kita ingin menciptakan kondisi yang kondusif agar proses negosiasi dapat berjalan dengan baik. Ini menjadi kesimpulan ketiga yang Indonesia yakini dari hasil kunjungan yang kami lakukan pada tanggal 7-8 Februari 2011 yang lalu. Kita semua sudah pernah memperdebatkan masalah ini sebelumnya.</div><div> Perdebatan antara efektifitas solusi bilateral yang dipertentangkan dengan solusi kawasan dan tentunya juga solusi global dalam menyelesaikan suatu konflik ataupun perselisihan yang berkepanjangan.</div><div><br />
</div><div> Salah satu pihak dalam perselisihan ini memiliki keinginan agar isu ini diselesaikan secara bilateral. Pihak lainnya tidak memiliki keyakinan terhadap efektifitas pendekatan bilateral dimaksud. Sejujurnya, bilateral, regional dan tentunya upaya global, jangan dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri dan meniadakan satu dengan yang lainnya. Semua pendekatan tersebut bukan merupakan pilihan yang berdiri sendiri, melainkan kesemuanya itu dapat saling melengkapi dan menguatkan. </div><div>Negosiasi dan kesepakatan di tingkat bilateral merupakan sesuatu yang fundamental. Pada akhirnya, tidak ada pengganti dari kesepakatan bilateral dimaksud; khususnya jika hal tersebut terkait dengan isu perbatasan.</div><div><br />
</div><div> Namun demikian, dukungan atau fasilitasi regional merupakan hal yang penting untuk membantu menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembicaraan bilateral dimaksud; untuk menghilangkan adanya rasa tidak percaya, dan meningkatkan keyakinan dalam proses serta menjamin penghormatan terhadap hasil akhirnya.</div><div> </div><div>ASEAN dapat memberikan kontribusi yang berharga. </div><div> DK PBB kiranya dapat menyampaikan dukungan atas upaya ASEAN untuk memfasilitasi dan secara aktif mendorong kedua pihak untuk meningkatkan upaya-upaya guna menyelesaikan perselisihan diantara kedua pihak dengan cara-cara damai. </div><div> </div><div>Apa langkah kedepannya? </div><div> Untuk mengantisipasi hasil dari pertemuan DK PBB saat ini, Indonesia selaku Ketua ASEAN, telah sampaikan keinginan untuk mengadakan pertemuan Menlu Negara ASEAN di Jakarta pada tanggal 22 Februari 2011. Indonesia menyambut positif, baik pihak Kamboja maupun Thailand telah siap dan menyetujui dengan cepat rencana pertemuan tersebut.</div><div><br />
</div><div> Berdasarkan komunikasi yang telah kami lakukan, Indonesia memandang adanya 3 sasaran yang prinsipil dan saling menguatkan: </div><div> Pertama, ASEAN mengajak dan mendorong kedua pihak terkait untuk mewujudkan komitmennya untuk menyelesaikan secara damai perselisihan yang ada dan menolak penggunaan dan ancaman untuk menggunakan kekuatan sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama atau TAC di Asia Tenggara dan Piagam ASEAN;</div><div> Kedua, ASEAN mendukung upaya yang dilakukan kedua pihak untuk menjamin penghormatan terhadap gencatan senjata. Penguatan modalitas komunikasi kiranya dapat mulai diajukan; dan</div><div> Ketiga, Upaya ASEAN untuk menjamin kondisi yang kondusif untuk memulai kembali perundingan antara kedua belah pihak. ASEAN kiranya dapat memfasilitasi pembicaraan bilateral dimaksud dan senantiasa diinformasikan perkembangannya oleh kedua pihak terkait mengenai garis besar perkembangannya.</div><div> </div><div>DK PBB kiranya dapat menyampaikan dukungannya terhadap rencana pertemuan Menlu ASEAN tersebut. </div><div>Kawasan Asia Tenggara merupakan kawasan yang telah mengalami banyak perubahan. Kawasan kami menyadari betul akibat dari suatu konflik. Pada saat yang bersamaan kita semua menyadari hasil dan dampak positif dari adanya kondisi persahabatan dan kerjasama. Keamanan bersama artinya kesejahteraan bersama dan kemajuan bersama. </div><div><br />
</div><div>Kita tidak akan membiarkan hilangnya berbagai keberhasilan yang telah dicapai. </div><div> ASEAN senantiasa berada di garis terdepan dalam mondorong kawasan Asia Tenggara untuk menjadi Komunitas ASEAN pada tahun 2015. Dalam 3 pilar ASEAN, yaitu Pilar Ekonomi, Sosial Budaya dan Politik Keamanan. Dalam komunitas tersebut, penyelesaian permasalahan dengan penggunaan cara kekerasan dan kekuatan bukanlah suatu norma yang berlaku. Kita meyakini situasi terkini antara Kamboja dan Thailan merupakan suatu pengecualian dan hal anomali yang unik. </div><div> Sungguh, meskipun tantangan saat ini yang dihadapi antara dua Negara utama ASEAN, kerjasama diantara Negara ASEAN, antara ASEAN dan kawasan terdekatnya, melalui proses ASEAN Plus One dan Plus Three, maupun East Asia Summit, akan terus berlanjut. ASEAN saat ini sedang memfokuskan untuk memainkan peran sentral dalam pembentukan arsitektur kawasan yang lebih luas.</div><div><br />
</div><div> Selanjutnya, sesuai dengan tema ASEAN tahun 2011 yaitu “ASEAN community in a global community nations”, ASEAN saat ini sedang mengidentifikasi peta jalan untuk menguatkan kontribusi ASEAN dalam isu-isu global; Platform bersama ASEAN dalam isu-isu global yang ASEAN memiliki kepedulian bersama. </div><div> ASEAN sebagai kontributor positif terhadap solusi berbagai permasalahan global dunia. </div><div> Pendek kata, Presiden DK PBB, ASEAN memiliki dorongan yang kuat untuk menjamin bahwa kesulitan yang saat ini dihadapi kedua Negara anggotanya dapat diselesaikan dengan cara-cara damai dan bersahabat.</div><div> </div><div>Bising peluru dan dentuman artileri harus senyap di kawasan Asia Tenggara. </div><div> Oleh karenaya, kami meminta adanya sinergi dari langah-langkah yang diambil DK PBB untuk mendukung upaya-upaya ASEAN dan utamanya untuk mendukung dan memberikan insentif bagi kedua pihak, Kamboja dan Thailand untuk menyelesaikan perbedaannya secara damai, sesuai dengan keanggotaannya dalam keluarga bangsa-bangsa ASEAN; dan sebagai anggota dari komunitas global bangsa-bangsa. (Sumber : Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011).</div>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-65606827893959320142011-07-03T01:03:00.000-07:002011-07-03T01:03:13.544-07:00Menanti Diplomasi Tingkat Tinggi Indonesia dalam Konflik Thailand-Kamboja<table class="contentpaneopen" style="color: #333333; font-family: Helvetica, Arial, FreeSans, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 16px; width: 570px;"><tbody>
<tr><td style="font-family: Helvetica, Arial, FreeSans, sans-serif;" valign="top"><div align="justify">Belum tercapainya solusi nyata dalam pertemuan <em>Joint Border Committee </em>(JBC) antara Thailand dengan Kamboja pada awal April 2011 dan pecahnya kembali pertempuran antar militer kedua negara pada akhir April 2011, menjadi sinyal bahwa Indonesia sebagai ketua ASEAN 2011 dituntut untuk bisa membuktikan pengaruh dan kepemimpinannya di kawasan Asia Tenggara.</div><div align="justify"><br />
Dalam pertemuan yang berlangsung di Istana Bogor pada 7-8 April 2011 yang lalu, setidaknya ada dua hal yang menunjukkan peran Indonesia yang masih dianggap lemah. Pertama, ketidakhadiran Menteri Luar Negeri Thailand dalam pertemuan tersebut. Kedua, belum disepakatinya kerangka acuan kerja pengiriman tim pemantau yang merupakan usulan Indonesia oleh kedua negara yang berkonflik. Prinsip nonintervensi yang dianut ASEAN kemudian sering dijadikan alasan atas ketidakmauan/ ketidakmampuan Indonesia untuk menekan Thailand dan Kamboja secara lebih tegas. Jika hal ini dibiarkan, maka bukan mustahil bahwa konflik ini akan kembali dibawa dalam level bilateral tanpa campur tangan ASEAN seperti yang selama ini diinginkan Thailand, atau dibawa ke level internasional seperti yang pernah dilakukan Kamboja.</div><div align="justify"><br />
Citra lemah Indonesia sebagai ketua ASEAN 2011 semakin diperparah dengan pecahnya kembali pertempuran antarmiliter kedua negara yang dimulai pada 22 April 2011. Pertempuran ini seolah mengacuhkan hasil pertemuan JBC di mana kedua pihak sepakat untuk mengedepankan jalur diplomasi dalam menyelesaikan konflik. Bahkan, pertempuran tersebut kini tidak lagi terjadi di sekitar Candi Preah Vihear, tetapi meluas ke arah barat sejauh 153 km, yaitu di Candi Ta Moan dan Ta Krabey dan mengundang reaksi Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki Moon, agar kedua negara melakukan genjatan senjata (<em>Reuters,</em> 24 April 2011). Padahal pada Februari lalu, PBB sudah memercayakan penanganan konflik ini ke ASEAN, setelah Menteri Luar Negeri Indonesia melakukan lobi ke New York. Dengan demikian, pertempuran ini seolah-olah menampilkan bahwa Indonesia tidak mampu mengemban kepercayaan PBB tersebut.</div><div align="justify"><br />
<strong>Perselisihan dalam Pendekatan Penyelesaian Konflik</strong><br />
Konflik antara Thailand dengan Kamboja yang memanas sejak 2008 lalu sebenarnya bukanlah konflik perebutan atas Candi Preah Vihear karena Mahkamah Internasional pada 1962 telah memutuskan bahwa candi tersebut milik Kamboja. Thailand dan Kamboja mempermasalahkan daerah seluas 4,6 km persegi di sekitar candi tersebut. Konflik ini telah menjadi komoditi politik domestik di kedua negara.</div><div align="justify"><br />
Mengingat kekalahannya di Mahkamah Internasional 1962, Thailand hanya mau menyelesaikan konflik dalam level bilateral. Dalam posisi ini, Thailand secara angka lebih kuat dibandingkan Kamboja. Sementara itu, Kamboja lebih percaya diri melibatkan pihak luar, baik PBB maupun ASEAN. Keterlibatan pihak luar dipercaya bisa menaikkan posisi tawar Kamboja di mata Thailand. Sedangkan Indonesia yang secara moral merasa bertanggung jawab terhadap keamanan regional, merasa perlu melokalisir konflik agar bisa diselesaikan dalam kerangka regional ASEAN. Ketidaksamaan pendekatan yang ingin digunakan oleh ketiga pihak tersebut menyebabkan konflik ini terus berlanjut hingga sekarang.<br />
<br />
<strong>Konflik Internal Thailand sebagai Penghambat Perundingan </strong><br />
Secara formal, Thailand dan Kamboja sebenarnya sudah mau duduk bersama dalam pertemuan yang difasilitasi ASEAN seperti yang yang dilakukan pada 22 Februari 2011 di Jakarta. Kala itu, menteri luar negeri kedua negara sepakat untuk menerima tim pemantau dari Indonesia. Hasil pertemuan ini juga menyepakati pertemuan JBC di Bogor pada April 2011 yang seharusnya juga melibatkan menteri pertahanan kedua negara. Jika Perdana Menteri (PM) Kamboja, Hun Sen, menyatakan dukungannya atas keputusan ini, maka sikap yang berbeda ditunjukkan pihak Thailand. Menteri Pertahanan Thailand, Prawit Wongsuwan, menyatakan tidak akan menghadiri JBC tersebut dan menolak kehadiran tim pemantau dari Indonesia di wilayah yang disengketakan karena dianggap sebagai wujud campur tangan pihak luar (<em>The Nation, </em>25 Maret 2011). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perbedaan pandangan dalam domestik Thailand sendiri antara kementerian luar negeri dengan kementerian pertahanan.</div><div align="justify"><br />
Jika melihat latar belakang politik Thailand di mana kekuatan militer sangat berpengaruh, maka masa depan perundingan yang difasilitasi ASEAN akan semakin suram. Sebagai perbandingan, Menteri Luar Negeri Thailand pada kabinet ke-57 dijatuhkan oleh Mahkamah Konstitusi karena mendukung pendaftaran Candi Preah Vihear sebagai situs warisan dunia oleh Kamboja, padahal sebelumnya Menteri Pertahanan Thailand memprotes pendaftaran tersebut. Oleh karena itu, peran Perdana Menteri Thailand dalam melakukan koordinasi internal kabinetnya mutlak diperlukan untuk bisa merumuskan posisi Thailand sebagai satu kesatuan, sehingga usaha untuk menegosiasikan kepentingan nasional masing-masing negara menjadi keputusan yang <em>win-win solution</em> bisa lebih mudah diwujudkan.</div><div align="justify"><br />
<strong>Peran Indonesia sebagai Ketua ASEAN</strong><br />
Walaupun penyelesaian konflik dengan mendudukkan Thailand dan Kamboja secara bersama belum menunjukkan hasil, Indonesia melalui kementerian luar negeri terus bergerak mencari celah dengan mengadakan pertemuan informal secara terpisah dengan Kamboja dan Thailand. Indonesia setidaknya tidak perlu merisaukan Kamboja karena negara ini telah menunjukkan itikad baik dengan bersedia mendatangkan menteri luar negerinya pada pertemuan JBC awal bulan ini, dan juga bersedia menerima tim pemantau dari Indonesia. Hal yang harus dirisaukan Indonesia adalah sikap Thailand yang masih bercabang. Di satu sisi, Kementerian Luar Negeri Thailand mau menerima pendekatan yang ditawarkan ASEAN. Di sisi lain, kementerian pertahanannya bersikeras menggunakan pendekatan bilateral tanpa campur tangan Indonesia. Tampaknya, Indonesia harus lebih intensif melobi pihak Thailand, tidak hanya menteri luar negerinya tetapi seluruh pihak yang berkepentingan dalam kabinet Thailand. Secara khusus, Indonesia melalui kementerian pertahanan dan TNI harus bisa mendekati militer Thailand yang punya pengaruh besar dalam peta politik Thailand. Hal ini perlu dilakukan karena pernyataan terbaru PM Abhisit Vejjajiva yang menyiratkan bahwa Thailand tetap bertahan untuk menggunakan jalur bilateral menunjukkan bahwa apa yang sudah diusahakan dan disepakati Menteri Luar Negeri Thailand, Kamboja, dan Indonesia pada 22 Februari 2011 seolah tidak berarti. Selain itu, Indonesia juga harus berani mengadakan diplomasi tingkat tinggi antar kepala negara. Dalam hal ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta pemimpin negara ASEAN lainnya seharusnya memberikan perhatian yang lebih terhadap isu ini tanpa harus terjebak pada ketakutan terhadap tuduhan intervensi.</div><div align="justify"><br />
Oleh karena itu, Pertemuan Tingkat Tinggi ASEAN yang akan diadakan pada 7-9 Mei 2011 nanti menjadi sangat krusial karena akan mempertemukan perdana menteri dari kedua negara, di mana sikap resmi Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva sebagai perwakilan tertinggi Thailand akan sangat menentukan proses penyelesaian konflik perbatasan Thailand-Kamboja</div></td></tr>
</tbody></table>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-10527456507606495612011-05-14T11:21:00.000-07:002011-05-14T11:21:11.684-07:00RESOLUSI KONFLIK ARAB-ISRAEL<div class="content"> <div style="text-align: justify;">I. Latar Belakang</div><div style="text-align: justify;">Konflik Arab dan Israel pada dasarnya adalah memperebutkan wilayah di tanah Palestina dan sekitarnya, yang dilakukan oleh Israel untuk memperbesar daerah kekuasaannya. Bermula dari tulisan wartawan Austria keturunan Yahudi, Theodore Herzl, yang merupakan pendiri gerakan zionisme, yang berjudul “Der Judenstaat” (Negara Yahudi). Dalam tulisan tersebut, ia berpendapat bahwa masalah Yahudi hanya dapat dipecahkan dengan mendirikan negara Yahudi di Palestina atau di tempat lain. Sebelum adanya tulisan ini, sudah terjadi emigrasi secara bertahap para orang Yahudi yang tinggal di luar negeri untuk kembali ke tanah Palestina, dan setelah adanya tulisan tersebut terjadi gelombang emigrasi massal yang lebih besar lagi. Gelombang emigrasi massal yang disebut “aliyah” ini berdatangan dari berbagai negara: Rusia, Rumania, Polandia, Bulgaria, Yugoslavia, Aman, Aden, Jerman, dan negara – negara Afrika.<br />
Kemudian satu tahun sesudahnya (1897) diadakan Kongres pertama zionis di Basle, Swiss. Para peserta kongres sepakat perlunya ada negara sendiri tetapi mereka belum tahu dimana negara sendiri itu dan bagaimana mendapatkannya. <span id="more-24"></span>Para “aliyah” ini bertambah mendapat angin setelah Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur J. Balfour, mengirim surat pada Lord Rothchild, salah seorang tokoh zionis, yang berisi pemberitahuan tentang dukungan pemerintah Inggris kepada gerakan zionis untuk mendirikan negara di Palestina. Surat yang dikirim pada tanggal 2 November 1917 itu kemudian dikenal dengan sebutsn Deklarasi Balfour.<br />
<br />
Pada tahun 1918, Palestina yang sebelumnya dikuasai oleh Turki, jatuh di tangan kekuasaan Inggris. Kemudian pada bulan September 1923, Liga Bangsa – Bangsa secara resmi menyerahkan mandat kepada Inggris untuk mengurus wilayah Palestina, dan pada tahun 1922 keluar “buku putih” Inggris mengenai pembagian wilayah di tanah Palestina. Dari sinilah timbul ketidakpuasan dari orang – orang Palestina tentang pemukiman orang – orang Yahudi dan mereka juga menentang didirikannya tanah air Bangsa Yahudi.<br />
Pada bulan November 1947, PBB mengeluarkan Resolusinya no.181 (II) yang memutuskan untuk membagi tanah Palestina menjadi dua bagian: Yahudi dan Palestina. Orang – orang Yahudi menerima akan keputusan tersebut tetapi Palestina dan negara – negara Arab lainnya menolak. Satu tahun kemudian tepatnya 14 Mei 1948, Israel memproklamasikan kemerdekaannya yang dilakukan oleh David Ben Gurion, sehari setelah mandat Inggris di Palestina berakhir. Kemerdekaannya ini ternyata diikuti dengan melakukan perang terhadap Yordania dan Mesir untuk memperebutkan Tepi Barat dan Jalur Gaza. Perang berakhir pada tahun berikutnya (1949) dengan kemenangan di pihak Israel dan ditandai dengan gencatan senjata dengan Mesir, Libanon, Yordania, dan Suriah.<br />
Ternyata Israel berusaha untuk memperbesar wilayah kekuasaannya dengan berusaha merebutnya dari negara – negara tetangganya. Hal tersebut dilakukannya secara terus menerus, yang kalau dihitung Israel sudah melakukan empat kali perang besar dengan negara – negara tetangganya maupun dengan orang – orang Palestina sendiri. Pada tahun 1956, Israel membantu Inggris dan Perancis untuk menyerang Mesir, karena pemimpim Mesir pada waktu tersebut, Gamal Abdel Nasser, menasionalisasi Terusan Suez. Lalu pada tahun 1967 Israel menyerang Mesir , Suriah, dan Yordania selama enam hari lamanya. Pada perang ini akhirnya membawa Israel pada kemenangannya dengan menduduki Semenanjung Sinai, Dataran Tinggi Golan, Jalur Gaza, dan Tepi Barat. Pada tahun 1973, Israel mendapatkan serangan mendadak dari Mesir dan Suriah untuk merebut kembali Semenanjung Sinai dan Dataran Tinggi Golan. Perang antara Israel dengan Mesir dan Suriah ini disebut sebagai perang Yom Kippur karena terjadi persis pada hari suci menurut kalender Yahudi, Hari Yom Kippur. Inilah kekalahan pertama Isreal dalam perang – perangnya. Dari situ kita bisa melihat bahwa pada akhirnya, permasalahan perebutan wilayah ini tidak hanya dengan dengan bangsa Palestina saja tetapi juga dengan negara – negara tetangga lainnya, sehingga menimbulkan perhatian khusus dari dunia internasional.<br />
Berbagai usaha untuk mendapatkan perdamaian di kawasan Timur Tengah ini dilakukan, yang diantaranya dengan melakukan perundingan – perundingan. Berbagai perundingan dilakukan baik antara Israel dengan negara – negara Arab itu sendiri maupun dengan bangsa Palestina. Perundingan – perundingan tersebut dimotori oleh PBB dan oleh negara – negara besar yang berkepentingan atas kawasan sekitar tersebut , seperti Amerika Serikat. Sebagai contoh adalah pertemuan di Camp David, Amerika Serikat, pada bulan Maret 1979 antara Israel dengan Mesir yang dimotori oleh mantan presiden Amerika Serikat, Jimmy Carter, yang menghasilkan kesepakatan damai pada tanggal 17 September 1977. Namun ternyata ada harga yang mahal yang harus dibayar untuk usaha – usaha peerdamaian tersebut. Presiden Mesir, Anwar Sadat, mati terbunuh sebagai akibat ditandatanganinya kesepakatan damai antara Mesir dan Israel. Ia terbunuh pada tanggal 6 Oktober 1981 pada saat menghadiri parade militer untuk memperingati pwerang pada tahun 1973 melawan Israel. Tidak hanya itu saja, Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin, juga tertembak mati dalam sebuah kampanye perdamaian di Tel Aviv pada tanggal 5 November 1995. Ia dibunuh oleh seorang pemuda Yahudi fanatik yang menentang adanya perdamaian antara Israel dan Palestina.<br />
Sebenarnya dari perundingan – perundingan tersebut sudah menunjukkan hasil – hasil yang cukup menggembirakan untuk tercapainya perdamaian. Hal ini bisa kita lihat seperti adanya hasil perundingan Camp David antara Mesir dan Israel pada tahun 1979, yang menghasilkan kesepakatan damai. Lalu pada tahun 1993 di Oslo, Norwegia, antara Menteri Israel, Yithzak Rabin, dan pemimpin PLO, Yasser Arafat, yang pada akhirnya menandatangani “Deklarasi Prinsip – Prinsip” tentang rencana otonomi Palestina di wilayah pandudukan. Tak lupa juga pada tanggal 4 Mei 1994, Israel dan Palestina menandatangani kesepakatan yang memberikan otonomi pertama kepada Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang sudah diduduki Israel sejak 1967, yang ditandai dengan penyerahan Jericho ke polisi Palestina. Tetapi dari sebagian kesepakatan – kesepakatan yang dicapai oleh kedua belah pihak yang bertikai, sering kali terjadi pelanggaran – pelanggaran dalam pelaksanaannya oleh Israel. Hal ini seringkali menimbulkan kemarahan dari pihak lawan – lawannya, terutama untuk Palestina (dalam hal ini adalah PLO yang mewakilinya).<br />
Sampai saat ini, pihak Palestina terus melakukan perlawanan – perlawanan terhadap zionis Israel, baik secara diplomatik maupun secara kekerasan. Dan pada saat memasuki abad ke 20, pertikaian antara kedua belah pihak semakin meruncing, yang dapat kita lihat dengan perlawanan – perlawanan, seperti aksi – aksi bom bunuh diri oleh masyarakat Palestina, invasi militer/agresi Israel ke pemukiman Palestina dan lain sebagainya. Apalagi baru – baru ini, Israel kembali melakukan agresinya ke wilayah Palestina yang dimulai pada tanggal 29 Mart 2002 yang lalu. Bahkan Agresi militer ini dilukiskan sebagai agresi yang terbesar sejak perang Libanon pada tahun 1982. Agresi Israel ini dikawatirkan akan meluaskan konflik antara Israel dan Palestina, yang sudah berlangsung lebih dari setengah abad, menjadi konflik regional yang melibatkan banyak negara Arab dan bahkan Iran. Hal ini menunjukkan akan adanya kegagalan – kegagalan secara nyata atas setiap apa yang dilakukan oleh kedua belah pihak untuk mencapai perdamaian.<br />
Sampai sejauh ini baik organisasi internasional maupun negara – negara yang sudah mengupayakan akan adanya perdamaian di kawasan Timur Tengah ini antara Israel dengan lawan – lawannya, terutama dengan Palestina, bisa kita lihat tidak menghasilkan adanya perdamaian yang menguntungkan bagi kedua pihak. Hal ini menimbulkan dua pertanyaan untuk dibahas pada saat ini. Yang pertama, mengapa usaha – usaha perdamaian yang dimotori oleh PBB ataupun oleh negara – negara besar lainnya selalu mengalami kegagalan dalam artian yang nyata ? Kemudian yang kedua, langkah – langkah apakah yang seharusnya dilakukan untuk mewujudkan perdamaian di kawasan Timur Tengah, terutama antara Israel dengan Palestina?</div><div style="text-align: justify;">II. Kerangka Pemikiran<br />
Landasan dan kerangka pemikiran yang dipergunakan dalam menganalisa konflik Arab-Israel ini adalah berdasarkan pada asumsi-asumsi dasar dan srategi perdamaian Liberalisme. Dimana, Liberalis memiliki kecenderungan menggunakan cara-cara kooperatif, negosiasi dan diplomasi dalam menyelesaikan sengketa di bandingkan dengan menggunakan kekuatan militer. Bagi Liberalis damai didapat dengan perang (peace is prior to war) dan sebaliknya “war is necessary evil”<br />
Pandangan war as a necessary evil yang melihat perang sebagai sebuah kejahatan yang perlu dilakukan untuk perdamaian, melahirkan doktrin ius ad bellum yang terdiri dari tiga landasan filosofis Liberalis, antara lain :<br />
Landasan pertama adalah tentang kemungkinan penerapan perang sebagai suatu instrumen untuk mencapai kepentingan tertentu. Namun hal ini dapat dilakukan dengan syarat: pertama, tujuan perang adalah menciptakan perdamaian positif, yang dipandang sebagai suatu proses untuk menciptakan tradisi penciptaan alternatif-alternatif resolusi konflik yang tidak memungkinkan diterapkannya opsi penggunaan kekerasan. Kedua, perang bukanlah sesuatu yang dikehendaki, dan karenanya harus dijadikan sebagai pilihan terakhir (last resort) yang terpaksa dipilih karena eksplorasi alternatif yang lain gagal.<br />
Landasan kedua adalah Authority, yaitu ssebuah negara dapat mendeklarasikan perang terhadap negara lain dan secara moral deklarasi itu dapat dinilai sebagai just war hanya jika deklarasi itu dideklarasikan oleh pemerintah yang sah (authority), ditujukan murni unutk pertahanan (causta iusta), dan peperangan dilakukan untuk menciptakan kembali perdamaian (intentio recta), sehingga satu-satunya motivasi perang adalah untuk mempertahankan diri dari agresi lawan (legitimate self-defense).<br />
Landasan ketiga adalah bahwa setiap usaha yang dilakukan dalam pertempuran tidak boleh melanggar standar-standar moral/standar HAM yang ada yang mengacu pada syarat diskriminasi (membedakan tindakan terhadap combatant dan noncombatant) dan proportionalitas (mengkalkulasikan biaya dan kerusakan yang timbul akibat perang).<br />
Meskipun dalam paham Liberalis meyakini war = justify (dibenarkan), namun tetap saja Liberalis sangat menekankan penyelesaian konflik dengan jalan negosiasi dan diplomasi yang jauh dari tindakan-tindakan kekerasan serta mengupayakan terciptanya positive peace, perdamaian yang dapat diselesaikan hingga ke akar persoalan sehingga kondisi damai tersebut bertahan terus menerus yaitu apa yang disebut Immanuel Kant sebagai perpetual peace , dan hal tersebut hanya dapat tercapai dengan prinsip-prinsip demokrasi.<br />
Pemikiran Liberalis penting lainnya adalah menjadikan individu atau institusi non negara sebagai unit utama analisanya. Institusi dipandang dapat mengurangi negara dari unsur kalkulasi kepentingan sendiri menjadi seberapa besar bagi setiap tindakan mereka memberikan dampak terhadap power-nya. Institusi adalah variabel indenpenden dan kemampuan menghindarkan negara dari perang.<br />
Dalam resolusi konflik, Liberalis juga cenderung menggunakan institusi sebagai pihak ketiga (third party Intervention). Intervensi pihak ketiga dalam menyelesaikan konflik dianggap penting oleh Liberalis dikarenakan asumsi mereka bahwa penyelesaian konflik harus memberikan keuntungan/keputusan yang sama baiknya bagi pihak yang bersengketa (positive sum game). Sebaliknya Institusi sering menjadi alat kepentingan negara, sehingga konflik juga sering dipandang sebagai alat pemenuhan kepentingan pihak tertentu.<br />
Liberalis yakin bahwa kerjasama negara dalam sebuah institusi internasional dapat terwujud bukan sekedar distribusi power saja sebab pandangan liberalis tentang sistem internasional tidak terlalu buruk. Kaum Liberalis juga menolak analogi politik bagaikan hutan rimba dan lebih mengumpamakan menanam perang atau damai, tergantung sang pelaksana. Tentu pengolahan yang dilakukan bagaimana caranya sistem internasional ini menjadi damai. Bekerja sendiri atau self – help dari aktor mustahil mampu menciptakan perdamaian tersebut. Harus ada kerjasama antar aktor politik internasional dan kerjasama itu diwujudkan dalam struktur kelembagaan yaitu: institusi dan organisasi internasional.<br />
Mengenai sistem internasional, kaum liberalis memiliki asumsi; pertama, lebih menekankan kepada penjelasan mengapa kerjasama ekonomi dan lingkungan lebih dimungkinkan. Kedua, kerjasama tersebut akan mengurangi perang. Ketiga, kecurangan dianggap sebagai faktor yang dapat menghambat kerjasama internasional.Keempat, institusi akan memberikan jalan keluar untuk mengadapi persolaan dan kelima, pembentukan institusi akan mengekang negara melakukan tindakan berbahaya.<br />
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, Liberalis memiliki causal logic sebagai berikut. Pertama, rintangan utama bagi terjadinya sistem kooperatif yang saling menguntungkan adalah Threat of Cheating atau ancaman berbuat curang untuk mengungguli dimana negara selalu berusaha memaksimalkan kepentingan yang kan diraihnya tanpa peduli apa yang kan diperoleh pihak lain. Kedua, guna memecahkan problem tersebut maka setiap pihak membatasai yang lainnya dengan cara merumuskan collective interest. Ketiga, institusi harus menangkap cheater dan melindungi korban namun secara fundamental tidak mengubah norma prilaku-prilaku negara tersebut.<br />
Dalam Liberalisme, ada beberapa bentuk institusi internasional, yang pertama adalah institusi sebagai alat pengikat antara pihak lain dan diri sendiri. Model ini penting untuk memudahkan membuat suatu ikatan atau komitmen yang dapat dipercaya. Kedua adalah institusi sebagai alat inovatif, yang dapat dijadikan alat delegasi oleh negara untuk menyelesaikan berbagai macam persengketaan, menyelesaikan krisis dan ketiga adalah institusi sebagai alat atau penyebab perubahan melalui hasil-hasil yang dikeluarkannya.<br />
Leberalis memiliki strategi perdamaian yang mengedepankan upaya-upaya yang jauh dari militeristik demi tercapainya perdamaian yang positif. Strategi perdamaian tersebut antara lain adalah: pertama, menciptakan aktor keamanan baru. Dimana, Liberal selalu memiliki kecenderungan pada pembentukan sebuah institusi dalam menyelesaikan konflik.<br />
Strategi perdamaian Kedua yang ditawarkan Liberalis, adalah menciptakan keamanan yang unidimensional. Strategi kedua ini menurunkan teori functionalism, intregrasi, dan teori fungsi integrasi. Teori functionalism diungkapkan oleh David Mitrany sebagai sebuah sebuah “working peace system” yang menggunakan aspek sosio-historikal. Dalam hal ini Mitrany melakukan kategorisasi secara implisit menjadi tiga konsep yang diangkat dari pendekatan normatif dan historis tersebut, yaitu; inclusion/exclusion, economic/social processes dan dialectical evolutionism.<br />
Inklusif/ekslusif sebagai model institusi politik dianggap sebagai salah satu pedekatan yang baik dalam mengakomodasi nilai-nilai dan kebutuhan sosial ekonomi individu. Maka semakin inklusif institusi politik, semakin besar pula kemampuannya beradaptasi dengan kebutuhan individu, serta semakin tinggi pula dukungan/wakil internasional yang datang. Sedangkan proses sosial/ekonomi digambarkan dengan “economic interdependence”, terutama dalam pembangungan teknologi global dan dalam Dialectical evolusionism, ada dugaan bahwa progresifitas sejarah terjadi atas proses dilaektika.<br />
Sementara teori integrasi, merupakan teori turunan yang berhubungan dengan adanya proses-proses integrasi berdasarkan kepentingan ekonomi, seperti European Union (EU), North Atlantic Free Trade Area (NAFTA). Teori turunan terakhir yaitu teori fungsional integrasi. Dalam teori ini ditegaskan secara jelas batas-batas yang mengatur hubungan militer antar negara. Kerjasama militer yang dibenarkan dalam Liberalis hanyalah yang bersifat institutionalization, seperti collective security/defense pact.<br />
Strategi perdamaian ketiga, yaitu pengaturan resource. Pengaturan atau distribusi resource atau sumber daya ini berdasarkan prinsip-prinsip kapitalisme. Interaksi yang terjadi adalah “Positive Sum Game”, dimana harus mampu menghasilkan keputusan yang adil dan keuntungan di dua belah pihak, khususnya untuk distribusi sumberdaya.<br />
Terakhir adalah Identity, yaitu berangkat dari prinsip cosmopolitant Identity (Immanuel Kant) yang mengatakan bahwa setiap manusia mengingainkan kebebasan, dan keinginan kebebasan itu dapat diwujudkan dalam bentuk kesatuan (federasi/republik) yang demokratis.<br />
Asumsi-asumsi dasar dari perspektif Liberal tersebut yang kemudian akan dipergunakan sebagai kerangka berfikir dalam memahami, mengevaluasi dan memprediksikan persoalan-persoalan dalam konflik Arab-Israel yang akan diulas dalam bagian berikutnya.</div></div>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-65095618335850732962011-05-14T11:00:00.001-07:002011-05-14T11:32:37.867-07:00ASEAN APEC DAN ASEM1. ASEAN( Asociation south east Asian Nation)<br />
ASEAN adalah asosiasi yang terbuka dan suka rela dari negara-negara Asia Tenggara. Asosiasi ini tidak mengenal persyaratan atau tekad untuk menyerahkan kekuasaan dalam pengaturan atau pelaksanaan kepada lembaga supra nasional. ASEAN juga terbuka dalam dua hal penting, kerjasama politik dan ekonomi tidak dirancang untuk merugikan negara non- anggota dan ASEAN Free Trade Area (AFTA) dilaksanakan dalam cara yang sangat berwawasan keluar. Pehimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) merayakan hari jadinya yang ke-42 pada 8 Agustus 2009 dengan ditandai banyak kerja sama yang telah dirintis dan dilaksanakan para anggotanya baik di bidang ekonomi, politik, budaya, bahkan olahraga.<br />
Kini di saat krisis global melanda dunia, perubahan iklim mulai terasa serta makin ketatnya persaingan perdagangan antarnegara, ASEAN diharapkan tidak hanya mampu bertahan tapi juga meningkatkan daya saingnya terhadap negara-negara lain di segala bidang. Salah satu usaha ASEAN dalam mewujudkan cita-cita ini adalah dengan menandatangani komitmen Komunitas ASEAN 2015, kerja sama memperkuat perekonomian kawasan ASEAN, menumpas virus flu babi, menghadapi perubahan iklim, serta berbagai Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) yang sedang dirancang dengan negara mitra kerja ASEAN seperti China, Korea Selatan, Australia dan Selandia Baru.<br />
Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda menyatakan optimistis cita-cita menuju Komunitas ASEAN yang terdiri atas 10 negara di kawasan Asia Tenggara akan tercapai pada 2015. “Komunitas ASEAN yang telah disepakati pada Piagam ASEAN yang disahkan 15 Desember 2008, secara otomatis akan meningkatkan kewibawaan ASEAN di mata dunia. Upaya untuk mewujudkan Komunitas ASEAN itu dilakukan dalam bentuk peningkatan ekonomi sub-kawasan ASEAN, dengan membangun jaringan komunikasi dan sektor perhubungan udara. Sejumlah negara di ASEAN telah memiliki jalur penerbangan yang memudahkan hubungan antarnegara tersebut. Komunitas ASEAN sendiri terdiri atas tiga pilar yakni komunitas politik keamanan, komunitas ekonomi dan komunitas sosial budaya.<br />
Namun, usaha-usaha tersebut juga menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah dengan belum direalisasikan sepenuhnya berbagai perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani baik oleh lingkup internal negara-negara anggota ASEAN maupun ASEAN dengan negara mitra kerjanya. Masyarakat ASEAN hendaknya benar-benar merasakan manfaat semua perjanjian yang telah ditandatangani untuk mewujudkan Komunitas ASEAN tahun 2015, masyarakat bisa mendapat biaya pendidikan yang setara antarsesama negara anggota, perdagangan antarnegara bisa lebih lancar dan biaya transportasi murah serta penegakan HAM di negara-negara anggotanya bisa lebih ditingkatkan. Jika tantangan lingkup internal sudah diselesaikan, hubungan eksternal ASEAN dengan negara mitra lain pun juga akan semakin baik.<br />
II. ASIA PACIFIC ECONOMIC CO-PERATION (APEC)<br />
APEC adalah singkatan dari Asia-Pacific Economic Cooperation atau Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik. APEC didirikan pada tahun 1989. APEC bertujuan mengukuhkan pertumbuhan ekonomi dan mempererat komunitas negara-negara di Asia Pasifik.<br />
1. Latar Belakang Pembentukan APEC<br />
Konperensi negara-negara kawasan Asia Pasifik yang dilaksanakan atas prakarsa Australia pada bulan November 1989 di Canberra merupakan forum antar pemerintah yang kemudian dikenal dengan nama “Asia Pacific Ekonomic Cooperation” atau disingkat APEC. Latar belakang berdirinya APEC ditandai dengan kebutuhan pembangunan ekonomi regional akibat globalisasi sistem perdagangan, dan adanya perubahan berbagai situasi politik dan ekonomi dunia sejak pertengahan tahun 1980-an.<br />
Kemajuan teknologi di bidang transportasi dan telekomunikasi semakin mendorong percepatan perdagangan global yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan yang cepat pada pasar uang, arus modal, dan meningkatnya kompetisi untuk memperoleh modal, tenaga kerja terampil, bahan baku, maupun pasar secara global. Globalisasi perdagangan ini mendorong meningkatnya kerja sama ekonomi di antara negara-negara seka-wasan seperti Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) yang menerapkan sistem pasar tunggal untuk Eropa; North American Free Trade Area (NAFTA) di kawasan Amerika Utara; ASEAN Free Trade Area (AFTA) di kawasan Asia Tenggara; dan Closer Economic Relations (CER) yang merupakan kerja sama ekonomi antara Australia dan Selandia Baru.<br />
Perubahan-perubahan yang terjadi pada dekade 80-an juga ditandai oleh berakhirnya perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet dan diikuti dengan berkurangnya persaingan persen-jataan. Forum-forum internasional yang seringkali didominasi dengan pembahasan masalah pertahanan dan keamanan, mulai digantikan dengan pembahasan masalah-masalah ekonomi dan perdagang-an. Sejalan dengan perubahan tersebut, timbul pemikiran untuk mengalihkan dana yang semula digunakan untuk perlombaan senjata ke arah kegiatan yang dapat menunjang kerja sama ekonomi antar negara.<br />
Kerja sama APEC dibentuk dengan pemikiran bahwa dinamika perkembangan Asia Pasifik menjadi semakin kompleks dan di antaranya diwarnai oleh perubahan besar pada pola perdagangan dan investasi, arus keuangan dan teknologi, serta perbedaan keunggulan komparatif, sehingga diperlukan konsultasi dan kerja sama intra-regional. Anggota ekonomi APEC memiliki keragam-an wilayah, kekayaan alam serta tingkat pembangunan ekonomi, sehingga pada tahun-tahun per-tama, kegiatan APEC difokuskan secara luas pada pertukaran pandangan (exchange of views) dan pelaksanaan proyek-proyek yang didasarkan pada inisiatif-inisiatif dan kesepakatan para anggotanya.<br />
2. Tujuan Pendirian APEC.<br />
Pada Konperensi Tingkat Menteri (KTM) I APEC di Canberra tahun 1989, telah disepakati bahwa APEC merupakan forum konsultasi yang longgar tanpa memberikan “Mandatory Consequences” kepada para anggota-nya. Dari kesepakatan yang diperoleh dalam pertemuan tersebut dapat disimpulkan bahwa APEC memiliki dua tujuan utama:<br />
1. Mengupayakan terciptanya liberalisasi perdagangan dunia melalui pembentukan sistem perdagangan multilateral yang sesuai dengan kerangka GATT dalam rangka memajukan proses kerja sama ekonomi Asia Pasifik dan perampungan yang positif atas perundingan Putaran Uruguay.<br />
2. Membangun kerja sama praktis dalam program-program kerja yang difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang menyangkut penyelenggaraan kajian-kajian ekonomi, liberalisasi perdagangan, investasi, alih teknologi, dan pengembangan sumber daya manusia.<br />
Sesuai kepentingannya, APEC telah mengembangkan suatu forum yang lebih besar substansinya dengan tujuan yang lebih tinggi, yaitu membangun masyarakat Asia Pasifik dengan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang merata melalui kerja sama perdagangan dan ekonomi. Pada pertemuan informal yang pertama para pemimpin APEC di Blake Island, Seattle, Amerika Serikat tahun 1993, ditetapkan suatu visi mengenai masyarakat ekonomi Asia Pasifik yang didasarkan pada semangat keterbukaan dan kemitraan; usaha kerja sama untuk menyelesaikan tantangan-tantangan dari perubahan-perubahan; pertukaran barang, jasa, investasi secara bebas; pertumbuhan ekonomi dan standar hidup serta pendidikan yang lebih baik, serta pertumbuhan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.<br />
Pada pertemuan tersebut disepakati bahwa Visi APEC adalah : memanfaatkan kekuatan dari keberagaman ekonomi negara anggota:<br />
- memperkuat kerja sama dalam rangka meningkatkan kemak-muraN.<br />
- membangun semangat keter-bukaan dan kemitraan yang mendalam.<br />
- mencapai pertumbuhan ekonomi yang dinamis dan berkelanjutan.<br />
- berperan serta dalam memper-kuat perekonomian dunia.<br />
- mendorong terciptanya sistem perdagangan internasional yang terbuka.<br />
- mengurangi hambatan perda-gangan dan investasi.<br />
- memanfaatkan kemajuan di bidang telekomunikasi dan transportasi.<br />
- melindungi kualitas udara, air, dan kawasan hijau.<br />
- mengatur dan memperbaharui sumber-sumber energi untuk memberikan rasa aman pada masa yang akan datang.<br />
Pada Pertemuan Para Pemimpin APEC kedua ini yang menjadi pokok bahasan adalah arah ekonomi APEC pada 25 tahun mendatang. Dalam deklarasi mereka yang dikenal dengan “Declaration of Common Resolve” , Para Pemimpin ekonomi menyetujui untuk menentukan sasaran mengenai waktu perdagangan dan investasi bebas di wilayah APEC, yakni:<br />
- tahun 2010 bagi anggota ekonomi maju (industrialized economies).<br />
- tahun 2020 bagi anggota ekonomi yang sedang berkembang (developing economies).<br />
Selanjutnya APEC akan memberikan kesempatan bagi anggota ekonomi yang sedang berkembang untuk meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonominya secara berkesinam-bungan dan pembangunan yang merata dalam rangka menjaga kestabilan perekonomiannya. Pada pertemuan ketiga di Osaka, Jepang, Para Pemimpin APEC mulai menterjemahkan Visi Blake Island and Declaration of Common Resolve/ Bogor dalam suatu cetak biru untuk melaksanakan komitmen mereka atas perdagangan dan invesatsi yang bebas dan terbuka, fasilitasi bisnis, dan kerja sama ekonomi serta kerjasama tehnik antar anggota. Agenda pembahasan yang dikenal dengan Aksi Osaka terdiri dari dua bagian pokok yaitu:<br />
- bagian pertama, menyangkut masalah liberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan invesatsi.<br />
- bagian kedua, menyangkut kerja sama ekonomi dan tehnik di bidang energi dan transportasi, infrastruktur, usaha kecil dan menengah, dan teknologi pertanian.<br />
Untuk mewujudkan pelaksanaan Agenda Aksi Osaka ini telah ditetapkan Rekening Khusus untuk pembiayaan proyek-proyek yang mendukung agenda tersebut.<br />
Pertemuan keempat Para Pemimpin APEC telah meng-hasilkan suatu rencana aksi yang dikenal dengan nama Manila Action Plan for APEC atau MAPA, di antaranya Rencana Aksi Individual (RAI) dan Rencana Aksi Kolektif (RAK). Dalam pertemuan ini dilaporkan kemajuan atas kegiatan bersama para anggota APEC untuk mencapai sasaran Deklarasi Bogor mengenai perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka di wilayah APEC pada tahun 2010 dan 2020; serta kegiatan bersama di antara para anggota sesuai dengan bagian kedua dari Agenda Aksi Osaka. MAPA menyerukan enam thema untuk Aksi tersebut, yaitu :<br />
- peningkatan akses pada pasar barang.<br />
- peningkatan akses pada pasar jasa.<br />
- sistem investasi yang terbuka.<br />
- penurunan biaya usaha.<br />
- sektor infrastruktur yang terbuka dan efisien.<br />
- peningkatan kerja sama ekonomi dan teknik.<br />
Dalam rangka kerja sama ekonomi dan tehnik ditetapkan enam bidang kerja sama, yaitu:<br />
- pengembangan sumber daya manusia.<br />
- pengembangan pasar modal yang aman dan efisien.<br />
- upaya memperkuat infrastruktur ekonomi.<br />
- pemanfaatan teknologi masa depan.<br />
- peningkatan pertumbuhan yang berkesinambungan.<br />
- pertumbuhan usaha kecil dan menengah.<br />
Dalam Pertemuan kelima Para Pemimpin APEC, Para Pemimpin menegaskan kembali komitmen dan keinginan mereka atas usaha untuk mengembangkan Rencana Aksi Individu (RAI) dan memperbaiki Rencana Aksi tersebut setiap tahun. Para Pemimpin APEC mengesahkan kesepakatan para menteri APEC yang menyatakan bahwa Aksi Individu tersebut akan dilaksanakan sejalan dengan liberalisasi sektoral sukarela yang dipercepat (Early Voluntary Sectoral Liberalization atau disingkat EVSL) pada 15 sektor dengan ketentuan akan diajukan pada tahun 1998, dan dilaksanakan mulai tahun 1999. Para Pemimpin APEC yakin bahwa partisipasi penuh dan aktif dari para anggota ekonomi dalam mendukung WTO merupakan kunci pokok bagi kemampuan APEC untuk melanjutkan dan memperkuat sistem perdagangan global. Para Pemimpin juga menyambut baik kemajuan forum-forum APEC dalam melibatkan dunia usaha, para akademisi dan ahli, kelompok wanita dan pemuda dalam kegiatan pada tahun 1997, serta mendorong mereka untuk melanjutkan usaha-usaha tersebut<br />
Pertemuan keenam ini menitikberatkan pada strengthening the Foundation for Growth. Para Pemimpin APEC menegas-kan keyakinannya atas fundamental ekonomi yang kuat dan prospek pulihnya ekonomi Asia Pasifik. Mereka menyetujui untuk mengejar suatu strategi pertumbuhan secara bersama guna mengakhiri krisis keuangan. Mereka menjanjikan usaha-usaha memperkuat jaring pengaman sosial, sistem keuangan, arus perdagangan dan investasi, penerapan ilmu dan teknologi, pengembangan sumber daya manusia, infrastruktur ekonomi, dan keterkaitan antara usaha dan perdagangan sehingga memberikan dasar dan penetapan langkah untuk menuju pertumbuh-an yang berkesinambungan pada abad 21. Pada Pertemuan tersebut disetujui pula mengenai Kuala Lumpur Action Program on Skills Development yang bertujuan untuk mendukung terciptanya pertumbuhan yang berkesinam-bungan serta merata, yaitu dengan mengurangi disparitas ekonomi dan mengembangkan kehidupan sosial masyarakat melalui pengembangan keahlian/kecakapan.<br />
Fokus utama pertemuan ketujuh Para Pemimpin APEC adalah untuk merespon krisis keuangan Asia 1997, menanam-kan kembali kekuatan pertum-buhan dan investasi di wilayah APEC dengan mendorong liberali-sasi dan fasilitasi perdagangan dan investasi, serta memperkuat kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia. Pada per-temuan New Zealand ini ada tiga pokok thema yang dibahas, yaitu :<br />
- liberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan investasi.<br />
- usaha memperkuat pasar.<br />
- upaya mengembangkan du-kungan terhadap APEC.<br />
Pada tanggal 15-16 November 2000, Para Pemimpin APEC mengadakan pertemuan ke-8 di Bandar Seri Begawan. Ada 3 subtema yang dibahas pada pertemuan tersebut, yaitu : Building Stronger Foundations, Creating New Opportunities, dan Making APEC Matter More. Pembahasan tersebut menekan-kan pada kelanjutan usaha penguatan pasar, pemanfaatan revolusi teknologi, dan peningkatan hubungan dengan masyarakat APEC secara luas. Subtema-subtema tersebut dirancang untuk mengakomodasi 3 bidang yang merupakan prioritas utama bagi kegiatan APEC tahun 2000, yakni : Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Sumber Daya Manusia (SDM), dan Teknologi Informasi (TI).<br />
<br />
<br />
III. ASEM DAN APEC MEMBANGUN MASYARAKAT ASEAN<br />
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, sikap sukarela dan fleksibel dari ASEAN telah mempengaruhi pendekatan kerjasama yang digunakan dalam APEC. Penekanan mengenai keterbukaan dan nondiskriminasi dalam Agenda Aksi Osaka mencerminkan kepentingan yang kuat ASEAN dalam menjamin bahwa peningkatan kerjasama ekonomi dikawasan Asia Pasifik tidak boleh mengorbankan hubungan ekonomi global ASEAN, termasuk hubungan ekonominya dengan negara-negara Eropa. Perhatian mengenai hubungan dengnan negara-negara di kawasan Asia Pasifik tampaknya mendasari pendekatan ASEAN maupun APEC, proses ASEM yang baru diperkirakan akan bersifat sukarela, didasarkan pada rasa saling menghormati dan saling menguntungkan, evolusioner dan konsisten dengan keterpaduan APEC. Disamping ASEm, beberapa atau seluruh negara anggota ASEAN juga terlibat dalam beberapa prakarsa lainnya yang bertujuan untuk mempererat hubungan ekonomi dengnan kelompok negara lainnya. Prakarsa ini antara lain ,mencakup EAEC (yang negara-negara anggotanya kini mewakili Asia dalam ASEM). Maupun upaya dalam memperkuat hubungan antara ASEAN dan pengaturan Australia New Zealand Close Ekonomic Relations ada gunanya bagi ASEAn untuk menyepakati serangkaian prinsip pedoman dasar bagi perkembangan mereka. Prinsip-prinsip semacam itu dapat menjamin bahwa semua prakarsa ini sangat didasarkan pada konsep keterbukaan, kesamaan dan perkembangan, ditambah lagi dengan kebutuhan untuk mempertahankan keterpaduan ASEAN. Dalam konteks ini masing-masing negara anggota ASEAN berkepentingan untuk menjalin kerjasama dengnan negara-negara bukan anggota ASEAn dengan cara yang tidak mengganggu kepentingan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Oleh karena itu, seluruh negara anggota ASEAN dapat sepakat untuk menetapkan prinsip nondiskriminasi sebagaimana terkandung dalam Konsensus Kuching kedalam prinsip-prinsip umum baru kerjasama ekonomi negara-negara lain dalam APEC maupun hubungan yang baru-baru ini dihidupkan kembali dengnan negara-negara Eropw melalui ASEM tidak akan melemahkan keterpaduan ASEAn.<br />
Tujuan utamanya dalah untuk menegaskan bahwa, mengingat sifat sukarela dan keterbukaan ASEAn, semua negara anggoata ASEAN bkan saja bebas, melainkan juga harus didorong , untuk mengembangkan kerjasa yang lebih erat dengan semua negara lain di dunia. Dalam pada itu, setiap rencana kerjasama yang melibatkan negara-negara anggota ASEAN harus benar-benar mempertimbangkan kepentingan seluruh negara anggota ASEAN. Ini dapat dicapai dengan menerapkan prinsip “klub terbuka” sebagaimana yang telah diuraikan di atas, agar dapat menjamin bahwa rencana kerjasama semacam itu tidak menciptakan sumber-sumber diskriminasi baru dalam ASEAN dan membuat ketentuan jelas bagi negara-negara anggota ASEAn lainnya untuk ikut serta dalam rencana kerjasama itu apabila mereka menginginkannya. Prinsip transparansi, nondiskriminasi dan keterbukaan semacam itu, setelah disepakati, tidak perlu bersifat mengikat. Komitmen yang kuat dari seluruh negara anggota terhadap kepaduan ASEAN akan lebih dari cukup untuk menjamin adanya komitmen bahwa negara-negara itu menghormati prinsip-prinsip tersebut.<br />
Penerapan prinsip-prinsip semacam itu juga bisa dilakukan dengan cara yang dapat mencerminkan niat ASEAN untuk mempertahankan hubungan ekonomi yang sama bermanfaatnya dengan seluruh negara mitra dagangnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan prinsip pedoman tambahan, yakni bahwa pemerintah negara-negara anggota ASEAN akan menerapkan berbagai usulan kebijakan guna memudahkan atau meliberalisasikan perdagangan dan investasi dengan ekonomi-ekonomi non-ASEAN hanya apabila usulan kebijakan itu tidak mengarah kepada segala bentuk diskriminasi baru terhadap setisp negara mitra dagang lainnya, entah itu negara-negara di kawasan Asia Pasifik lainya, di Eropa atau dibelahan dunia lainnya.<br />
Apabila ASEAN dan kemudian juga seluruh ekonomi di Asia Timur menerapkan prinsip “klub terbuka” tadi, maka prinsip-prinsip tersebut juga pasti diterima oleh seluruh negara-negara anggota APEC maupun negara-negara mitra dialog di Asia Timur lainnya dalam ASEM. Pendekatan “lingkar konsentris semacam itu dapat menjadi cara paling praktis dalam membantu oercobaan-percobaan baru dalam kerjasama ekonomi antar kawasan ini iuntuk menerapkan prinsip-prinsip kerjasama ekonomi tang lebih erat dan konsisten dengnan kepentingan-kepentingan mereka dengnan negara-negara lain didunia maupun dengan kepentingan mereka untuk mengesampingkan sistem perdagangan multilateral yang didasarkan pada peraturan-peraturan.<br />
<br />
ASEM dan APEC adalah lembaga-lembaga antar-kerjasama daerah yang berbeda dari satu lain sehubungan dengan keanggotaan, tujuan utama, struktur kelembagaan, dll. Meskipun demikian, mereka berbagi satu karakteristik utama yang membuat mereka sepadan dengan satu lain serta dengan koperasi daerah pengaturan di Asia Timur: kedua lembaga beroperasi Paling formatif norma ASEAN adalah mereka persetujuan, non-interferensi dan informal. Tentu saja ada lebih ASEAN norma-norma (Hund 2001; Harris 2002: 125) tetapi pengaruhnya terhadap kerja sama tidak sebagai . signifikan. Timur laut negara-negara Asia umumnya sama ini ASEAN menerima norma-norma (Kahler 2000), oleh karena itu kita dapat memanggil mereka Asia Timur Modus operandi kerjasama multilateral. Terhadap latar belakang ini hasil analisis dan APEC ASEM dapat berfungsi sebagai kerangka acuan untuk menilai nilai perjanjian kerjasama regional seperti proses APT sosial<br />
institutions . lembaga. Norma-norma ASEAN voluntarisme, persetujuan, non-gangguan dan<br />
informality play an important role in the process of community building although this role is not informal memainkan peran penting dalam proses pembangunan masyarakat walaupun peran ini tidak . terutama positif. Secara umum norma-norma ini tidak suka tidak berkontribusi positif pembelajaran kolektif . proses di antara anggota kelompok. Dengan kata lain, identifikasi secara bertahap dengan kelompok oleh individu anggota berdasarkan pengalaman positif agak sulit di bawah norma ASEAN.<br />
APEC dan ASEM sering dinilai oleh pengukuran efektivitas mereka / keampuhan. Sederhana tujuan yang dicapai oleh ASEM dan APEC account untuk kedua anggota dan pengamat 'perasaan umum kekecewaan. Tak seorang pun yang akrab dengan APEC akan serius menolak perbedaan antara anggota '(dan pengamat') harapan awal APEC dan tingkat dangka.akhirnya operasi dicapai dalam institusi. In the case of ASEM, expectations were Dalam kasus ASEM, harapan itu " (Köllner Namun, kekecewaan dan "forum kelelahan" (Köllner 2000: 12) telah menimpa proses ASEM juga. better Para ketua yang disebut pernyataan (baik dikenal sebagai "daftar cucian ') mengandung komprehensif dan agak kaleidoskopis daftar topik dan ASEM isu yang harus berurusan dengan daripada tujuan dan langkah-langkah yang tepat (Steiner 2000; Lehmann 2000). ASEM daerah dan isu-isu seperti, misalnya melawan kejahatan transnasional dan terorisme, eksploitasi anak, reformasi PBB, memperkuat WTO, meyakinkan perdamaian dunia, perdamaian di semenanjung Korea, dll .Salah satu masalah utama dengan ASEM dan APEC dan lembaga lainnya menerapkan norma-norma ASEAN terletak pada spesifik mendefinisikan kepentingan bersama dan mengelaborasi program kerja yang eksplisit. Pursuing Mengejar kepentingan bersama pasti kondusif untuk membangun identitas kolektif (Wendt 1994). Joint Joint keberhasilan atau kegagalan bersama dalam kerangka multilateral dampak pada anggota kelompok dalam cara psikologis. Tujuan dicapai bersama oleh sekelompok membantu setiap anggota untuk mengidentifikasi secara positif Sebaliknya, konstan ketidakefektifan atau kegagalan untuk mencapai tujuan memberikan tunggal anggota kelompok sedikit alasan untuk melihat nilai tertentu dalam kelompok. Namun, di bawah kondisi norma ASEAN merancang dan negosiasi yang spesifik dan agenda kerja menjadi sangat problematis lebih anggota Kelompok-kelompok tersebut.voluntarisme dan informal tidak membiarkan negosiasi yang bertujuan membentuk kelompok agenda. Bersama dengan norma persetujuan mereka delegitimize pengerahan tenaga dari tekanan lembut pada satu anggota, yang kadang-kadang kondisi yang diperlukan dalam mencapai suatu Jadi di bawah Norma negara ASEAN tidak bekerja di luar agenda yang mewakili sebuah kompromi antara anggota kepentingan individu dan kepentingan kelompok yang menyeluruh dan bahwa pada saat yang sama adalah Samar-samar dan terlalu umum digunakan dalam nada deklarasi resmi ASEAN norma-norma yang berlaku, baik regional atau antar daerah, adalah indikasi tentang hal ini.<br />
Dengan pandangan untuk membangun rasa kebersamaan efek adalah bahwa tidak ada anggota kelompok individu merasa diwajibkan untuk mengikuti yang umum yang ditetapkan untuk tujuan atau kepentingan-kepentingan partikularistik bawahan di bawah payung agenda bersama karena tidak ada tujuan jelas. Ada sangat sedikit insentif untuk anggota grup tunggal untuk menyesuaikan kepentingan individu mereka kepada orang-orang dari kelompok. Sebuah semangat masyarakat atau bahkan identitas kolektif tidak langsung dipupuk dengan cara ini. Jika politisi tahu dari awal bahwa itu sama sekali tidak sah untuk setuju untuk berkompromi mereka akan merasa tidak ada kewajiban moral untuk bekerja sama bertanggung jawab dengan tujuan kelompok, atau apapun. Hari ini, tampaknya seolah-olah perjuangan yang berkepanjangan ini untuk menentukan tujuan nyata APEC dan ketidakmampuan . Para anggotanya untuk menyepakati agenda umum dan tidak terbantahkan telah dinonaktifkan APEC. Bagi sebagian orang, APEC seharusnya telah berkembang menjadi sebuah platform untuk liberalisasi perdagangan dan investasi dengan mengikat perjanjian, kolektif beton kerangka waktu dan mekanisme penyelesaian sengketa. Untuk APEC tidak lebih dari sebuah forum diskusi ekonomi dan menawarkan kerjasama teknis operasi. Perjuangan yang sedang berlangsung atas pertanyaan mendasar ini tercermin dalam, misalnya, yang relatif terlambat pembentukan subkomite dalam perjuangan di atas adopsi rencana aksi individu untuk ecotech, dan anggota upaya untuk menggunakan KTT untuk APEC. APEC langsung baik di jalan menuju liberalisasi atau pada rute menuju. Di Akibatnya, peserta daerah lebih memilih untuk mencari kesepakatan perdagangan multilateral APEC di luar kerangka hari ini.<br />
Gaya Asia diplomasi biasanya menunjukkan preferensi untuk dialog atas keputusan mengikat keputusan. ASEM, APEC Jadi, untuk mengabaikan ASEM, APEC atau kelembagaan daerah lainnya hanya sebagai mana tempat mengambil tindakan kecil jatuh pendek dari kebenaran. Di atas semuanya, tidak menjelaskan umur panjang dari semua lembaga di bawah norma ASEAN. Umur panjang mereka disebabkan antara lain untuk pertumbuhan stabil proyek kolaborasi. Selama bertahun-tahun berbagai proyek telah dilakukan melalui ASEM dan APEC. Kadang-kadang, seperti dalam kasus Asia-Eropa Foundation (ASEF) sukses dan berguna institusi telah didirikan.<br />
Jadi norma ASEAN tidak mengganggu berkembangnya kerjasama dalam istilah kuantitatif terutama. Kerangka kerja multilateral yang ASEAN menerapkan norma-norma yang pasti lebih dari sederhana .Dilihat dari jumlah semata proyek itu pasti bisa dikatakan bahwa keseluruhan APEC dan ASEM bahkan telah cukup berhasil. Kunci untuk pertumbuhan ini dalam proyek-proyek dan inisiatif adalah kurangnya kegamblangan lazim di bawah ASEAN .norma-norma seperti norma informal. Kurangnya kegamblangan mengacu pada dua fitur dasar ASEM dan APEC.<br />
Pertama, itu berarti tidak adanya eksplisit dan mengikat aturan-aturan perilaku positif disepakati dalam lembaga, yaitu aturan-aturan yang menetapkan perilaku dalam kelompok. Kedua, itu berarti ketidakjelasan, yang telah disebutkan, dari agenda kedua lembaga. Ini dua fitur meninggalkan ruang yang cukup bagi anggota tunggal untuk luas pemimpin menafsirkan sebuah 'deklarasi .cahaya dari kepentingan individu sendiri. Kurangnya kegamblangan peserta diizinkan untuk memulai proyek tanpa memperhatikan ketat beberapa ada tujuan umum dan prinsip-prinsip ASEM dan APEC dan bukannya fokus pada kepentingan masing-masing.Akibatnya, banyak proyek tidak chairman's kolektif mencerminkan tujuan dan sasaran yang ditetapkan dalam pemimpin resmi 'deklarasi dan ketua pernyataan. Para koordinator ASEM di pihak Eropa, Komisi Eropa, telah mencoba mengandung pertumbuhan tak terbatas dengan memperkenalkan proyek Asia-Eropa Co-operation ,Framework (AECF) yang mencoba untuk mendefinisikan pemahaman yang lebih ketat kolektif .Tujuan, prioritas daerah, peraturan dan mekanisme kerja sama. Selain itu, Komisi Eropa juga mempublikasikan sebuah Daftar-pembanding berikut inisiatif baru dalam upaya untuk memesan tematis meningkatnya jumlah . proyek. Likewise, the Budget and Demikian pula, Anggaran dan Komite Manajemen sekretariat APEC diikuti sesuai dengan Buku Pedoman pada Proyek APEC yang pada dasarnya melayani tujuan yang sama sebagai AECF. Sebagai cara untuk membangun saling percaya, meningkatnya jumlah proyek dan dengan demikian peningkatan interaksi pada berbagai tingkatan, efeknya nol. Sebuah prasyarat penting bagi evolusi kepercayaan dan stabil Harapannya adalah prediktabilitas (Kohler-Koch 1989) yang tidak berkembang dengan mudah di bawah 'Asia' modus operandi. apa yang diprediksi di bawah norma informalitas adalah bahwa setiap orang akan mengejar / kepentingan pribadinya daripada grup manapun . kepentingan, karena yang terakhir tidak pernah jelas. Di samping itu, interaksi dalam ASEM dan APEC sering ditandai oleh kesewenang-wenangan. Yang lebih implisit dan aturan-aturan dan harapan yang tidak pasti adalah, anggota kelompok yang kurang memahami dan belajar dari satu sama lain (Kratochwil 1993) dan semakin sulit untuk membangun rasa saling percaya.Ini menjadi menonjol pada tingkat implementasi. Sebagai hasil dari norma informal tanggung jawab bidang didefinisikan secara luas dan fleksibel dan ad hoc terbuka untuk interpretasi ulang dalam ASEM dan APEC. Seringkali, wilayah kompetensi antara berbagai kelompok kerja dan gugus tugas dan para pejabat di berbagai komite yang kabur; subkomite, gugus tugas dan kelompok kerja yang bertanggung jawab untuk pelaksanaannya telah banyak ruang untuk menafsirkan tujuan dan prinsip-prinsip kerjasama.penanganan dari agenda ini didukung oleh tidak adanya prosedur eksplisit dan mengikat norma dan aturan.<br />
<br />
<br />
<br />
IV. KESIMPULAN<br />
Dari penjelasan diatas,dapat ditarik kesimpula bahwa, sikap sukarela dan fleksibel dari ASEAN telah mempengaruhi pendekatan kerjasama yang digunakan dalam APEC. Penekanan mengenai keterbukaan dan nondiskriminasi dalam Agenda Aksi Osaka mencerminkan kepentingan yang kuat ASEAN dalam menjamin bahwa peningkatan kerjasama ekonomi dikawasan Asia Pasifik tidak boleh mengorbankan hubungan ekonomi global ASEAN, termasuk hubungan ekonominya dengan negara-negara Eropa. Perhatian mengenai hubungan dengnan negara-negara di kawasan Asia Pasifik tampaknya mendasari pendekatan ASEAN maupun APEC, proses ASEM yang baru diperkirakan akan bersifat sukarela, didasarkan pada rasa saling menghormati dan saling menguntungkan, evolusioner dan konsisten dengan keterpaduan APEC. Disamping ASEm, beberapa atau seluruh negara anggota ASEAN juga terlibat dalam beberapa prakarsa lainnya yang bertujuan untuk mempererat hubungan ekonomi dengnan kelompok negara lainnya. Prakarsa ini antara lain ,mencakup EAEC (yang negara-negara anggotanya kini mewakili Asia dalam ASEM). Maupun upaya dalam memperkuat hubungan antara ASEAN dan pengaturan Australia New Zealand Close Ekonomic Relations ada gunanya bagi ASEAn untuk menyepakati serangkaian prinsip pedoman dasar bagi perkembangan mereka. Prinsip-prinsip semacam itu dapat menjamin bahwa semua prakarsa ini sangat didasarkan pada konsep keterbukaan, kesamaan dan perkembangan, ditambah lagi dengan kebutuhan untuk mempertahankan keterpaduan ASEAN. Dalam konteks ini masing-masing negara anggota ASEAN berkepentingan untuk menjalin kerjasama dengnan negara-negara bukan anggota ASEAn dengan cara yang tidak mengganggu kepentingan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Oleh karena itu, seluruh negara anggota ASEAN dapat sepakat untuk menetapkan prinsip nondiskriminasi sebagaimana terkandung dalam Konsensus Kuching kedalam prinsip-prinsip umum baru kerjasama ekonomi negara-negara lain dalam APEC maupun hubungan yang baru-baru ini dihidupkan kembali dengnan negara-negara Eropa melalui ASEM tidak akan melemahkan keterpaduan ASEAN.<br />
Referensi :<br />
http://jowo.jw.lt<br />
SUMBER: John H. Noer, Chokepoints: Maritime Economic Concerns in Southeast Asia, (Washington D.C.:<br />
National Defense University, 1996)<br />
D. Solidum, Towards a Southeast Asian Community (Quezon City: University of the Philippines Press, 1974),<br />
ASEAN dan Warisan Pola Politik, Kompas 11 Desember 1987.<br />
Lihat Richard Armitage, Forum, (Summer 1985) sebagaimana dikutip dalam Ibid., hal. 64-65.<br />
107 Lie Tek Tjeng, Asia Tenggara dalam Politik Global AS, Kompas (9 September 1991).hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-29499927460285233282011-05-14T10:59:00.000-07:002011-05-14T11:32:37.867-07:00PELUANG DAN TANTANGAN ASEAN MENUJU KESATUAN NEGARA-NEGARA ASIA TENGGARA<div style="text-align: justify;">1. PENDAHULUAN</div><div style="text-align: justify;">Di tengah ulang tahun ke-42 ASEAN, 8 Agustus 2009, kerja sama ASEAN memasuki tahapan berarti. Dengan piagam yang berlaku sejak 15 Desember 2008, ASEAN menjadi organisasi <span id="formatbar_Buttons" style="display: block;"><span class="" id="formatbar_JustifyFull" style="display: block;" title="Rata Penuh"></span></span>regional dengan aturan main yang jelas (rule-based) serta terbentuk sebagai legal personality dengan moto one vision, one identity, one community. Ke depan, praktis ASEAN bergerak dengan wajah baru. Inilah ASEAN baru.<br />
Kerja sama ASEAN baru disertai pembentukan Badan-badan Utama ASEAN, Committee of Permanent Representatives, penguatan peran Sekretaris Jenderal ASEAN (Sekretariat ASEAN), empat deputi sekretaris jenderal, serta cikal bakal terbentuknya badan HAM ASEAN (ASEAN Inter-governmental Commission on Human Rights) akan dilembagakan secara formal dalam KTT Ke-15 ASEAN di Thailand, 23-25 Oktober 2009.<br />
Sepuluh negara anggota, 28 negara lain termasuk mitra wicara, telah menunjuk wakil setingkat duta besar yang diakreditasikan ke Sekretariat ASEAN, adalah pengakuan penting, tak hanya terhadap ASEAN, tetapi juga pada eksistensi Piagam ASEAN. Semua kelengkapan itu dimaksudkan untuk membangun ASEAN yang lebih kuat dan solid menuju terbentuknya komunitas ASEAN 2015 dengan tiga pilar utamanya, yaitu politik dan keamanan, ekonomi pilar sosial, dan budaya. Diperlukan ASEAN baru yang lebih berorientasi pada masyarakat, yang pada gilirannya mampu menempatkan peran sentral ASEAN di tengah arsitektur peta kekuatan regional di kawasan. ASEAN, sentra kendali Mengapa ASEAN semakin relevan dan penting di tengah gejolak peta pergeseran kekuatan regional di kawasan ini? Mengapa ASEAN diperlukan sebagai sentra kendali bagi masyarakat ASEAN, yang terbentang di 10 negara anggota yang tersebar dari ujung Myanmar hingga ufuk timur Indonesia, Merauke?<br />
Bill Emmott, mantan editor harian The Economist, mengurai teori pergumulan kekuatan baru, rivalitas China, India, dan Jepang, yang akan mewarnai percaturan politik maupun perkembangan politik dan ekonomi di Asia, yang didefinisikan sebagai kumpulan negara yang secara geografis dikelilingi dua lautan besar tanpa batas yang jelas (Emmott, 2009). Prediksi Bill Emmott, paling tidak, membenarkan bahwa Asia memang memberi peluang sekaligus tantangan besar untuk ditaklukkan. Di tengah Asia yang tanpa batas itu, ASEAN terasa semakin relevan dan penting; tak hanya sebagai identitas suatu komunitas, tetapi juga sebagai arsitektur kekuatan baru. Abad interdependensi, di mana bola dunia bergulir, telah menempatkan ASEAN selama empat dasawarsa terakhir menjadi satu titik sentra kendali; kendali stabilitas dan keamanan regional; kendali kemajuan ekonomi regional dan kendali politik yang diakui dunia, bahwa ASEAN menjadi soko guru yang menjadi kekuatan besar untuk bertarung dan merebut peluang. Masa depan ASEAN Bagaimana ASEAN enam tahun ke depan? Komunike bersama para menteri luar negeri ASEAN di Phuket, 20 Juli 2009, menyatakan, ASEAN akan berkiprah secara global dan turut berperan dalam dunia yang semakin terintegrasi, memperkuat peran Sekretariat ASEAN dan badan-badan yang diamanatkan Piagam ASEAN menjelang terwujudnya Komunitas ASEAN 2015.<br />
Shared valued baru, ASEAN sebagai sentra kendali, adalah pilihan politik. Hard choices dalam buku Donald Emmerson mengungkap perlunya kelihaian ASEAN untuk mengurai tantangan internal secara nyata serta mengayunkan langkah ke luar, regionalisme baru ini, di tengah proses integrasi, keamanan, dan tuntutan demokrasi. Uraian tantangan internal guna mewujudkan komunitas ASEAN telah ditulis dengan baik dalam cetak biru tiga pilar utama komunitas ASEAN. Tantangan besar ke depan adalah implementasinya. Di sinilah peran sentral dan leadership Indonesia untuk mengawal dan memperjuangkan implementasinya. ASEAN yang prorakyat dan menjadi milik masyarakat, serta ASEAN yang memasyarakat adalah pesan masa kini dan satu dasawarsa ke depan. ASEAN baru harus mampu menciptakan kualitas hidup yang lebih baik dan menciptakan peta kehidupan regional yang lebih baik, berkualitas, dan bermartabat. Lingkar di dalam ASEAN yang semakin demokratis dan menghormati hak asasi manusia, dibarengi pergaulan ASEAN yang lebih luas dan diperhitungkan dunia, akan menjadikan ASEAN semakin relevan dan dibutuhkan keberadaannya. Terwujudnya tiga pilar komunitas ASEAN adalah tuntutan zaman, tak hanya bagi keberadaan organisasi ASEAN, lebih dari itu, menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang aman, mampu memberi harapan bagi rakyatnya, dan menjanjikan ruang kehidupan ekonomi yang lebih baik.<br />
Gambaran makro ASEAN dengan wajah baru ke depan—dengan tingkat pendalaman dan perluasan kerja sama dengan berbagai negara mitra wicara (AS, Uni Eropa, Australia, Selandia Baru. India, China, Jepang, Korea Selatan, dan Rusia)—memberi optimisme bahwa kawasan mampu menciptakan peluang dan sekaligus mengubah tantangan menjadi peluang. Indonesia sebagai salah satu pendiri ASEAN harus mampu mengawal dan menunjukkan kepemimpinannya dalam ASEAN dalam menyongsong terwujudnya komunitas ASEAN 2015. Ini menjadi kepentingan dan tugas bersama. Bukankah Mukadimah Piagam ASEAN dimulai dengan WE, The Peoples.<br />
<br />
II. KERJASAMA FUNGSIONAL ASEAN<br />
<br />
A. SITUASI LINGKUNGAN STRATEGIS<br />
Kondisi negara Republik Indonesia dan demokratisasi selama tahun 2009 ini merupakan signal positif bagi perkembangan politik, ekonomi,dan keamanan baik di dalam negeri maupun di kawasan. Hal ini juga membawa dampak di berbagai bidang, termasuk pengembangan aparatur negara ke arah yang leibh efektif dan efisien, antara lain melalui penataan kelembagaan. Kondisi ini membawa perubahan pula di tubuh instansi Departemen Luar Negeri (Deplu) yang tengah melakukan benah diri melalui proses restrukturisasi, baik di Pusat maupun Perwakilan RI yang telah berjalan dan terus disempurnakan.<br />
Dalam pengelolaan politik luar negeri yang bebas aktif Pemerintah Indonesia menempatkan ASEAN sebagai pilar utama. Menjelang abad ke-21, disepakati agar ASEAN mengembangkan suatu kawasan yang terintegrasi dengan membentuk suatu komunitas negara-negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil dan sejahtera, saling peduli, diikat bersama dalam kemitraan yang dinamis di tahun 2020. Untuk merealisasikan harapan tersebut dituangkan dalam Visi ASEAN 2020 di Kuala Lumpur tahun 1997 dan diperkuat dengan mengesahkan Bali Concord II pada KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yang menyetujui pembentukan Komunitas ASEAN (ASEAN Community) yang terdiri dari tiga pilar utama, yaitu Komunitas Keamanan ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN, dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN.<br />
Pencapaian Komunitas ASEAN semakin kuat dengan ditandatanganinya “Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015” oleh para Pemimpin ASEAN pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, 13 Januari 2007.<br />
B. KERJASAMA SOSIAL DAN BUDAYA<br />
Kerjasama di bidang sosial-budaya menjadi salah satu titik tolak utama untuk meningkatkan integrasi ASEAN melalui terciptanya “a caring and sharing community”, yaitu sebuah masyarakat ASEAN yang saling peduli dan berbagi. Kerjasama sosial-budaya mencakup kerjasama di bidang kepemudaan, perempuan, kepegawaian, penerangan, kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, penanggulangan bencana alam, kesehatan, pembangunan sosial, pengentasan kemiskinan, dan ketenagakerjaan serta Yayasan ASEAN.<br />
1. Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community)<br />
ASEAN Socio-Cultural Community (Komunitas Sosial Budaya ASEAN) merupakan salah satu pilar yang ingin dibangun ASEAN dalam rangka mendukung terbentuknya Komunitas ASEAN pada tahun 2015, seiring dengan dua pilar utama lainnya, yaitu pilar ASEAN Security Community dan ASEAN Economic Community .<br />
Salah satu sasaran yang ingin dicapai melalui pilar ASCC adalah memperkokoh rasa ke-kita-an (sense of we-ness atau we feeling) dan solidaritas sesama warga ASEAN. Membangun rasa ke-kita-an dan solidaritas bukan berarti menghilangkan karakteristik spesifik pada masing masing negara, namun lebih kepada keinginan untuk memperkuat rasa kebersamaan, persaudaraan serta rasa saling peduli dan saling memiliki terhadap komunitas yang sedang dibangun.<br />
Dengan adanya rasa solidaritas yang kuat, diharapkan masyarakat ASEAN dapat saling mendukung dalam mengatasi masalah kemiskinan, kesetaraan dan pembangunan manusia; saling mendukung dalam meminimalisir dampak sosial dari integrasi ekonomi dengan cara membangun suatu dasar sumber daya manusia yang kompetitif ; memperkuat penatalaksanaan lingkungan hidup yang hijau, bersih lestari dan berkelanjutan; serta memperkokoh identitas budaya menuju suatu Komunitas ASEAN, yang berbasis pada masyarakat (people centered).<br />
Sehubungan dengan hal ini, dalam BAB 1, Pasal 1 Piagam ASEAN telah tercantum mandat untuk berbagai kerjasama fungsional antara lain mengenai enhance good governance and the rule of law, protection of the regions’s environments, preservation of its cultural heritage, cooperation in education dan science and technology dan drugs-free environment. <br />
<br />
2. Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint)<br />
Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan terbentuknya ASEAN Socio-Cultural Community (ASSC), ASEAN telah menyusun suatu Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint) yang telah disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand, Februari 2009. Penyusunan rancangan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman (guidelines) bagi negara anggota ASEAN dalam persiapan menyongsong terbentuknya Komunitas ASEAN tahun 2015 melalui pilar sosial budaya.<br />
Cetak biru diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam memperkuat integrasi ASEAN yang berpusat pada masyarakat (people-centred) serta memperkokoh kesadaran, solidaritas, kemitraan dan rasa kepemilikan masyarakat (We Feeling) terhadap ASEAN. Rancangan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN memuat enam elemen utama (Core Element) & 348 Rencana Aksi (Action-lines). Struktur Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN adalah sebagai berikut:<br />
I. Pengantar (Introduction)<br />
II. Karakteristik dan Elemen-elemen (Characteristic and Elements)<br />
A. Pembangunan Manusia (Human Development), terdiri dari 60 action lines<br />
B. Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial (Social Welfare and Protection), terdiri dari 94 action lines<br />
C. Hak-Hak dan Keadilan Sosial (Social Justice and Rights), terdiri dari 28 action lines<br />
D. Memastikan Pembangunan yang Berkelanjutan (Ensuring Environmental Sustainability), terdiri dari 98 action lines<br />
E. Membangun Identitas ASEAN (Building ASEAN Identity), terdiri dari 50 action lines<br />
F. Mempersempit Jurang Pembangunan (Narrowing the Development Gap), terdiri dari 8 action lines<br />
III. Pelaksanaan dan Review Cetak Biru ASCC (Implementation and Review of the ASCC Blueprint)<br />
A. Mekanisme Pelaksanaan (Implementation Mechanism)<br />
B. Mobilisasi Sumber Daya (Resource Mobilisation)<br />
C. Strategi Komunikasi (Communication Strategy)<br />
D. Mekanisme Review (Review Mechanism)<br />
Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN diharapkan dapat segera diintegrasikan kedalam perencanaan pembangunan di masing masing negara ASEAN dan diimplementasi di tingkat nasional dan daerah. Kesuksesan implementasi ASCC Blueprint tentu memerlukan dukungan kuat dan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari Pemerintah, kalangan Masyarakat Madani maupun anggota masyarakat secara luas. Upaya kerjasama ini dapat diuraikan sebagai berikut:<br />
3. Kerjasama Dalam Upaya Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia dan Yayasan ASEAN<br />
Sumber daya manusia merupakan salah satu aset penting dalam rangka mendukung suksesnya proses pembangunan Komunitas ASEAN. Di era globalisasi seperti saat ini, ASEAN diharapkan mampu berkembang menjadi satu kawasan yang berdaya saing tinggi di dunia internasional, dengan dukungan kapasitas SDM yang kuat. Untuk mencapai tujuan tersebut, berbagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, terus dilaksanakan dan akan senantiasa menjadi prioritas dalam kerangka kerjasama ASEAN, di semua sektor.<br />
a. Kerjasama antar Lembaga Kepegawaian ASEAN<br />
Memperkokoh kerjasama antar institusi kepegawaian di kawasan merupakan salah satu pendekatan yang ditempuh ASEAN dalam upaya meningkatkan kapasitas SDM-nya. Untuk menunjang tujuan tersebut, maka dibentuklah ASEAN Conference on Civil Service Matters (ACCSM). Dalam masa kepemimpinan Indonesia (2007-2008), ACCSM telah menyelenggarakan pertemuannya yang ke-14 di Bali, pada bulan Oktober 2007. Dengan mengusung thema “Developing a Corporate Culture to Enhance Civil Service Cooperation towards ASEAN Community 2015”, pertemuan tersebut antara lain telah menyepakati Kerangka Kerja (WorkPlan) untuk periode tahun 2008-2012.<br />
Kerjasama kepegawaian yang semula bertumpu pada country driven, diarahkan menjadi lebih bersifat ASEAN driven. Corporate Culture dan Good Governance di lingkungan institusi pemerintahan akan terus diperkuat. Untuk mengimplementasikan komitmen tersebut, ASEAN sepakat membentuk forum konsultasi mengenai isu-isu Good Governance, yang pertemuannya akan dilaksanakan secara bergiliran dan berkesinambungan, dimulai di Indonesia pada bulan Oktober tahun 2008. ASEAN juga terus berkolaborasi dan saling bertukar pengalaman dengan negara-negara Plus Three (China, Jepang dan Korea), dalam upaya meningkatkan kualitas, efesiensi dan efektivitas kerja para pegawai. Sementara itu, atas usulan Indonesia, ASEAN sedang menjajagi kemungkinan dapat dibangun ASEAN Resource Center on Information Exchange (ARCIE) sebagai media pertukaran informasi tentang kepegawain negeri di negara ASEAN.<br />
b. Kerjasama Pemajuan Perempuan<br />
ASEAN memberikan perhatian cukup besar pada upaya-upaya pemberdayaan, pemajuan serta penghapusan terhadap berbagai bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan. ASEAN berpandangan bahwa perempuan adalah mitra sejajar pria, yang mempunyai peranan sama dalam menunjang suksesnya proses pembangunan komunitas ASEAN.<br />
Sejalan dengan Kerangka Kerja (Work Plan) yang telah disusun untuk periode 2006-2010, berbagai program pemberdayaan dan pemajuan perempuan telah dilaksanakan, antara lain melalui penyelenggaraan Regional Workshop on Micro Credit for ASEAN Women, (b) Asia Pacific Workshop on Gender and Aid Effectiveness, (c) Symposium on Women and Poverty, (d) Microfinance Trainings of Trainers (MFTOT), (f) Workshop on Community Strategies on the Prevention of Domestsic Violence.<br />
Dalam upaya untuk pemajuan dan perlindungan hak-hak perempuan dan anak di ASEAN telah diselenggarakan Joint Roundtable Discussion mengenai Pembentukan Komisi Pemajuan dan Perlindungan Hak-Hak Perempuan dan Anak yang diselenggarakan di Jakarta, 7-8 April 2008. Dalam perkembangannya pada pertemuan ASEAN Committee on Women (ACW) ke-7 di Hanoi, Viet Nam bulan Oktober 2008 diadakan pertemuan sesi khusus antara ASEAN Committee on Women (ACW) dan Senior Official Meeting on Social Welfare Development (SOMSWD) yang sepakat untuk membahas dibentuknya Working Group on the ASEAN Commission on the promotion and protection of the rights of women and children.<br />
Pada tanggal 29-30 April 2009 di Filipina telah dilakukan pertemuan First Meeting of the Working Group that will work towards the Establishment of an ASEAN Commission on the promotion and protection of the rights of women and children. Pertemuan sepakat untuk membentuk Term of Reference for the Working Group that will work towards the Establishment of an ASEAN Commission on the promotion and protection of the rights of women and children. ToR tersebut diperuntukan kepada Working Group untuk bekerja dalam rangka pembentukan Komisi ASEAN Pemajuan dan Perlindungan hak-hak perempuan dan anak sesuai dengan mandat di Vientienne Action Programme 2004-2010 yang telah diubah namanya menjadi Cha-am Hua Hin Declaration on the Roadmap for the ASEAN Community (2009-2015) pada KTT ke 14 di Hua Hin, 28 Februari – 1 Maret 2009. Pertemuan Working ke-2 akan diselenggarakan di Vietnam bulan Juni 2009.<br />
Selanjutnya telah dilakukan pertemuan 1st Meeting of the Working Group that work towards the establishment of ASEAN Commsion on the Promotion and Protection of the Rights of Women and Children (WG-ACWC) pada tanggal 10-12 Juni 2009 telah berhasil menyusun draft pertama TOR ACWC dan sekaligus menyepakati struktur dan berbagai provisions yang tercakup dalam dalam draft TOR ACWC.<br />
c. Kerjasama Kepemudaan<br />
Pembinaan Generasi Muda adalah aspek penting dalam pembangunan Komunitas Sosial Budaya ASEAN. Generasi muda merupakan penerus estafet pembangunan Komunitas ASEAN, sekaligus calon pemimpin masa depan ASEAN. Oleh karena itu, prioritas kerjasama kepemudaan di lingkungan ASEAN dititik beratkan terutama pada tiga unsur utama yaitu Youth Leadership, entrepreneurship, and employability. Berbagai program pelatihan bagi upaya peningkatan kapasitas generasi muda ASEAN telah dilaksanakan melalui penyelenggaraan ASEAN Youth Leadership Forum, ASEAN+3 Workshop on Youth Entrepreneurship, ASEAN Youth Camp, ASEAN Youth Creativity Expo, ASEAN Youth Caucus Meeting, The ASEAN Youth Leadership Development Programme, serta Regional Capacity Building Workshop to Promote Youth-Initiated (ICT) Enterprises. <br />
Secara khusus, Indonesia juga telah menyelenggarakan Forum Diskusi Pemuda tentang Peningkatan Peran Pemuda dalam Kerjasama ASEAN. Forum tersebut diikuti oleh para alumni program pertukaran pemuda ASEAN dari berbagai kota di Indonesia. Mereka menghasilkan beberapa rekomendasi yang antara lain meliputi usulan pembentukan ASEAN Youth Voluntary Board, Forum Jaringan Pemuda ASEAN, penyelenggaraan ASEAN Goes to Community, ASEAN Youth Entrepreneurship Expo serta pembentukan ASEAN-Indonesia Youth Forum. Selain itu, berbagai bentuk kolaborasi kepemudaan antara ASEAN dengan mitranya juga telah dilaksanakan, melalui program pertukaran pemuda antara lain ASEAN – Korea; ASEAN-China Young Civil Service Exchange Programme; The 2nd ASEAN-China Youth Camp dan ASEAN-China Youth Leaders meeting; ASEAN – India: 100 ASEAN Youth Visit to India, Japan East Asia Network for Exchange of Students and Youths (JENESYS.)<br />
<br />
d. Kerjasama Bidang Penanggulangan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba dan Obat-obat Terlarang (P4GN)<br />
Masalah penyalahgunaan NARKOBA di kalangan masyarakat telah menjadi keprihatinan di berbagai belahan dunia, termasuk kawasan ASEAN. Hal ini antara lain dipicu oleh makin maraknya lalu lintas perdagangan di tingkat global, termasuk peredaran berbagai bentuk new synthetic drugs. Menanggapi tantangan tersebut, ASEAN sepakat untuk terus mempererat kerjasama dalam penanggulangan penyalahgunaan narkoba dan secara tegas mencanangkan program ASEAN Bebas dari Narkoba tahun 2015 ( Drug-Free ASEAN by 2015). Untuk dapat mencapai cita cita tersebut, maka pengawasan terhadap perdagangan dan penyalahgunaan narkoba dikawasan akan semakin diperketat, dengan cara melibatkan sebanyak mungkin partisipasi aktif dari masyarakat.<br />
Disamping itu, upaya memperkuat kerjasama penegakan hukum dengan berbagai pihak terkait baik di tataran nasional, regional maupun internasional, juga akan lebih diintensifkan. Kerjasama penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di lingkungan ASEAN terutama difokuskan pada upaya penguatan kapasitas, khususnya bagi para aparat penegak hukum dan pejabat yang terlibat langsung dalam penanganan isu narkoba di masing masing negara, melalui penyelenggaraan Basic Training Course on Investigation on Anti-Drug Money Laundering: Second Phase; Joint Training ASEAN dengan Australian Federal Police on Integrated Narcotics enforcement Programmes”; Precursor and Chemical Control for ASEAN Narcotics Law Enforcement Officers”; A Course for anti-narcotics law enforcement Officials; ASEAN Controlled Delivery Training; serta Study on Achieving a Drug Free ASEAN 2015: Status and Recommendation.<br />
e. Peran dan Fungsi Yayasan ASEAN (The ASEAN Foundation)<br />
Yayasan ASEAN secara khusus dibentuk pada tahun 1997, dengan tujuan untuk mendukung program pemasyarakatan ASEAN dalam rangka mendorong terbentuknya Komunitas ASEAN, yang kokoh dan kuat. Yayasan ASEAN diharapkan dapat membantu meningkatkan kepedulian dan rasa ke-kita-an yang kuat (We Feeling) di kalangan masyarakat terhadap ASEAN. Selama ini berbagai program kegiatan telah dilaksanakan oleh Yayasan ASEAN pada intinya akan lebih diarahkan pada peningkatan ASEAN Awareness. Program tersebut antara lain meliputi pemberian beasiswa bagi anak sekolah yang dapat di lihat melalui websitenya yaitu www.aseanfoundation.org, ASEAN Foundation Youth Gathering, dan peluncuran CD permainan ASEAN Quest.<br />
4. KERJASAMA PENERANGAN, KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKAN<br />
a. Kerjasama Penerangan dan Kebudayaan<br />
Kerjasama ASEAN di bidang penerangan dan kebudayaan merupakan salah satu cikal bakal dari bentuk kerjasama ASEAN pada awal berdirinya. Kerjasama ini telah dirintis sejak ASEAN didirikan pada tahun 1967. ASEAN Committee on Culture and Information – COCI dalam perjalanannya telah mengembangkan berbagai bentuk program pertukaran informasi dan kebudayan, seperti penyelenggaraan pameran, pementasan seni dan budaya, seminar dan workshops, pertukaran tenaga ahli, kerjasama penelitian serta memproduksi bahan publikasi bersama tentang kharakteristik kebudayaan masing masing negara, yang kesemuanya ditujukan agar masyarakat ASEAN dapat lebih saling mengenal dan saling memiliki rasa solidaritas. Program program tersebut telah melibatkan partisipasi masyarakat dari berbagai latar belakang keahlian, mulai dari para seniman, pelaku dalam industri jurnalistik (baik cetak maupun elektronik), masyarakat perfilman, masyarakat museum, perpustakaan, kearsipan, perkumpulan pemuda, lembaga-lembaga pendidikan dan lain lain.<br />
b. Kegiatan Informasi ASEAn<br />
Salah satu kegiatan penting yang mengemuka dalam kerangka kerjasama ASEAN di bidang informasi adalah pertukaran berita televisi ASEAN “ASEAN Television News Exchange”(ATN) dan pertukaran berita radio ASEAN “ASEAN in Action” (AiA). Indonesia (TVRI) sejauh ini telah diberi kepercayaan sebagai koordinator untuk pengembangan program ATN. Sementara itu, RRI ditunjuk sebagai koordinator untuk pengembangan progam AiA. Kedua program tersebut pada intinya diselenggarakan dengan tujuan agar masyarakat di masing masing negara ASEAN dapat saling mengikuti berbagai perkembangan yang terjadi di negara-negara tetangganya. TVRI secara rutin telah melakukan pertukaran pemberitaan dengan negara negara ASEAN lainnya sedikitnya sebanyak 46 kali. Pemberitaan ASEAN secara khusus ditayangkan melalui acara Fokus ASEAN, Berita Siang dan World News, pada setiap Sabtu dan Minggu, dan juga ditayangkan dalam segmen ASEAN Window di English News Service TVRI.<br />
Sementara itu, RRI secara rutin juga menayangkan berita-berita mengenai ASEAN pada setiap hari Sabtu dan Minggu melalui saluran nasional PRO-4. Selama periode 2007, RRI telah menyiarkan sedikitnya sebanyak 37 paket siaran yang antara lain berisi analisa dan informasi mengenai ASEAN; ASEAN Quiz; Siaran Musik dari negara-negara ASEAN serta acara Listeners’ Mailbag di mana pendengar dapat bertanya seputar isu isu ASEAN. Dalam rangka memperkuat koordinasi antar stake holders dalam kerjasama penerangan dan kebudayaan ASEAN, maka para Menteri Penerangan ASEAN - ASEAN Ministers Responsible for Information (AMRI) telah menyelenggarakan pertemuannya yang ke-9 di Jakarta. Pertemuan yang bertemakan “Staying Connected to Advance a Caring and Sharing Community through Media” antara lain telah menghasilkan kesepakatan untuk pengembangan sistem penyiaran digital di kawasan ASEAN. Kesepakatan ini merupakan keputusan strategis bagi masa depan ASEAN, karena sejalan dengan kesepakatan yang telah dicapai pada tingkat global melalui International Telecommunication Union – ITU yaitu untuk menghentikan penyiaran televisi dengan menggunakan sistem analog, dan menggantikannya dengan siaran digital paling lambat mulai tahun 2015. Dengan dikembangkannya harmonisasi sistem digitalisasi media elektronik secara terpadu di lingkungan ASEAN, berarti ASEAN telah memiliki common platform untuk mengantisipasi beroperasinya sistem penyiaran digital.<br />
c. Kegiatan Kebudayaan ASEAN<br />
Untuk membahas kerjasama kebudayaan ASEAN di level Menteri, setiap dua tahun sekali diadakan forum ASEAN Ministers Responsible for Culture and Arts (AMCA). AMCA juga memperluas kerjasamanya dengan menyelenggarakan pertemuan AMCA+3 untuk pertama kalinya pada AMCA ke-2 tahun 2005 di Bangkok, Thailand. Pertemuan ke-3 AMCA berlangsung pada tanggal 12 -13 Januari 2008 di Nay Pyi Taw, Myanmar. Agenda utama pembahasan terkait dengan penyusunan ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint (ASCC Blueprint), yaitu bagaimana work plan yang disusun di level teknis SOMCA (Senior Officials Meeting on Culture and Arts) dapat bersinergi dengan ASCC Blueprint agar secara signifikan kerjasama kebudayaan dibawah AMCA dapat memberi kontribusi dalam pembentukan ASEAN Socio-Cultural Community 2015. Dalam pertemuan disepakati pula kegiatan seni budaya untuk meningkatkan ASEAN Awareness dan Identity: Showcase of the best of ASEAN’s arts and culture, ASEAN Cultural City/Capital dan ASEAN Cultural Week. Rasa saling mencintai di kalangan masyarakat ASEAN juga terus ditumbuh kembangkan melalui berbagai program pengenalan budaya. Salah satu kegiatan pengenalan budaya yang cukup menonjol adalah penyelenggaraan ASEAN New Media Art Competition and Exhibition di Galeri Nasional Indonesia pada bulan Maret 2007. New Media Art merupakan satu cabang seni baru yang meliputi, antara lain: video, film eksperimen, animasi 3 dimensi, CD ROM serta berbagai bentuk karya seni lain yang berbasis internet. Kegiatan ini banyak diminati oleh para generasi muda. Penyelenggaraan ASEAN New Media Art Competition and Exhibition diharapkan dapat memperkuat ASEAN Awareness terutama di kalangan generasi muda.<br />
5. Pemilihan Duta Muda ASEAN Indonesia<br />
Dalam rangka memasyarakatkan kerjasama ASEAN di kalangan kaum muda dan dalam rangka memperingati hari jadi ASEAN ke-40 tahun 2007, Ditjen Kerjasama ASEAN menyelenggarakan kegiatan Pemilihan Duta Muda ASEAN-Indonesia (PDMAI). Duta Muda ASEAN-Indonesia, sesuai dengan namanya, mengemban tugas sebagai Duta Indonesia, Duta ASEAN dan sekaligus Duta Departemen Luar Negeri untuk memperkenalkan dan mendekatkan ASEAN kepada generasi muda di tanah air, mempromosikan Indonesia dan ASEAN kepada masyarakat internasional melalui berbagai kegiatan kepemudaan di tingkat bilateral, regional maupun internasional, dan menjadi wakil Departemen Luar Negeri dalam berbagai kegiatan yang melibatkan kaum muda.<br />
Pada tahun 2009, Pemilihan Duta Muda ASEAN Indonesia dibuka kembali untuk kedua kalinya dengan mengangkat tema “The Spirit of Youth and Transformation of ASEAN.” Pendaftaran untuk PDMAI 2009 telah dibuka sejak bulan Maret 2009 dan ditutup pada akhir Juli lalu. Puncak kegiatan, yaitu Grand Final PDMAI 2009 direncanakan akan berlangsung di Jakarta pada bulan November 2009.<br />
Kerjasama ASEAN di bidang pendidikan merupakan unsur penting dalam rangka mewujutkan cita cita untuk menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang berdaya saing tinggi dengan dukungan SDM yang berkualitas : baik, cerdas dan terampil. Mengingat pentingnya unsur pendidikan bagi kelanjutan proses pembentukan Komunitas ASEAN, maka kerjasama pendidikan yang semula ditangani pada tingkat ASEAN Committee on Education (ASCOE), kemudian ditingkatkan menjadi ASEAN Senior Officials Meeting on Education (SOM-ED) dan ASEAN Education Ministers Meeting (ASED).<br />
Pada bulan Maret 2007 Indonesia telah menjadi tuan rumah penyelenggaraan Pertemuan ke-2 ASEAN Education Ministers Meeting (ASED). Pertemuan tersebut antara lain telah menggarisbawahi tentang komitmen bersama untuk menghidupkan kembali program ASEAN Student Exchange Programme. Kegiatan ini akan dilaksanakan secara berkelajutan mulai pada tahun 2008 hingga 2013, dengan tuan rumah diawali oleh Malaysia, dan seterusnya diikuti oleh Singapura, Thailand, Filipina, Indonesia dan Brunei Darussalam. Disamping itu, negara negara ASEAN juga sepakat untuk menjajaki peluang kerjasama yang lebih erat dengan negara-negara East Asia Summit (EAS) pada 4 (empat) bidang kerjasama yakni : pelatihan guru, pengajaran dan pelatihan bahasa Inggris, Vocational and Technical education serta penggunaan ICT di bidang pendidikan. ASEAN University Network-AUN<br />
Kerjasama antar universitas merupakan bagian dari kerjasama pendidikan yang sudah beberapa waktu lamanya dikembangkan di kawasan ASEAN. Sedikitnya terdapat tiga universitas dari Indonesia yang berpartisipasi dalam kerangka kerjasama AUN, yaitu Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada dan Institut Teknologi Bandung. Beberapa bentuk kerjasama yang selama ini telah dikembangkan dalam kerangka AUN antara lain mengupayakan terbentuknya mekanisme Credit Transfer System (CTS) antara universitas yang tergabung dalam AUN dengan beberapa universitas di negara-negara mitra dialog seperti China, Republik of Korea, Jepang dan Uni Eropa. Disamping itu, AUN juga mengembangkan dua program kerjasama pertukaran mahasiswa dan staf akademis yaitu AUN Educational Forum dan AUN Distinguished Scholars Programme. Adapun program penting lain yang dikembangkan AUN saat ini adalah penyusunan AUN Quality Assurance Guidelines, sebagai modalitas dalam rangka pembentukan AUN Standard for Higher Education (AUN-SHE), yang nantinya diharapkan dapat menjadi landasan menuju proses harmonisasi sistem pendidikan tinggi di antara negara-negara ASEAN. Terhitung sejak tahun 2007, masing masing universitas yang tergabung dalam AUN diharapkan sudah mulai melaksanakan program AUN Quality Label, yaitu upaya-upaya internal untuk meningkatkan kualitas akademik sesuai dengan ketentuan yang telah diformulasikan dalam AUN Quality Assurance Guidelines.<br />
Perguruan tinggi yang dinilai baik dan dapat memenuhi semua kriteria yang telah diisyaratkan dalam AUN Quality Assurance Guidelines selanjutnya akan diberikan pengakuan atau label sebagai perguruan tinggi yang berkualitas. Pengembangan program ini antara lain juga dikembangkan melalui kerjasama dengan Forum German Rectors Conference.<br />
6. KERJASAMA ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI, LINGKUNGAN HIDUP DAN BENCANA ALAM<br />
a. Kerjasama Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi<br />
Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam rangka menuju terbentuknya komunitas ASEAN 2015 adalah meningkatkan daya saing kawasan, dengan cara memperkuat kapasitas masyarakat ASEAN dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk dapat mencapai sasaran tersebut negara-negara ASEAN sepakat untuk mengembangkan kerjasama iptek dengan melibatkan sebanyak mungkin partisipasi masyarakat dan kalangan dunia usaha.<br />
Komite Khusus ASEAN dalam kerjasama Iptek - ASEAN Committee on Science and Technology (COST), sejauh ini telah menyusun ASEAN Plan of Action on Science and Technology (ABAPAST) atau Kerangka Aksi kerjasama iptek ASEAN untuk periode 2007-2011. Melalui kerangka aksi tersebut, negara negara ASEAN sepakat akan mengimplementasikan sebanyak mungkin program-program pemanfaatan iptek terapan yang dinilai bermanfaat bagi kegiatan pembangunan di semua sektor.<br />
Sebagaimana tertuang di dalam ABAPAST, sedikitnya terdapat sembilan sektor strategis yang akan dikembangkan sebagai prioritas dalam kerjasama iptek ASEAN, yaitu penguatan kerjasama dibidang Meteorology & Geophysics ; Food Science & Technology; Biotechnology; Science and technology Infrastructure and Resources Development ; Marine Sciences and Technology ; Space Technology and Application; Micro-electronic and Information Technology ; Non Conventional Energy Research; serta Materials Science & Technology.<br />
Beberapa bentuk program kerjasama telah diidentifikasi dan akan direalisasikan. Program tersebut antara lain adalah rencana pendirian ASEAN Centre for Infectious Disease serta upaya memperkuat jaringan kerjasama antar berbagai lembaga riset khususnya yang bergerak dalam penanganan emerging infectious diseases. Melalui kerjasama dimaksud, diharapkan akan terbentuk mekanisme koordinasi yang lebih baik, efektif dan efisien di lingkungan kawasan ASEAN dalam menganalisa, mengantisipasi dan menanggulangi terjadinya pandemi penyakit lintas batas. Disamping itu, Indonesia dan negara negara ASEAN juga sepakat untuk terus meningkatkan kerjasama iptek dibidang penanganan bencana. Dalam kaitan ini, Indonesia telah ditunjuk sebagai koordinator atau lead country bagi program unggulan ASEAN di bidang penanganan bencana (flagship programmes) yaitu: Early Warning System for Disaster Risk Reduction.<br />
Sementara itu, disamping memperkuat kerjasama antar negara di dalam kawasan, ASEAN juga terus berupaya untuk menjalin kerjasama dan mengembangkan kolaborasi di bidang iptek dengan berbagai negara mitranya. Saat ini, ASEAN sedang dalam negosiasi dalam rangka pembentukan persetujuan kerjasama iptek dengan Amerika Serikat.<br />
<br />
<br />
<br />
b. Kerjasama Lingkungan Hidup<br />
Isu lingkungan hidup merupakan satu tantangan global yang mendapatkan perhatian khusus dari para Pemimpin ASEAN. Sebagaimana diketahui, ASEAN merupakan salah satu kawasan yang cukup rentan terhadap berbagai dampak perubahan iklim dan pemanasan global. Disamping itu, seiring dengan pesatnya pembangunan ekonomi di kawasan, masalah degradasi lingkungan dan pengalihan fungsi lahan, juga telah menimbulkan keprihatinan di hampir semua negara ASEAN, termasuk Indonesia. Menanggapi fenomena perubahan iklim dan makin maraknya gejala degradasi lingkungan, maka pada pertemuan di Bali tahun 2003 melalui Deklarasi Bali Concord II, para pemimpin ASEAN sepakat untuk lebih mengintensifkan kerjasamanya dalam menanggulangi berbagai permasalahan lingkungan, baik yang terjadi di tingkat global, regional maupun nasional, termasuk penanganan polusi lintas batas. Misi utama yang ingin dicapai ASEAN dalam rangka pembentukan komunitas ASEAN tahun 2015, di bidang lingkungan adalah menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang bersih dan hijau, dengan mengacu pada prinsip-prinsip mekanisme pembangunan yang berkelanjutan, ramah lingkungan serta melakukan pengelolaan sumber daya alam secara lestari. Guna mendukung pencapaian kawasan ASEAN yang bersih dan hijau, antara lain telah diidentifikasikan sebanyak 12 bidang kerjasama lingkungan yang menjadi prioritas, yaitu : a. Memperkuat kapasitas nasional dan regional dalam menindaklanjuti kesepakatan yang telah dicapai pada tingkat global seperti isu perubahan iklim (climate change) serta penanganan produk kimia dan limbah kimia .<br />
a. Memperkuat kerjasama dalam penanganan polusi asap lintas batas<br />
b. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti penting lingkungan<br />
c. Mempromosikan pemanfaatan teknologi yang ramah lingkungan<br />
d. Memperbaiki pengelolaan lingkungan perkotaan dan memperkuat good governance di kawasan perkotaan<br />
e. Memperkuat upaya pengawasan, sehingga pembangunan dilaksanakan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.<br />
f. Memperkuat kerjasama dalam pengelolaan kawasan pantai dan pemanfaatan sumberdaya laut secara lestari dan ramah lingkungan (coastal and marine environment)<br />
g. Memperkuat upaya konservasi alam dan keanekaragaman hayati<br />
h. Mempromosikan ketersediaan sumber air bersih bagi semua penduduk ASEAN<br />
i. Mempromosikan mekanisme pertanian dan pemanfaatan lahan secara ramah lingkungan<br />
j. Mempromosikan pengelolaan hutan secara lestari<br />
k. Memperkuat kerjasama dalam pengelolaam dan pemanfaatan sumber daya mineral secara lestari.<br />
Upaya penanganan polusi asap lintas batas, merupakan salah satu bentuk kerjasama lingkungan yang cukup intensif dilaksanakan di ASEAN dalam beberapa tahun terakhir. Atas inisiatif Pemerintah Indonesia, telah dirintis pembentukan forum khusus tingkat Menteri Lingkungan untuk membahas permasalahan polusi asap lintas batas - the ASEAN Ministerial Steering Committee on Transboundary Haze Pollution (MSC) yang beranggotakan 5 negara ASEAN yang terkena dampak langsung polusi asap lintas batas yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Kelima negara tersebut sepakat untuk mengadakan pertemuan rutin 3 kali setahun, agar dapat secara intensif memonitor kondisi polusi asap dan menetapkan langkah-langkah penanggulangannya.<br />
Forum khusus tersebut dalam perkembangannya telah menghasilkan Plan of Action in Dealing with transboundary Haze Pollution in the Region of Southeast Asia yang antara lain mencakup aspek-aspek (i) pencegahan, pemantauan dan penegakan hukum; (ii) pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan (peatlend management); (iii) pemadaman dan tanggap darurat; (iv) early warning dan pemantauan; serta (v) kerjasama dan bantuan regional dan internasional. Rencana Aksi tersebut secara sinergi dan terpadu mengikut sertakan tiga unsur penting dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan, yaitu Pemerintah (Pusat dan Daerah hingga ke tingkat Desa), masyarakat petani/peladang yang hidup di sekitar hutan serta para pelaku bisnis pengelola industri di sektor pertanian dan kehutanan (perkebunan, HTI/HPH).<br />
Implementasi dari Plan Of Actions (PoA) yang merupakan upaya bersama dalam pencegahan polusi asap lintas batas di lingkungan ASEAN, mulai menunjukkan perkembangan ke arah yang cukup positif. Pada pertemuan ke-3 Ministerial Steering Committee on Transboundary Haze Pollution (MSC) di Jambi pada bulan Juni 2007, antara lain dilaporkan bahwa sepanjang tahun 2006/2007, Indonesia mulai berhasil mengurangi jumlah titik api (Hotspot) di daerah daerah rawan kebakaran hutan dalam jumlah yang cukup substansial. Kerjasama antara Pemerintah Singapura dan Indonesia dalam rangka membantu penanganan polusi asap lintas batas di Propinsi Jambi, saat ini mulai direalisasikan. Sementara itu kerjasama dengan Pemerintah Malaysia untuk membantu penanganan asap di propinsi Riau, juga siap untuk segera diimplementasikan. Melalui kerjasama komprehensif diantara negara-negara ASEAN maka diharapkan dimasa-masa mendatang polusi asap lintas batas tidak lagi menjadi permasalahan di kawasan. Selain permasalahan polusi asap lintas batas, ASEAN juga mempunyai komitmen untuk memberian perhatian yang lebih besar terhadap upaya upaya penanganan perubahan iklim dan pemanasan global. Oleh karena itu para Pemimpin ASEAN menganggap penting untuk mengangkat isu lingkungan hidup sebagai salah satu thema sentral dalam diskusi pada Pertemuan Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-13, yang telah berlangsung di Singapura pada bulan November 2007. Pada Pertemuan Tingkat Tinggi ASEAN ke-13 antara lain telah dihasilkan 3 deklarasi di bidang lingkungan hidup, yang ditandatangani oleh para pemimpin ASEAN. Ketiga deklarasi tersebut telah mempertegas sikap negara negara ASEAN tentang komitmennya terhadap isu lingkungan dan perubahan iklim. Ketiga Dekalarasi tersebut adalah (a) ASEAN Declaration on 13th Session of the Conference of Parties (COP) of the United Nations Framework Convention on Climate Change and 3rd Meeting of Parties (MOP) of the Kyoto Protocol ; (b) ASEAN Leaders Declaration on Environmental Sustainability serta (c) Singapore Declaration on Climate Change, Energy and the Environment <br />
c. Kerjasama Penanggulangan Bencana Alam<br />
Disamping dihadapkan pada berbagai tantangan di bidang lingkungan hidup, ASEAN sekaligus juga merupakan kawasan yang sangat rentan terhadap berbagai bentuk bencana alam. Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat di sebagian negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia, harus dihadapkan pada berbagai bentuk bencana alam seperti tsunami, banjir, angin topan, gempa bumi dll. Bencana-bencana tersebut tidak hanya menyisakan kedukaan bagi penduduk yang kehilangan anggota keluarga dan harta bendanya, tapi juga mengakibatkan kerugian negara yang cukup besar, karena hancurnya berbagai fasilitas umum dan sarana infrastruktur lainnya. Kerjasama penanganan bencana dalam kerangka ASEAN sebenarnya sudah terbangun lebih dari tiga puluh tahun lamanya. Deklarasi Bangkok tahun 1967 yang menandai berdirinya Asosiasi Negara Negara di kawasan Asia Tenggara, merupakan landasan bagi negara anggotanya untuk saling memperkuat kerjasama regional guna meningkatkan kedamaian, stabilitas, kemajuan regional serta untuk saling memupuk rasa persaudaraan dan solidaritas terutama di saat salah satu anggotanya tertimpa bencana.<br />
The Declaration of ASEAN Concord II, yang ditandatangi di Bali pada tanggal 7 Oktober 2003, mempertegas kembali tentang pentingnya mengintensifkan kerjasama penanganan bencana di kawasan. Untuk dapat mengoptimalkan kejasama dimaksud maka negara negara ASEAN sepakat membentuk Komite Penanganan Bencana - ASEAN Committee on Disaster Management-ACDM. Komite ini diberikan mandat untuk mengelola kerjasama penanganan bencana, termasuk mempersiapkan program kerja beserta prioritas kegiatannya. Sesuai dengan mandat yang diberikan, ACDM menyusun ASEAN Regional Programme on Disaster Management-ARPDM, yaitu Program Regional ASEAN untuk Penanganan Bencana. ARPDM antara lain memuat kerangka kerjasama penanganan bencana antar negara ASEAN dan juga dengan mitra dialog serta organisasi internasional untuk periode 2004 – 2011. <br />
Rangkaian program terpadu ARPDM, mencakup lima komponen inti yaitu :<br />
(i) Establishment of ASEAN Regional Disaster Management Framework;<br />
(ii) Capacity Building;<br />
(iii) Sharing of Information and Resources;<br />
(iv) Promoting Collaboration and Strengthening Partnerships; serta<br />
(v) Public Education, Awareness and Advocacy.<br />
Kiranya penting untuk dicatat bahwa tragedi tsunami yang menghantam kawasan ASEAN pada akhir tahun 2004 telah memberikan pelajaran berharga bahwa kapasitas kerjasama penanganan bencana di kawasan ASEAN ternyata belum cukup memadahi, terutama bila dihadapkan pada bencana dalam skala besar. Pada sisi lain, tragedi gempa dan tsunami menyadarkan negara-negara anggota ASEAN, bahwa negara tetangga adalah saudara terdekat, disaat terjadi bencana. Negara tentangga memiliki kapasitas dan aset yang memadai serta komitmen dan rasa setia kawan yang tinggi serta siap membantu bila sewaktu waktu tertimpa musibah. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan karateristik kawasan yang sangat rentan terhadap bencana alam, ASEAN perlu lebih memperkuat kerjasamanya di bidang penanganan bencana dengan melibatkan semua unsur terkait, lintas sektoral, baik di tingkat nasional, regional maupun internasional. ASEAN perlu memiliki mekanisme koordinasi penanganan bencana yang bersifat lebih komprehensif, terpadu, efektif dan efisien dan memiliki tingkat kesiapan yang memadai terutama ketika harus menghadapi bencana-bencana yang berskala besar. Segera setelah terjadinya bencana tsunami, Pemerintah Indonesia mengambil inisiatif untuk menyelenggarakan Pertemuan Khusus Para Pemimpin ASEAN Paska Gempa Bumi dan Tsunami (KTT Tsunami) di Jakarta pada tanggal 6 Januari 2005. KTT Tsunami telah menghasilkan pernyataan bersama yang dikenal dengan Deklarasi Jakarta. Salah satu butir penting yang disepakati pada Deklarasi Jakarta ini adalah dukungan untuk penyusunan instrumen koordinasi ASEAN untuk penanganan bencana dan tanggap darurat.<br />
Tahun 2005, ASEAN berhasil menyelesaikan pembuatan persetujuan penanganan bencana dan tanggap darurat ASEAN Agreement on Disaster Management-AADMER. Persetujuan dimaksud kemudian ditandatangani oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN pada kesempatan Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM: ASEAN Ministerial Meeting) ke-38 di Vientiane, Laos pada tanggal 26 Juli 2005. Persetujuan ini akan mulai efektif berlaku setelah seluruh negara anggota ASEAN menyampaikan instrumen ratifikasinya pada Sekjen ASEAN dan persetujuan dinyatakan entering into force. Hingga akhir 2007, sudah enam negara yaitu Thailand, Malaysia, Myanmar; Vietnam, Laos, Singapura, Kamboja telah menyelesaikan proses ratifikasinya, sedangkan tiga Negara lainnya, termasuk Indonesia, sedang dalam penyelesaian proses ratifikasinya mengingat hal tersebut harus mendapat persetujuan dari instansi terkait didalam negeri masing-masing. Meskipun AADMER belum sepenuhnya berlaku, namun kegiatan yang diarahkan untuk memperkuat koordinasi dalam kerjasama penanganan bencana tetap terus dilakukan. Program kegiatan tersebut dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa bencana alam dapat terjadi setiap saat. Karena itu, upaya kesiapsiagaan harus terus dibangun. ASEAN terus mengintensifkan pertemuan dalam rangka penyelesaian penyusunan Standby Arrangement and Standard Operating Procedures (SASOP) sebagai rujukan (guidelines) bagi semua pihak didalam kerjasama penanganan bencana di kawasan, terutama pada masa tanggap darurat. Pada Pertemuan ke-40 Tingkat Menteri Luar Negeri ASEAN di Manila pada bulan Juni 2007, negara-negara ASEAN juga sepakat untuk segera mengoperasikan ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre). Centre tersebut akan berfungsi untuk mengkoordinasikan berbagai bentuk kerjasama penanganan bencana di kawasan ASEAN agar dapat berjalan lebih efektif dan efisien, khususnya pada saat terjadi bencana. Dalam kaitan ini, Indonesia diberikan kepercayaan sebagai tuan rumahnya. Keberadaan AHA Centre di Indonesia diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti di dalam memperkuat strategi penanganan bencana di tingkat nasional. Terhitung sejak akhir tahun 2007, fungsi interim AHA Centre sudah mulai dioperasikan dan untuk sementara, AHA Centre berlokasi di Gedung Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (BAKORNAS PB) di Jalan Juanda Jakarta. Dengan demikian, sekiranya terjadi bencana, diharapkan bantuan dari negara negara ASEAN dapat lebih cepat tiba dan pendistribusiannya, dapat berjalan lebih optimal.<br />
Pada tanggal 19 Mei 2008 telah diselenggarakan pertermuan Special ASEAN Foreign Minister’s Meeting (AMM) di Singapura dalam rangka membahas penyaluran bantuan internasional bagi bencana badai siklon Nargis di Myanmar, telah disepakati pembentukan mekanisme koordinasi dalam memfasilitasi bantuan internasional belajar dari pengalaman bencana Tsunami di Aceh. <br />
Guna menindaklanjuti hasil pertemuan Special AMM di Singapura, ASEAN bekerjasama dengan United Nations sepakatan untuk menyelenggarakan ASEAN-UN International Pledging Conference tanggal 25 Mei 2008 di Yangoon, Myanmar, untuk menghimpun bantuan internasional seperti yang pernah dilakukan Indonesia dengan penyelenggaraan Special ASEAN Leader’s Meeting on Aftermath of Earthquake and Tsunami.<br />
7. KERJASAMA BIDANG PEMBANGUNGAN SOSIAL<br />
a.Kerjasama Dalam Bidang Kesehatan<br />
Kerjasama yang paling menonjol di bidang kesehatan adalah upaya penanggulangan penyakit menular. Penanggulangan penyakit menular di ASEAN dilakukan melalui mekanisme ASEAN Expert Group on Communicable Diseases (AEGCD). Program utama dalam kerangka AEGCD dilaksanakan melalui ASEAN+3 Infectious Diseases Programme (ASEAN+3 EID Program). Fase ke-2 program tersebut (2006-2009), terdiri dari sejumlah prioritas sebagai berikut:<br />
<br />
- Identifikasi dini emerging infectious diseases/penyakit menular (termasuk HIV dan AIDS; SARS, AI), serta langkah penanggulangannya.<br />
- Pembangunan kapasitas yang terkait dengan emerging concerns di bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial;<br />
- Penyusunan kebijakan dan pendekatan terpadu dalam penanganan kesehatan bagi para manula serta obat tradisional.<br />
Penanggulangan HIV dan AIDS melalui pelaksanaan ASEAN Work Programme (AWP) on HIV and AIDS Prevention dilakukan sejak tahun 1995 dan sampai saat ini memasuki tahap III (AWP III) untuk periode 2006-2010. Kerjasama penanganan HIV dan AIDS dipertegas kembali dalam KTT ke-12 ASEAN di Cebu melalui ASEAN Comitments on HIV and AIDS. Inti dari komitmen bersama itu antara lain kesepahaman untuk memperhatikan kelompok masyarakat yang rentan, menghilangkan stigma dan diskriminasi serta meningkatkan kerjasama pemerintah dengan civil society dan swasta.<br />
Dalam penanganan flu burung, kerjasama ASEAN telah mencatat suatu kemajuan dengan adanya ASEAN-Japan Project on stockpiles of tamiflu dan Personel Protective Equipment (PPE) against Potential Pandemic Influenza, yang berlokasi di Singapura. Stockpiles tersebut merupakan bentuk tindakan kesiapsiagaan dalam menghadapi kemungkinan terjadinya pandemi flu burung dalam kawasan.<br />
Pertemuan ke-9 ASEAN Health Ministers Meeting (AHMM) di Manila, Oktober 2008 mencatat bahwa 50% regional stockpile of PPE ¬ telah ditempatkan di seluruh negara anggota ASEAN. Demikian pula Tamiflu telah ditempatkan di sejumlah negara anggota dan dijadwalkan pada akhir tahun 2008 keseluruhan negara anggota telah akan menerima Tamiflu dimaksud.<br />
Sementara itu, dalam upaya kesiapsiagaan menghadapi pandemi flu burung, melalui kolaborasi ASEAN-US, ASEAN telah membentuk suatu mekanisme untuk meningkatkan kolaborasi multi-sektoral ASEAN Technical Working Group (TWG) on Pandemic Preparadeness and Responses. Dalam pertemuan ke-1, TWG telah berhasil menyusun suatu rencana kegiatan, termasuk diantaranya strengthening of on-scene command and response system melalui Incindent Command System (ICS).<br />
Pertemuan ke-9 ASEAN Health Ministers’ Meeting di Manila tanggal 7-10 Oktober 2008, menyepakati sejumlah pelaksanaan kegiatan dalam kerangka ASEAN-US Projects on Multi-sectoral Pandemic Preparedness and Response akan dilakukan melalui fase II proyek dimaksud, termasuk upaya untuk memperkuat on-scene command and response system in pandemic melalui penggunaan Incident command System (ICS). Selain itu pertemuan mencatat pembentukan ASEAN Technical Working Group on Pandemic Preparedness and Response, yang melakukan pertemuan setahun sekali dalam rangka meningkatkan kerjasama multi-sektor dalam kesiapsiagaan dan respon menghadapi pandemi. Indonesia merupakan Ketua Working Group untuk periode tahun 2008-2009.<br />
Terkait dengan Stockpiles of Antiviral Agents and Personal Protective Equipment against Potential Influenza Pandemic, ASEAN saat ini telah siap dengan pengadaan antiviral baru yang akan expired tahun 2015 dan akan menggantikan stockpile sebelumnya yang akan disimpan Singapura. <br />
Pertemuan Khusus para Menteri Kesehatan ASEAN+3 mengenai Influenza A (H1N1) di Bangkok, 7-8 Mei 2009, menyepakati untuk mengambil langkah-langkah strategis yang terkait dengan national preparedness plan, Health International Standard, Exit System Screening, stockpiling.<br />
Selain itu Joint Cooperation memuat kesepakatan yang terkait dengan pertukaran data dan informasi situasi epidemik; joint outbreak investigation; memperkuat dukungan laboratorium; kerjasama riset di bidang influenza. <br />
Joint Statement Menteri Kesehatan ASEAN pada rangkaian pertemuan WHA-ke-62, Mei 2009, telah memberikan perhatian bagi upaya global dalam menghadapi wabah influenza H1N1 dan perlunya melanjutkan pembahasan virus sharing dan benefits sharing serta kesiapan ASEAN dalam menghadapi pandemi influenza.<br />
b. Kerjasama dalam bidang ketenagakerjaan<br />
Bentuk kerjasama lain yang diupayakan untuk terus diperkokoh ditingkat ASEAN adalah penanganan lalu lintas pekerja migrant (migrant workers). KTT ASEAN ke-12 di Cebu pada bulan Januari 2007 secara khusus telah berhasil mengesahkan suatu Deklarasi mengenai upaya perlindungan terhadap hak-hak para pekerja migran.<br />
Pada pertemuan Senior Labour Officials Meeting (SLOM) ke-5 tersebut juga telah disepakati untuk mengawali proses guna menindak lanjuti Deklarasi dimaksud. Melalui usulan Indonesia, telah disepakati pembentukan suatu Forum on Migrant Workers yang tugasnya antara lain membahas tindak lanjut Deklarasi melalui ASEAN Committee on the Implementation of Declaration on the Protection of the Rights of Migrant Workers (ACMW).<br />
Pertemuan ke-40 ASEAN Foreign Ministers Meeting (AMM), Manila, Juli 2007 sepakat untuk membentuk ASEAN Committee on the Implementation of the Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers. Komite akan menjadi focal point dalam mengkoordinasikan upaya-upaya untuk menjamin implementasi dari komitmen yang tertuang dalam Deklarasi serta memfasilitasi dalam upaya pembentukan ASEAN Instrument on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers.akan<br />
Pertemuan ke-1 ACMW di Singapura tanggal 15-16 September 2008 telah membahas workplan dari Komite dalam membentuk instrumen ASEAN dalam rangka implementasi ASEAN Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers. Dalam draft awal workplan tersebut termuat pokok-pokok arahan untuk merumuskan rencana kerja Komite.<br />
Meskipun pada Pertemuan ke-1 ACMW Drafting Team Meeting (ACMW-DT) di Bangkok Mei 2009 belum berhasil menyepakati Outline Insnstrument namun patut dicatat perkembangan yang cukup signifikan dari hasil Pertemuan ke-2 ACMW-DTdi Bali, 25-26 Juli 2009 yang telah berhasil menyepakati: Terms of Reference (ToR) of the ACMW Drafting Meeting Team, yang mengatur purpose, role and function, membership and chairmanship, reporting mechanism, meeting schedule, financial arrangement dan the role of ASEAN Secretariat; Indonesia dan Filipina serta didukung oleh Thailand, sepakat untuk menyusun secara bersama working draft instrumen; draft pertama instrumen diupayakan dapat disampaikan ke ACMW pada akhir 2009.<br />
<br />
<br />
c. Kerjasama Bidang Pembangunan Pedesaan Sosial dan Pengentasan Kemiskinan<br />
Upaya penghapusan kemiskinan dan mendorong terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah salah satu tujuan akhir yang ingin dicapai dalam rangka pembentukan Komunitas ASEAN tahun 2015. Oleh karena itu, berbagai program kegiatan yang diarahkan untuk mengurangi kesenjangan sosial di tengah tengah masyarakat ASEAN akan terus diupayakan untuk diperkuat dan lebih diintensifkan.<br />
Pada pertemuan KTT ASEAN ke-12 bulan Januari 2007, Para pemimpin ASEAN antara lain telah menegaskan kembali kesepakatannya untuk memberikan perhatian lebih besar pada penanganan masalah kemiskinan, melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat. Dalam kaitan ini para pemimpin ASEAN menggarisbawahi bahwa upaya penanggulangan kemiskinan akan dilaksanakan melalui implementasi program-program yang lebih bersifat partisipatif yaitu dengan melibatkan sebanyak mungkin keikutsertaan masyarakat. <br />
Guna menindaklanjuti kesepakatan yang telah dicapai di dalam KTT ASEAN, maka pada pertemuan ke-5 ASEAN Ministerial Meeting on Rural Development and Poverty Eradication yang berlangsung di Bangkok, pada bulan Januari 2007, antara lain telah disahkan Term of Reference (TOR) pengembangan kerjasama penanggulangan kemiskinan, antara ASEAN dengan negara negara anggota Plus Three Countries (Jepang, China dan Korea). Dalam TOR telah diidentifikasikan bentuk-bentuk kerjasama yang akan diprioritaskan untuk dikembangkan, yaitu meliputi antara lain: (1) People’s Forum, (2) Capacity Building, (3) SME and Social Enterprises Development, (4). Impact Trade Liberalization on Poverty Alleviation Programmes dan (5) Micro Financing.<br />
Selain itu, guna mencapai tujuan dalam membentuk komunitas ASEAN 2015, ASEAN juga telah memfokuskan kerjasama pembangunan sosial melalui pendekatan right based approach. Upaya tersebut dimaksudkan agar seluruh golongan masyarakat termasuk anak-anak, wanita para manula dan juga penyandang cacat dapat memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh kesejahteraan. Upaya tersebut tercermin dari rekomendasi 2nd ASEAN GO-NGO Forum yang berlangsung secara back-to-back dengan 6th ASEAN Ministerial Meeting for Social Welfare and Development di Hanoi tanggal 4-6 Desember 2007, yang berupaya mengarustamakan para penyandang cacat dalam setiap kebijakan pembangunan dan kesejahteraan sosial dengan menggunakan right based approach tersebut.<br />
Pertemuan ke-6 ASEAN Ministers on Rural Development and Poverty Eradication (AMRDPE), Hanoi, Mei 2009 mencatat sejumlah komitmen kerjasama meliputi : Upaya-upaya menuju Komunitas ASEAN 2015; Pencapaian MDGs di ASEAN; Penanggulangan Dampak Sosial dari Krisis Keuangan Global; Peningkatan kegiatan community-driven activities to Narrowing the Development Gap; Regional Statistics on Poverty serta kemitraan dengan negara-negara Plus Three. <br />
d. Kerjasama Pembangunan dan Kesejahteraan Sosial<br />
Kerjasama di bidang pembangunan dan kesejahteraan sosial dilakukan melalui ASEAN Senior Officials Meeting on Social Welfare and Development (SOMSWD). SOMSWD memfokuskan pada program-program kesejahteraan sosial yang meliputi antara lain kependudukan, anak-anak, penyandang cacat, lansia dan keluarga.<br />
Selain itu, guna mencapai tujuan dalam membentuk komunitas ASEAN 2015, ASEAN juga telah memfokuskan kerjasama pembangunan sosial melalui pendekatan right based approach. Upaya tersebut dimaksudkan agar seluruh golongan masyarakat termasuk anak-anak, perempuan para manula dan juga penyandang cacat dapat memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh kesejahteraan. <br />
Upaya tersebut tercermin dari rekomendasi 2nd ASEAN GO-NGO Forum yang berlangsung secara back-to-back dengan 6th ASEAN Ministerial Meeting for Social Welfare and Development di Ha Noi tanggal 4-6 Desember 2007, yang berupaya mengarustamakan para penyandang cacat dalam setiap kebijakan pembangunan dan kesejahteraan sosial dengan menggunakan right based approach tersebut.<br />
Pertemuan Preparatory Senior Officials Meeting for the 6th ASEAN Ministerial Meeting for Social Welfare and Development (PrepSOM for the 6th AMMSWD) di Ha Noi, tanggal 4-5 Desember 2007 antara lain merekomendasikan sejumlah program kegiatan untuk dicantumkan dalam cetak biru ASEAN Socio-Culture Community (ASCC Blueprint), sebagai acuan dalam pelaksanaan kerjasama pembangunan dan kesejahteraan sosial yaitu:<br />
<br />
- Pembentukan the ASEAN Commission on the Promotion and Protection of the Rights of Woman and the ASEAN Commission on the Promotion and Protection of The Rights of Children through an ASEAN Agreement by 2010.<br />
<br />
- Pembentukan suatu jejaring atau kelompok kerja bagi pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta mengesahkan Kerangka Acuannya pada tahun 2009. <br />
<br />
- Pembentukan Jejaring untuk mencegah dan memerangi perdagangan manusia, khususnya, perempuan dan anak serta mengesahkan Kerangka Acuannya pada tahun 2011.<br />
<br />
BAB III<br />
KESIMPULAN<br />
Peluang dan tantangan di pihak ASEAN, sebagai organisasi ini lebih bercirikan kerjasama sosial, ekonomi dan kebudayaan, tetapi sedari awal berdirinya kebutuhan untuk memiliki semacam sistem pertahanan dan keamanan bersama sudah menjadi bahan pemikiran, terutama di kalangan militernya. Pemikiran ini berawal dari situasi yang diciptakan oleh Perang Vietnam yang dianggap tak menentu waktu itu. Para perwira militer di beberapa negara Asia Tenggara, terutama Indonesia, Muangthai dan Malaysia, mengambil inisiatif untuk melakukan pertukaran informasi intelejen mengenai situasi Asia Tenggara secara umum, dan Indocina secara lebih khusus lagi. Perkembangan saling tukar informasi intelijen ini membawa kepada langkah lebih jauh dan sampai pada suatu kesimpulan perlunya negara-negara di Asia Tenggara memikirkan sendiri masalah-masalah keamaman kawasan mereka. Tindak lanjut dari kesimpulan ini adalah merumuskan gagasan untuk mencarikan wadah dan sifat kerjasama Tetapi di sementara kalangan pemikir militer Indonesia sendiri, muncul kecenderungan agar bagian kerja sama militer ini disalurkan melalui kerangka kerjasama bilateral. Gagasan ini dilatarbelakangi oleh pemikiran strategis tentang ancaman komunisme yang merupakan masalah keamanan yang dihadapi semua negara ASEAN.</div><div style="text-align: justify;"></div>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-2792061529321739612011-05-14T10:56:00.001-07:002011-05-14T11:33:11.901-07:00KONFLIK LAUT CHINA SELATANI. Pendahuluan<br />
Berakhirnya Perang Dingin membawa perubahan-perubahan besar dan terjadi dengan sangat cepat dalam sistem internasional. Perubahan yang menciptakan transformasi pada sistem internasional ini menimbulkan harapan dan tantangan sekaligus baru. Salah satu tantangan baru yang mengundang banyak perhatian adalah mengenai konsep keamanan. Pengkajian masalah keamanan yang semula berpusat pada kekuatan militer dan penggunaannya dalam mencapai tujuan-tujuan politis, mendapat tantangan baru dalam mengatasi ancaman perubahan dimensi-dimensi keamanan. Kepentingan ekonomi negara, isu-isu baru seperti lingkungan hidup, Hak Asasi Manusia (HAM), keimigrasiaan, narkotika dan seterusnya, menjadi ancaman baru bagi kajian keamanan.<br />
Perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh berakhirnya Perang Dingin juga telah berperan menonjolkan isu dan perkembangan baru di Asia Tenggara yang mempengaruhi perspektif keamanan negara-negara ASEAN. Seperti halnya dengan kebanyakan negara yang sedang berkembang, maka masalah keamanan diantara negara-negara ASEAN selalu menjadi fenomena dengan banyak aspek yang ditandai oleh saling ketergantungan yang kompleks antara hal-hal dalam negeri dan luar negeri. Pada saar era Perang Dingin, ASEAN yang memiliki salah satu tujuan untuk menciptakan tatanan regional yang mandiri, mengartikan kemandiriannya tersebut sebagai upaya untuk tidak terlibat dalam konflik-konflik dengan negara-negara lain terutama negara adikuasa. Namun setelah Perang Dingin berakhir, tatanan regional yang diinginkan ASEAN, dan hubungan ASEAN dengan negara-negara besar dari luar kawasan tentu perlu ditinjau kembali.<br />
Lingkungan strategis yang baru mendorong ASEAN untuk mengambil berbagai kebijakan baru dalam masalah politik dan keamanan. ASEAN tidak dapat lagi hanya memperhatikan masalah dan kerjasama bilateral. Perubahan konstelasi politik yang terjadi di Asia Pasifik dewasa ini telah mendorong negara-negara di kawasan ini, tidak terkecuali para anggota ASEAN, untuk semakin memperhatikan masalah keamanan. Khususnya, meningkatnya persengketaan mengenai kepulauan Spartly yang melibatkan negara-negara anggota ASEAN (Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Vietnam). Persengketaan yang ditimbulkan dari konflik laut Cina Selatan ini menimbulkan konflik bilateral (bilateral dispute) dan sengketa antar negara (multilateral dispute) menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan pecahnya konflik militer , dimana beberapa negara anggota ASEAN terlibat diantaranya. Hal inilah yang mendorong negara-negara ASEAN untuk memasukkan masalah keamanan regional kedalam agenda resmi ASEAN.<br />
Tulisan berikut ini akan menggambarkan bagaimana konflik Laut Cina Selatan menciptakan dilema keamanan diantara negara-negara di kawasaan Asia Pasifik dan bagaimana peran ASEAN sebagai peace maker tertantang optimalisasinya dalam menangani persolaan keamanan ini, mengingat posisi ASEAN menjadi tidak netral akibat terlibatnya beberapa negara anggota ASEAN dalam persengketaan Laut Cina Selatan.<br />
II. Sejarah Konflik Laut Cina Selatan<br />
Secara geografis kawasan Laut Cina Selatan dikelilingi sepuluh negara pantai (RRC dan Taiwan, Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei Darussalam, Filipina), serta negara tak berpantai yaitu Laos, dan dependent territory yaitu Makau. Luas perairan Laut Cina Selatan mencakup Teluk Siam yang dibatasi Vietnam, Kamboja, Thailand dan Malaysia serta Teluk Tonkin yang dibatasi Vietnam dan RRC.<br />
Kawasan laut Cina Selatan, bila dilihat dalam tata lautan internasional merupakan kawasan bernilai ekonomis, politis dan strategis. Kawasan ini menjadi sangat penting karena kondisi potensi geografisnya maupun potensi sumber daya alam yang dimilikinya. Selain itu, kawasan tersebut merupakan jalur pelayaran dan komunikasi internasional (jalur lintas laut perdagangan internasional), sehingga menjadikan kawasan itu mengandung potensi konflik sekaligus potensi kerjasama.<br />
Di Laut Cina Selatan sendiri terdapat empat kelompok gugusan kepulauan, dan karang-karang yaitu: Paracel, Spartly, Pratas, dan kepulauan Maccalesfield. Meskipun sengketa teritorial di Laut Cina Selatan tidak terbatas pada kedua gugusan kepulauan Spartly dan paracel, (misalnya perselisihan mengenai Pulau Phu Quac di Teluk Thailand antara Kamboja dan Vietnam), namun klaim multilateral Spartly dan Paracel lebih menonjol karena intensitas konfliknya. Di antara kedua kepulauan itu, permasalahannya lebih terpusat pada Spartly, yang merupakan gugus kepulauan yang mencakup bagian laut Cina Selatan, yang diklaim oleh enam negara yaitu Cina, Taiwan, Vietnam, Brunei, Filipina, dan Malaysia, sementara Kepulauan Paracel dan juga Pratas, praktis secara efektif masing-masing sudah berada di bawah kendali Cina dan Taiwan.<br />
Mengenai penamaan Kepulauan di Laut Cina Selatan umumnya tergantung atas klaimnya, Taiwan misalnya menamakan Kepulauan Spartly dengan Shinnengunto, Vietnam menyebut dengan Truong Sa (Beting Panjang), Filipina menyebut Kalayaan (kemerdekaan), Malaysia menyebut dengan Itu Aba dan Terumbu Layang-layang, sedangkan RRC lebih suka menyebut Nansha Quadao (kelompok Pulau Selatan). Masyarakat internasional menyebutnya Kepulauan Spartly yang berarti burung layang-layang.<br />
A. Latar Belakang Sengketa<br />
Sengketa teritorial di kawasan laut Cina Selatan khususnya sengketa atas kepemilikan Kepulauan Spartly dan Kepulauan Paracel mempunyai perjalanan sejarah konflik yang panjang. Sejarah menunjukkan bahwa, penguasaan kepulauan ini telah melibatkan banyak negara diantaranya Inggris, Prancis, Jepang, RRC, Vietnam, yang kemudian melibatkan pula Malaysia, Brunei, Filipina dan Taiwan. Sengketa teritorial di kawasan laut Cina Selatan bukan hanya terbatas pada masalah kedaulatan atas kepemilikan pulau-pulau, tetapi juga bercampur dengan masalah hak berdaulat atas Landas Kontinen dan ZEE serta menyangkut masalah penggunaan teknologi baru penambangan laut dalam (dasar laut) yang menembus kedaulatan negara.<br />
Sengketa teritorial dan penguasaan kepulauan di Laut Cina Selatan, diawali oleh tuntutan Cina atas seluruh pulau-pulau di kawasan laut Cina Selatan yang mengacu pada catatan sejarah, penemuan situs, dokumen-dokumen Kuno, peta-peta, dan penggunaan gugus-gugus pulau oleh nelayannya. Menurut Cina, sejak 2000 tahun yang lalu, Laut Cina Selatan telah menjadi jalur pelayaran bagi mereka. Beijing menegaskan, yang pertama menemukan dan menduduki Kepulauan Spartly adalah Cina, didukung bukti-bukti arkeologis Cina dari Dinasti Han (206-220 Sebelum Masehi). Namun Vietnam membantahnya, dan mengganggap Kepulauan Spartly dan Paracel adalah bagian dari wilayah Kedaulatannya. Vietnam menyebutkan Kepulauan Spartly dan Paracel secara efektif didudukinya sejak abad ke 17 ketika kedua kepulauan itu tidak berada dalam penguasaan sesuatu negara.<br />
Dalam perkembangannya, Vietnam tidak mengakui wilayah kedaulatan Cina di kawasan tersebut, sehingga pada saar Perang Dunia II berakhir Vietnam Selatan menduduki Kepulauan Paracel, termasuk beberapa gugus pulau di Kepulauan Spartly. Selain Vietnam Selatan, Kepulauan spartly juga diduduki oleh Taiwan (sejak Perang Dunia II) dan Filipina (tahun 1971).<br />
Sedangkan Filipina menduduki kelompok gugus pulau di bagian Timur kepulauan Spartly yang disebut sebagai Kelayaan. Tahun 1978 menduduki lagi gugus pulau Panata. Alasan Filipina menduduki kawasan tersebut karena kawasan ritu merupakan tanah yang tidak sedang dimiliki oleh negara-negara manapun (kososng).Filipina juga menunjuk Perjanjian Perdamaian San Francisco 1951, yang antara lain menyatakan, Jepang telah melepaskan haknya terhadap Kepulauan Spartly, mengemukakan diserahkan kepada negara mana.<br />
Malaysia juga menduduki beberapa gugus pulau Kepulauan Spartly, yang dinamai Terumbu Layang. Menurut Malaysia, Langkah itu diambil berdasarkan Peta Batas Landas Kontinen Malaysia tahun 1979, yang mencakup sebagian dari Kepulauan Spartly. Dua kelompok gugus pulau lain, juga diklaim Malaysia sebagai wilayahnya yaitu Terumbu laksamana diduduki oleh Filipina dan Amboyna diduduki Vetnam. Sementara, Brunei Darussalam yang memperoleh kemerdekaan secara penuh dari Inggris 1 Januari 1984 kemudian juga ikut mengklaim wilayah di Kepulauan Spratly. Namun, Brunei hanya mengklaim peraian dan bukan gugus pulau.<br />
Klaim tumpang tindih tersebut mengakibatkan adanya pendudukan terhadap seluruh wilayah kepulauan bagian Selatan kawasan Laut Cina Selatan. Sampai saat ini, negara yang aktif menduduki disekitar kawasan ini adalah Taiwan, Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Sementara RRC sendiri baru menguasai kepulauan tersebut pada tahun 1988, secara agresif membangun konstruksi dan instalansi militer serta menghadirkan militernya secara rutin di kepulauan tersebut.<br />
Pada momentum yang bersamaan RRC melakukan pendekatan terhadap Filipina dan malaysia untuk mencari penyelesaian sengketa atas Kepulauan Spratly secara damai. Pada waktu itu beberapa negara yang mengklaim laut Cina Selatan telah sepakat untuk tidak menggunakan senjata sebagai alat penyelesaian sengketa. Akan tetapi RRC mengadakan pendekatan kepada kedua negara tersebut, RRC terus bersikeras memperkuat kehadirannya di kepulauan Spralty dengan meningkatkan sejumlah tentaranya di pulau kecil yang lain di kawasan Laut Cina Selatan.<br />
Sikap dan tindakan RRC itu merupakan bentuk frontal penolakan terhadap serentetan protes yang dilakukan Vietnam dan seru-seruan agar diadakan perundingan-perundingan mengenai Kepulauan Spratly. Hal ini semakin jelas karena RRC berusaha mengukuhkan kehadirannya di Laut Cina Selatan, secara de jure, dengan mengeluarkan Undang-Undang tentang Laut Teritorial dan Contiguous Zone pada tanggal 25 Febuari 1992, dan telah diloloskan Parlemen Cina yang memasukkan Kepulauan Spratly sebagai wilayahnya, sedang de facto, Cina telah memperkuat kehadiran militernya di kawasan tersebut, serta melakukan modernisasi kekuatan pertahanan menuju ke arah tercapainya armada samudra.<br />
Demikianlah, persengketaan teritorial ini menciptakan potensi konflik yang luar biasa besar di sepanjang kawasan Asia Pasifik. Dengan kondisi seperti ini, masalah penyelesaian sengketa teritorial di Laut Cina Selatan tampaknya semakin rumit dan membutuhkan mekanisme pengelolaan yang lebih berhati-hati agar tidak menimbulkan ekses-ekses instabilitas di kawasan.<br />
<br />
B. Sengketa Bilateral (Bilateral Dispute)<br />
Pada perkembangannya perebuatan wilayah seputar Laut Cina Selatan semakin memanas, dan konflik-konflik bilateral tidak dapat dihindarkan. Sengeketa Bilateral ini tidak dapat dianggap sepele, karena pada akhirnya akan menimbulkan ketegangan bagi negara-negara sekitarnya. Sengketa antara RRC dan Vietnam misalnya. Sengketa dua negara ini dianggap yang paling lama dan keras, bahkan pernah berubah menjadi bentrokan senjata, pada tahun 1974 di Paracel. Konflik RRC-Vietnam ini juga dilatarbelakangi persaingan strategis, baik dalam konteks Timur-Barat dalam kasus RRC-Vietnam Selatan, mapun dalam konteks persaingan regional, dalam kasus Vietnam (setelah bersatu) – RRC. Sengketa antara dua negara dini diperuncing dengan konflik teritorial mereka di wilayah lain. Konflik Malaysia-Filipina, berawal pada tahun 1979 ketika Malaysia menerbitkan Peta Baru dimana Landas Kontinennya mencakup wilayah dasar laut dan gugusan karang di bagian selatan Laut Cina Selatan yang kemudian memicu timbulnya konflik kedua negara tersebut.<br />
Dalam konteks ASEAN, konflik Malaysia-Filipina mengalami hubungan pasang-surut, dan beberapa kali terjadi insiden yang menaikkan suhu politik dua negara. Konflik semakin memanas pada saat adanya usulan dari sejumlah politikus dan oposisi Filipina untuk memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Malaysia.<br />
Konflik bilateral juga terjadi pada negara Filipina dan Taiwan. Klaim dan kontra antara Filipina-Taiwan juga memperlihatkan situasi yang cukup rawan. Di Kepulauan Kalayan misalnya ternyata mengalami tumpang tindih diantara mereka. Wilayah yang paling dipertentangkan adalah Pulau Itu Abaa, yang oleh Filipina disebut Pulau Ligaw. Pada tahun 1988 Angkatan laut Filipina menahan 4 buah kapal nelayan Taiwan yang dituduh telah memasuki wilayah perairan Filipina di Kalayaan.<br />
Selain konflik Filipina-Taiwan, filipina juga telah menghadapi beberapa kali pertentangan yang sengit dengan RRC yang berlangsung sejak tahun 1950-an. Hal ini bermula ketika sejumlah kalangan di Filipina mulai menunjukkan perhatiannya terhadap Spratly. Sementara itu media di RRC kerapkali mengeluarkan artikel dan peringatan yang menegaskan kedaulatan RRC atas Spratly. Pada dasarnya sengketa Filipina-RRC di Spratly relatif lebih tenang dibandingkan misalnya, sengketa Vietnam-RRC. Walaupun RRC menentang pertanyaannya klain Filipina mulai melancarkan aksi pendudukan terhadap sejumlah pulau dan gugusan karang di Kalayaan. Hal ini nampaknya merupakan dampak dari usaha RRC untuk memperbaiki kedudukan geopolitisnya di Asia Pasifik dengan “open door policy” nya dalam menjalin hubungan dengan negara-negara kawasan.<br />
Namun dalam perkembangan terakhir, sengketa Filipina-RRC meningkat dengan adanya berita bahwa RRC telah menempatkan kapal perang dan membangun fasilitas baru di gugusan karang yang diklaim Filipina. Peselisihan dua negara ini semakin sukit dihindari pada 1995, ketika terjadi insiden di kawasan itu dimana militer filipina membongkar bangunan Cina di Spratly. Pada saat yang bersamaan, Angkatan laut Filipina menangkap nelayan Cina sehingga hubungan Cina-Filipina semakin menegang.<br />
Selanjutnya adalah sengketa antara Malaysia-Vietnam. Sebagai seseama anggota ASEAN, Malaysia dan Vietnam kerapkali berbenturan karena persoalaan pendudukan Vietnam terhadap beberapa wilayah Malaysia termasuk Terumbu layang-Layang. Secara fisik wilayah tersebut dikuasai oleh Vietnam. Sebaliknya pada tahun 1977 Malaysia menerbitkan peta baru.<br />
Lain halnya dengan sengketa Filipina-Vietnam di Spratly dimana terfokus pada cakupan 4 pulau atau gugusan karang yang kini dikuasai Vietnam yaitu (Southwest Cay) dalam bahasa tagalog adalah Pugad, Sin Cowe, Nam Yit, dab Sand Cay. Filipina menganggap keempat pulau itu sebagai bagian dari Kalayaan, yang diduduki secara tidak sah oleh Vietnam. Pada November 1999, terjadi ketegangan yang lebih besar antara dua negara ini, setelah pesawat pengintai filipina ditembak pasikan Vietnam. Pesawat Filipina berkali-kali terbang diatas sejumlah pulau disemenanjung Spratly.<br />
Sementara itu Brunei yang merupakan satu-satunya pihak yang tidak mengklaim pulau Laut Cina Selatan, termasuk Spratly tetap saja mengalami konflik dengan Malaysia. Yaitu sengketa mengenai sebuah karang di sebelah selatan Laut Cina Selatan yang sewaktu pasang berada di bawah permukaan laut.<br />
Brunei mengklaim gugusan karang itu dan juga landas kontinen di sekitarnya. Sementara Malaysia pada 1979 mengklaim gugusan karang tersebut dan mendudukinya serta telah membangun mercusuar diatas gugusan karang tersebut. Sengketa antara kedua negara ini relatif tenang. Meskipun gugusan karang ini sebenarnya merupakan konflik multilateral, karena diklaim pula oleh RRC, Vietnam dan Taiwan.<br />
Konflik bilateral lainnya adalah antara Taiwan-RRC. Jika dilihat secara historis dari sisi politik teritorialnya, sesungguhnya tidak terdapat sengketa wilayah karena klaim RRC di Laut Cina Selatan sama dengan klain Taiwan. Terakhir adalah sengketa antara Indonesia-RRC yang tersangkut sengketa bilateral dalam masalah landas Kontinen dan ZEE sebagaimana sidefinisikan dalam konvensi Hukum Laut Internasional 1982.<br />
Meskipun Indonesia bukan merupakan penuntut atas kepulauan atau bantuan di gugusan Spratly, akan tetapi Indonesia memiliki fakta sengketa bilateral dengan RRC. Sengketa ini tidak begitu menonjol ketimbang sengketa oleh enam negara lainnya dilaut Cina Selatan. Selain itu, RRC juga pernah menyatakan klaim terhadap sebagian Laut Natuna sampai ke perairan Pulau Bangka dan 20 mil dari Kalimantan Barat dan sekeliling Vietnam. Laut Natuna sangat vital bagi RRC karena kawasan itu merupakan alur pelayaran penting sebagai penghubung komunikasi di Utara –Selatan, dan Timur-Barat. Begitu pula RRC sudah melakukan kontrak eksplorasi minyak dengan Amerika Serikat di sekitar Pulau Hainan (sebelah utara Natura).<br />
C. Sengketa Antar Negara (Multiple Dispute)<br />
Masalah sengketa antar negara di kawasan, sangat terkait dengan aspek “national interest” masing-masing negara dalam mewujudjan keinginan mempertahankan wilayah pengaruh/hegemoni serta jaminan akan keselamatan pelayaran sebagai akibat yang disebabkan posisi strategis dan vital di kawasan Laut Cina Selatan. Klain teritorial tumpang tindih atas Laut Cina Selatan sesungguhnya bukanlah masalah baru. Secara tradisional, Cina termasuk Taiwan dan Vietnam telah menegaskan pemilikan mereka atas keseluruhan gugusan kepulauan Spratly dan sumberdaya yang ada di kawasan itu.<br />
Pada perkembangan selanjutnya Filipina dan Malaysia juga mengklaim sebagian pulau di kawasan Spratly, sedangkan Brunei Darussalam mengklaim Louise Reef, gugusan karang yang terletak di luar gugus Spratly. Dalam masalah klaim multilateral, seringkali masalah klaim RRC, Taiwan dan Vietnam dibahas menjadi satu karena erat kaitannya dengan satu dengan lainnya, akibat perkembangan sejarah, misalnya antara RRC dan Taiwan, Vietnam Selatan, Vietnam Utara dan Vietnam setelah unifikasi.<br />
Cina sebenarnya merupakan satu-satunya negara sampai Perang Dunia I yang mengklaim kedaulatan sepenuhnya atas seluruh Kepulauan Spratly, dengan mendasarkan klaimnya atas penemuan pertama. Masalah kedaulatan menjadi masalah yang sensitif anatara Prancis, Inggris dan Jepang pada akhir abad 19, padahal pada tahun 1876 Cina telah menyatakan bahwa kepulauan Spratly merupakan miliknya.<br />
Saling Klaim juga dilakukan beberapa negara lainnya, antara lain; Taiwan mengklaim dan menduduki kembali (1956) kelompok kepulauan ini dengan menempatkan satu garnisiun berkekuatan 600 tentara secara permanen di pulau terbesar, yaitu Itu Aba (Taiping dalam bahasa Cina), serta membangun landasan pesawat dan instalasi militer lainnya; Vietnam Selatan kembali menegaskan haknya atas kepulauan Spratly dan Paracel (1951) dalam konfrensi Sanfrancisco. Bahkan setelah unifikasi, Vietnam menegaskan kembali tuntutannya atas kedua kepulauan tersebut pada berbagai kesempatan, dan vietnam secara teratur mengadakan patroli di sekitar Paracel.<br />
Berbeda dengan ketiga negara sebelumnya, Filipina tidak mengklaim seluruh kepulauan Spratly dan tidak juga didasarkan atas alasan sejarah. Filipina pertama menyatakan klaimnya apada tahun 1946 di Majelis Umum PBB dan diulang lagi (1950) ketika Taiwan menarik pasukannya. Meskipun Filipina lebih belakangan menyatakan klaimnya atas gugusan Spratly, namun negara ini telah awal melakukan pendudukan militer, membuat landasan terbang dan menempatkan militer di kepulauan itu. Enam pulau yang diduduki Filipina merupakan pulau-pulau terbesar di kepulauan itu.<br />
Sementara itu Malaysia baru kembali mengklaim (1979) atas 11 pulau karang di bagian Tenggara Kepulauan Spratly berdasarka pemetaan yang dilakukannya. Dan pada tahun 1983 melakukan survey dan menyatakan kepulauan tersebut berada di perairan Malaysia. Dan Brunei Darussalam adalah yang terakhir menyatakan klaimnya atas sebagian kawasan Spratly. Klaim Brunei hampir serupa dangan Malaysia karena didasarkan pada doktrin Landas Kontinental, akan tetapi garis-garis batas ditarik secara tegak lurus dari dua titik ekstrem di garis pantai Brunei darussalam.<br />
III. Konflik Bersenjata dan Militerisasi di Laut Cina Selatan<br />
Konflik bersenjata di Paracel dan Spratly dipertajam dengan adanya klaim yang dipertegas melalui aksi pendudukan militer oleh sejumlah negara yang terlibat di dalamnya. Namun sistuasi konflik di kawasan itu selama tahun 1950-an hingga 1970-an relatif tenang. Ketenangan itu lebih disebabkan adanya sengketa yang lebih mendesak dikawasan itu, seperti berlangsungnya perang di Indocina.<br />
Konflik senjata pertama kali terjadi di wilayah Laut Cina Selatan pada tahun 1974 yaitu antara Cina dan Vietnam. Kemudian terjadi untuk kedua kalinya pada tahunm 1988, dilatarbelakangi dengan makin intensifnya persaingan Cina-Vietnam di Indocina. Konflik senjata yang kedua antara Cina-Vietnam ini mengandung arti penting karena selain menunjukkan supremasi Cina di Spratly, juga membawa dua perkembangan yang saling berhubungan yang mempunyai konsekuensi terhadap stabilitas kawasan ini di masa depan. Pertama, penegasan kembali klaim-klain Cina dan Vietnam atas kepulauan Paracel dan Spratly, kedua, meningkatnya militerisasi Cina, Vietnam, dan negara-negara pengklaim lainnya.<br />
Terjadinya bentrokan militer antara Cina dan Vietnam pada pada Maret 1988 tersebutlah yang menjadi pendorong utama militerisasi Laut Cina Selatan dalam upaya menegaskan dan mengamankan kawasan tersebut, Sampai saat ini kecuali Brunei, masing-masing pihak telah menentukan “land base” diantara gugusan pulau-pulau Spratly, sekaligus menempatkan tentaranya di kawasan itu secara tidak menentu dan tanpa pola yang jelas. Beberapa posisi pendudukan Cina bahkan cukup jauh ke Selatan.<br />
Hakikat dari berbagai klaim ini sangat jelas, yaitu mencari sumberdaya, berupa minyak dan gas, dapat diperkirakan sangat berlimpah di kawasan tersebut. Upaya-upaya eksplorasi terus berlanjut dan eksploitasi sumberdaya perikanan juga berlangsung.<br />
Taiwan menduduki pulau terbesar dari kelompok spratly, Itu Aba sejak tahun 1956, dan menempatkan 600 tentara di pulau tersebut. Situasi mulai berubah sejak Cina mempercepat program modernisasi Angkatan Laut dan meningkatkan kehadiran militernya di kepulauan tersebut. Cina mulai mengirimkan pasukannya sejak tahun 1973 dan terus membentengi posisi mereka di Paracel dan gugusan Spratly.<br />
Vietnam selatan menggunakan kemampuan militer atas klaimnya sejak tahun 1969 ketika negara itu mengirimkan pasukan ke Kepulauan Paracel. Vietnam mulai menyatakan pemilikannya atas Spratly tahun 1975 dengan menempatkan tentaranya di 13 pulau kelompok Kepulauan Spratly. Di antara negara-negara Asia Tenggara, Filipina merupakan negara pertama yang menggunakan kekuatan militer untuk menegaskan klaimnya di Laut Cina Selatan. Pada tahun 1968 Filipina menempatkan Marinir pada sembilan pulau.<br />
Malaysia merupakan negara terakhir yang menempatkan pasukannya, pada akhir 1977 dan kini menduduki sejumlah sembilan pulau dari kelompok Kepulauan Spratly. Pada 4 September 1983 Malaysia mengirim sekitar 20 Pasukan Komando ke Terumbu Layang-layang. Brunei merupakan satu-satunya negara yang menahan diri untuk tidak menempatkan pasukannya di wilayah Spratly. Dalam kenyataannya Louisa Reef yang telah diklaimnya bahkan telah diambil alih oleh Malaysia.<br />
Secara umum, negara negara pantai di Laut Cina selatan telah membangun kekuatan militer dalam beberapa waktu belakangan ini. Cina, misalnya kini sedang membangun kekuatan Angkatan Laut yang besar, berencana membeli dua kapal induk, dan membangun pangkalan udara militer yang dilengkapi radar canggih di Pulau Woody, kelompok Kepulauan Paracel. Pangkalan ini, bila telah selesai, memungkinkan Cina memberikan perlindungan udara terhadap Kepulauan Spratly. Selain itu, negara-negara lainnya juga meningkatkan kemampuan Angkatan Lautnya untuk menjaga klaim dan pendudukannya. Akhir-akhir ini di kawasan Kepulauan Spratly, Cina membangun pangkalan dan instalasi militer di Pulau Karang Mischief sejak 1995 dan diperluas pada 1998. Menurut Beijing, bangunan itu hanyalah tempat pemukiman para nelayan nama Mischief sendiri berasal dari bahasa Cina yang berarti Meiji (wilayah Cina).<br />
<br />
IV. Konsep Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN<br />
Deklarasi Bangkok 1967 telah menetapkan bahwa bidang ekonomi dan sosial budaya merupakan bidang-bidang penting ASEAN. Deklarasi Bangkok tidak secara eksplisit menyebut kerjasama politik dan keamanan. Namun demikian, sejak awal berdirinya ASEAN, kerjasama politik dan keamanan mendapat perhatian dan dinilai penting. Kerjasama politik dan keamanan terutama diarahkan untuk mengembangkan penyelesaian secara damai sengketa-sengketa regional, menciptakan dan memelihara kawasan yang damai dan stabil, serta mengupayakan koordinasi sikap politik dalam menghadapi berbagai masalah politik regional dan global. Dengan kata lain, Deklarasi Bangkok mengandung keinginan politik para pendiri ASEAN untuk hidup berdampingan secara damai dan mengadakan kerjasama regional.<br />
Pada prinsipnya kerjasama politik dan keamanan ASEAN mempunyai arah dalam menciptakan stabilitas dan perdamaian kawasan dengan bertumpu pada dinamika dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta sekaligus dapat membangun rasa saling percaya (confidence building) menuju suatu “masyarakat kepentingan keamanan bersama” di Asia Tenggara dan Asia Pasifik yang kemudian sehingga menumbuhkan pengharapan terciptanya sebuah lingkungan strategis yang diharapkan.<br />
Berdasarkan tujuan-tujuan dasar organisasi tersebut, ASEAN berupaya untuk mengambil bagian dalam memecahkan persoalan konflik Laut Cina Selatan dengan upaya-upaya damai. Apalagi, ketegangan yang terjadi diantara negara-negara yang bersengketa sangat rawan konflik. Kondisi ini mencerminkan adanya dilema keamanan (security dilemma) sehingga mendorong lahirnya konsep yang lazim disebut sebagai security interdependence, yaitu bentuk usaha keamanan bersama untuk mengawasi masalah-masalah regional, yang menyangkut keamanan regional yang diakibatkan munculnya gangguan di kawasan Laut Cina Selatan.<br />
Dalam memperoleh keamanan bersama yang komprehensif maka setidaknya dapat menjalankan konsep keamanan yang kooperatif di kawasan. Di antara negara-negara ASEAN misalnya, istilah Ketahanan Nasional dan Ketahan Regional menjadi suatu konsep kooperatif yang pada intinya bersifat inward looking yang telah lama mendasari hubungan antarnegara. Dengan demikian dalam usaha mewujudkan kerjasama keamanan tersebut harus dibarengi dengan semangat konstruktif dan penuh keterbukaan di antara negara-negara di kawasan baik itu dalam konteks ASEAN maupun Asia Pasifik. Inti semangat itu adalah mendahulukan konsultasi daripada konfrontasi, menentramkan daripada menangkal, transparansi daripada pengrahasiaan, pencegahaan daripada penanggulangan dan interdepedensi daripada unilateralisme.<br />
Oleh karena itu, dalam mengatasi potensi konflik di Laut Cina Selatan, diharapkan nilai-nilai positif yang dapat dicapai ASEAN melalui pengelolaan keamanan bersama regional (regional common security) harus dipromosikan untuk menciptakan keamanan dan perdamaian berlandaskan kepentingan yang sama, sehingga semua negara kawasan, termasuk negara ekstra kawasan harus memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi dalam memberikan jaminan keamanan kawasan di samping adanya konvergensi kepentingan masing-masing. Hal ini penting karena pada dasarnya kawasan Laut Cina Selatan merupakan lahan potensial masa depan dan salah satu kunci penentu bagi lancarnya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional masing-masing negara kawasan. Selain itu, Laut Cina Selatan juga tidak dapat dijauhkan dari fungsinya sebagai safety belt dalam menghadapi ancaman, tantanganm hambatan dan gangguan khususnya bagi negara-negara dalam lingkaran Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Pada titik inilah ASEAN melihat urgensitas Konflik Laut Cina Selatan sebagai masalah yang sangat penting.<br />
V. Signifikansi Konflik Laut Cina Selatan bagi ASEAN<br />
Laut Cina Selatan merupakan salah satu komoditas politik internasional dalam kerangka politik kekuatan bagi setiap negara yang berusaha meningkatkan posisi kekuatannya terhadap negara-negara saingannya, sehingga negara-negara tersebut berusaha mempertahankan hegemoni-nya untuk merebut pengaruh di kawasan agar tetap dapat memanfaatkan potensi yang ada di sepanjang tepian “pasifik”.<br />
Dengan berakhirnya perang dingin, berubahnya sistem internasional menjadi multipolar, menciptakan kesulitan-kesulitan baru dalam menghadapi kekuatan dan ancaman luar yang semakin sulit ditebak. ASEAN sebagai organisasi kawasan Asia Tenggara tidak dapat lagi melihat persolaan dan ancaman terbatas satu kawasan saja. Tetapi harus lebih dapat menangkap segala keadaan yang mengancam yang dapat datang dari manapun, termasuk dari kawasan yang lebuh luas, seperti Asia Pasifik.<br />
Perubahan sistem internasional yang menciptakan konsep-konsep keamanan baru tersebut melatarbelakangi ASEAN untuk mengambil bagian dalam penyelesaian konflik di Laut Cina Selatan, disamping beberapa pertimbangan dan kepentingan-kepentingan ASEAN lainnya. Signifikansi konflik Laut Cina Selatan bagi ASEAN, secara singkat dapat duraikan sebagai berikut: Pertama, Kepentingan ASEAN dalam menjaga stabilitas hubungan negara-negara anggotanya, khususnya yang terlibat langsung dalam konflik Laut Cina Selatan (Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Brunei Darusalam).<br />
Kedua, Laut Cina Selatan merupakan wilayah yang strategis. Sehingga kawasan ini sangat potensial untuk menjadi pangkalan militer dari negara-negara yang akan meluaskan pengaruhnya di Asia Tenggara. Kemungkinan tersebut merupakan ancaman yang harus diperhatikan ASEAN dalam mempertahankan keamanan regional. Ketiga, adalah masalah ekonomis. Laut Cina Selatan memiliki potensi besar baik dari sumber daya mineral, perikanan bahkan minyak dan gas bumi.<br />
Dengan demikian, besarnya potensi konflik yang ada di kawasan laut Cina Selatan, dan pengaruhnya yang juga besar terhadap stabilitas kawasan Asia Tenggara, memaksa ASEAN untuk berfikir lebih serius menjaga segala kemungkinan gangguan keamanan yang datang. Konflik Laut Cina Selatan juga merupakan wahana bagi ASEAN untuk mempertegas eksistensinya sebagai organisasi regional yang solid dan masih berfungsi sebagaimana mestinya.<br />
A. ASEAN dalam Pengelolaan Konflik Laut Cina Selatan<br />
Berbagai upaya yang telah dilakukan untuk menghindari potensi Konflik Laut Cina Selatan menyusul adanya kemungkinan upaya penyelesaian konflik secara damai oleh semua pihak yang terlibat sengketa. Salah satu upaya menghindari potensi konflik tersebut adalah melalui pendekatan perundingan secara damai baik secara bilateral maupun multilateral dan juga melakukan kerjasama-kerjasama yang lazim digunakan mengelola konflik regional dan internasional.<br />
Pada tingkat kerjasama subregional Asia Tenggara, setidaknya ASEAN telah berfungsi sebagai forum yang efektif untuk menyelesaikan masalah-masalah ekonomi, politik, sosial budaya dan banyak masalah keamanan. Keberhasilan ASEAN dicerminkan oleh upaya mengatasi konflik-konflik bersenjata atau tindakan-tindakan provokatif sejak organisasi ini berdiri 1967. Dan hingga saat ini regionalisme ASEAN berfungsi sebagai instrumen untuk menyelesaikan krisis-krisis internal. Penyelesaian ini dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu, mengurangi kemungkinan munculnya konflik diantara negara-negara tetangga dan memaksimalkan proses pembangunan ekonomi untuk menunjang peningkatan ketahanan Regional secara kolektif.<br />
Oleh karena itu, regionalisme ASEAN sangat penting dikembangkan menjadi satu kawasan yang lebih luas yaitu regionalisme Asia Pasifik, dimana masalah-masalah regional seperti sengketa Laut Cina Selatan tidak hanya melibatkan negara-negara ASEAN akan tetapi juga negara non-ASEAN seperti RRC dan Taiwan dan negara kawasan lainnya yang tidak terlibat langsung. Konflik laut Cina selatan menjadi penting karena cakupan regionalisme Asia Pasifik akan meningkatkan kekuatan kawasan dalam menangani bentuk-bentuk konflik regional yang sesungguhnya sangat menentukan bagi kepentingan nasional masing-masing negara anggota.<br />
Upaya-upaya perundingan untuk memecahkan permasalahan secara multilateral untuk terciptanya stabilitas di kawasan banyak mendapat dukungan negara-negara pengklaim yang semuanya adalah negara negara anggota ASEAN, kecuali Taiwan. Hal ini beralasan mengingat melalui perundingan regional atau multilateral, setidaknya dapat membantu semua negara pengklaim di kawasan itu untuk memilih peluang dan posisi yang sama dalam mempertahankan klaim dan pendudukannya terutama dalam menghadapi tuntutan Cina. Sebaliknya Cina lebih memilih perundingan secara bilateral dengan masing-masing negara sengketa, karena dengan cara ini Cina dapat lebih mudah menekan setiap negara daripada menghadapinya.<br />
Belakangan ini memang ASEAN menghadapi tantangan untuk meningkatkan dan mempertahankan kawasannya yang damai dengan terus berlarut-larutnya sengketa antar engara kawasan laut Cina Selatan tersebut. Adanya konflik ini akan membawa dampak tidak saja terhadap kerjasama ekonomi ASEAN yang selama ini telah membawa hasil yang maksimal, tetapi juga terhadap kelangsungan ASEAN sebagai organisasi regional yang memayungi kepentingan nasional masing-masing anggotanya..<br />
Oleh karena itu, satu hal yang paling penting digarisbawahi dari eksistensi ASEAN adalah pembentukkannya dan pencapaian tujuannya, disandarkan pada inspirasi, komitmen politik dan keamanan regional. Sejak ASEAN didirikan ada empat keputusan organisasional yang dapat dijadikan landasan dan instrumen dalam pengelolaan potensi konflik laut Cina Selatan. Keempat keputusan organisasional tersebut yaitu:<br />
Deklarasi Kuala Lumpour 1971 tentang kawasan damai, bebas dan Netral (ZOPFAN).<br />
Traktat Persahanatan dan kerjasama di Asia Tenggara (TAC) yang dihasilkan oleh KTT ASEAN I 1976.<br />
Pembentukan ASEAN Regional Forum (ARF) dan pertemuan pertamanya di bangkok tahun 1994<br />
KTT ASEAN V (1995) menghasilkan traktat mengenai kawasan Bebas<br />
Senjata Nuklir di Asia Tenggara (Treaty on South East Zone-Nuclear Free Zone – SEANWFZ).<br />
B. Instrumen Mencegah Konflik Laut Cina Selatan.<br />
Konsep ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom and Neutrality) merupakan pengejawantahan dari sikap ASEAN yang sesungguhnya tidak mau menerima keterlibatan yang terlalu jauh dari negara-negara besar wilayah Asia Tenggara. ASEAN mengusahakan pengakuan dan penghormatan Asia Tenggara sebagai zona damai, bebas dan netral oleh kekuatan luar seraya memperluas kerjasama antar negara se-kawan sebagai persyarat bagi memperkuat kesetiakawanan dan keakraban semua negara yang ada di kawasan.<br />
Konsep ZOPFAN yang dirumuskan April 1972 sebenarnya memberikan kontribusi besar bagi kehidupan regional di Asia Tenggara. Pedoman yang terdapat dalam konsep tersebut adalah :<br />
• bahwa regionalisme Asia Tenggara tidak boleh mengganggu “kemerdekaan, kedaulatan, persamaan, keutuhan wilayah dan kepribadian nasional setiap bangsa”;<br />
• bahwa setiap negara harus dapat “melangsungkan kehidupan nasionalnya bebas dari campur tangan, subversi atau tekanan luar”;<br />
• bahwa tidak ada campur tangan “mengenai wawasan dalam negeri satu sama lain”;<br />
• bahwa setiap “perselisihan atau persengketaan harus diselesaikan dengan cara-cara damai”<br />
• dan bahwa “setiap pengancaman dengan kekerasan” tidak dapat diterima.<br />
Sementara untuk menunjang ZOPFAN dan dalam upaya mencairkan kebekuan hubungan bilateral karena adanya perbedaan-perbedaan mulai terlihat saat dikeluarkannya dekalrasi perjanjian persahabatan dan kerjasama (Treaty of Amity and Cooperation-TAC). Perjanjian ini ditandatangani pada KTT I ASEAN di Bali tahun 1976. Inti perjanjiannya adalah bagaimana menggunakan cara-cara damai dalam menyelesaikan persengketaan intra ASEAN. Perjanjian ini merupakan prinsip dasar yang menjadi pedoman bagi negara-negara ASEAN dalam mengatasi permasalahan yang timbul dalam hubungan bilateral anggota ASEAN.<br />
TAC pada dasarnya merupakan hasil dari transformasi prinsip-prinsip dan aspirasi ASEAN dalam deklarasi Bangkok dan ZOPFAN ke dalam suatu bentuk perjanjian (treaty) internasional yang mengikat dan menjadikannya sebagai code of conduct dalam interaksi intra-ASEAN. Didalam perkembangannya TAC telah dijabarkan dan diperluas perannya untuk dapat ikut mencari penyelesaikan sengketa secara damai atau paling tidak dapat berfungsi sebagai pencegah konflik sebagaimana dipertegas dalam perjanjian TAC bab IV, mengenai prinsip-prinsip penyelesaian secara damai (the pasific settlement of disputes).<br />
Berkaitan dengan potensi Konflik Laut Cina Selatan, maka prinsip-prinsip TAC dapat diberlakukan dalam pengelolahannya. Hal ini berdasarkan Deklarasi Prinsip-prinsip Laut Cina Selatan, yang mendesak semua pihak guna “memerapkan prinsip-prinsip yang termaktub dalam TAC sebagai dasar untuk merumuskan code of international conduct di Laut Cina Selatan. Sedangkan SEA-NWFZ merupakan langkah kedua setelah TAC dalam perwujudan ZOPFAN. Pada KTT IV di Singapura telah mengikrarkan bahwa SEA-NWFZ terus diusahakan, mengingat adanya upaya beberapa negara besar yang ada di kawasan maupun di luar kawasan tetap mengembangkan nuklirnya sebagai bukti kapabilitas pertahanannya.<br />
Baik konsep ZOPFAN, NWFZ maupun TAC pada prinsipnya adalah “zooning arrangement” yang merupakan instrumen dasar konsep keamanan ASEAN yang juga dapat bertindak sebagai instrumen pembangunan kepercayaan di Asia Pasifik khususnya dalam mencegah Konflik di Laut Cina Selatan. Program ZOPFAN mempunyai unsur-unsur utama yang menjadi perangkat dalam mencegah konflik di kawasan, antara lain:<br />
1) Memperkuat jaringan kerjasama bilateral dan trilateral antara negara-negara Asia Tenggara,<br />
2) Pengembangan suatu code of conduct yang mengikat negara-negara di Asia Tenggara dan negara-negara disekitarnya,<br />
3) Pengembangan cetak biru politik-keamanan untuk memungkinkan negara-negara sahabat membantu dalam membangun perdamaian, stabilitas dan kesejahteraan di Asia Tenggara, serta<br />
4) Mengembangkan suatu kerangka untuk bekerja dengan Piagam PBB dalam menciptakan, melanggengkan, dan membangun perdamaian.<br />
Seperti diketahui fenomena politik dan keamanan atas kawasan Laut Cina Selatan selama beberapa dekade belakangan ini tampak jelas langsung dippengaruhi oleh inkonsistensi dan ketidakpastian dalam prilaku politik luar negeri RRC. Karena Cina memandang masalah kedaulatan nasional dan integritas wilayah sebagai masalah yang sangat penting untuk diperjuangkan, maka besar kemungkinan upaya untuk mencari penyelesaian secara damai konflik ini akan berjalan secara lambat, karena itu Konflik Laut Cina selatan akan memungkinkan menjadi konflik berkepanjangan di kawasan Asia Pasifik.<br />
Dalam upaya mencegah konflik dan menciptakan tingkat kepastian tertentu di kawasan, maka setidaknya prilaku setiap pihak yang bertikai dapat menghormati aturan-aturan dan kesepakatan regional yang telah mendapat pengakuan internasional. Adanya traktat ataupun perjanjian regional yang telah dilahirkan ASEAN diharapkan dapat menjadi instrumen manajeman konflik, khususnya dalam menghadapi sikap dan respon Cina terhadap prakarsa-prakarsa negara-negara ASEAN dalam menciptakan tata hubungan politik dan keamanan yang lebih predictable di kawasan Laut Cina Selatan. Dalam melakukan pencegahan konflik di kawasan, segenap negara kawasan Asia Tenggara dapat menempuh cara dua tahap: Secara internal dalam tingkat subregional ASEAN senantiasa konsisten dengan komitmennya tentang perdamaian, keamanan dan stabilitas di kawasan yang kebetulan beberapa anggota ASEAN lainnya terlibat dalam konflik di Laut Cina Selatan;<br />
Secara eksternal ASEAn senantia mengambilkan langkah-langkah untuk menangani masalah Laut Cina Selatan khususnya pada tingkat regional atau multilateral. Misalnya, ASEAN mencoba membujuk Cina untuk menghormati code of conduct ASEAN seperti Zone Of Peace, Freedom, and Neutrality (ZOPFAN) dan Treaty of Amity and Coorporation (TAC), sebagai nilai, norma dan prinsip-prinsip yang harus menjadi acuan hubungan antar negara di kawasan utamanya dalam mewujudkan ‘the Pasific settlement of disputes”.<br />
C. Peran ASEAN Regional Forum (ARF) dalam Mengatasi Potensi Konflik Laut Cina Selatan.<br />
ASEAN Regional Forum (ARF) adalah forum dialog resmi antarpemerintah dan merupakan bagian dari upaya membangun saling percaya di kalangan negara-negara Asia Pasifik untuk membicarakan masalah-masalah keamanan regional secara lebih langsung dan terbuka. Salah satu tujuannya adalah menciptakan lingkungan keamanan yang lebih luas sehingga wilayah ASEAN dapat tumbuh secara lebih kuat dan mandiri.<br />
ARF lahir sebagai implikasi logis dari berakhirnya sistem bipolar di Asia pasifik. Implikasi tersebut mengharuskan negara-negara Asia Pasifik mencari pendekatan-pendekatan baru atas masalah-masalah keamanan di kawasan. Dari sini kemudian muncul pemikiran tentang regionalisasi masalah keamanan. Negara-negara ASEAN dan negara-negara besar di kawasan mempunyai alasan yangrasional mengapa pendekatan baru diperlukan.<br />
Negara-negara di kawasn tidak bisa lagi mengeksploitasi persaingan negara adidaya, memainkan kartu Amerika Serikat dan Rusia, untuk kepentingan keamanan di kawasan. Sementara itu bagi negara-negara besar, runtuhnya Uni Soviet dan sistem bipolar menyebabkan nilai strategis negara-negara di kawasan menjadi berkurang. Pada saat yang sama dinamika kawasan di Asia Pasifik masih menyimpan beberapa ketidakpastian, dimana salah satunya berupa konflik-konflik teritorial khususnya konflik teritorial di Laut Cina Selatan.<br />
Dengan demikian ARF merupakan forum multilateral pertama di Asia Pasifik untuk membahas isu-isu keamanan. Pembentukan lembaga ini merupakan sebuah langkah mendahului oleh negara-negara ASEAN, yang memberi arti sukses dan kemandirian pengelompokkan regional itu. Ini juga merupakan salah satu bukti keunggulan ASEAN dalam memanfaatkan momentum agenda keamanan kawasan. Misalnya keberhasilan ASEAN dalam melakukan dialog multilateral tentang masalah di Laut Cina Selatan. Keberhasilan tersebut merupakan upaya penting untuk mencegah pecahnya konflik antarnegara yang terlibat sengketa perbatasan di kawasan Asia pasifik.<br />
Dari uraian diatas nampak bahwa ARF memiliki peran yang signifikan dalam berbagai isu keamanan yangmenyimpan sejumlah konflik. Selain itu makna ARF menjadi semakin penting sebagai satu-satunya forum keamanan yang paling banyak diminati oleh negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Sejak berdirinya, forum ini telah menyumbangkan berbagai program konkret dalam mengelola isu keamanan regional di Laut Cina Selatan.<br />
<br />
<br />
KESIMPULAN<br />
Berakhirnya Perang Dingin telah melahirkan sistem internasional yang multipolar. Perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh berakhirnya Perang Dingin juga telah berperan menonjolkan isu dan perkembangan baru di Asia Tenggara yang mempengaruhi perspektif keamanan negara-negara ASEAN. Perkembangan isu dan kajian keamanan yang cepat, memaksa ASEAN untuk lebih serius memperhatikan permasalahan yang datang dari manapun dan berhati-hati menghadapi setiap konflik yang mengancam stabilitas keamanan kawasan.<br />
Konflik Laut Cina Selatan yang juga melibatkan langsung beberapa negara anggota ASEAN, menjadi prioritas perhatian ASEAN dalam bidang politik-keamanan terutama pasca perang dingin. Dilihat dari sudut pandang geopolitik, Kawasan Laut Cina Selatan merupakan kawasan dengan potensi konflik yang tinggi dimana banyak negara berlomba dan mengklaim wilayah tersebut. Kerawanan kawasan ini menciptakan dilema keamanan yang pada akhirnya mengancam stabilitas keamanan kawasan ASEAN.<br />
Pesoalaannya adalah ASEAN terbentur pada keharusannya untuk terlibat dalam pengelolaan konflik Laut Cina Selatan, dimana beberapa negara anggotanya terlibat disana. Sementara ASEAN juga memiliki prinsip-prinsip kemandirian yang menekankan pada ketidakberpihakkan terhadap hal/kelompok tertentu serta tidak ikut campur dalam persolaan wilayah/kelompok lain. ASEAN harus menjaga keharmonisan hubungan diantara negara-negara anggotanya, disamping harus menjaga setiap potensi konflik dari lingkungan atau kawasan yang dapat mengancam keamanan regionalnya.<br />
Yang terpenting adalah selama ASEAN dapat konsisten terhadap dalam menjaga komitmennya untuk ikut serta menjaga, menciptakan stabilitas keamanan regional dan global, serta mengedepankan strategi keamanan yang kooperatif dengan upaya-upaya damai dalam mengelola pesoalan-persoalan khususnya dalam kasus Laut Cina Selatan, maka eksistensi ASEAN sebagai organisasi internasional di kawasan Asia Tenggara dapat terus dirasakan bahkan menjadi sebuah institusi yang efektif dan diperhitungkan di kawasan Asia pasifik.hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-38385232823011165652011-05-14T10:55:00.000-07:002011-05-14T11:33:50.872-07:00KEGAGALAN ISI DAN BERKEMBANGNYA ISU NEOLIBERALISME DI AMERIKA LATINSerial Kegagalan ISI dan Isu Neoliberalisme di Amerika latin karya Anil Hira (2007) menjadi bukti adanya beberapa indikator dari kegagalan ISI dan berkembangnya isu neoliberalisme di Amerika Latin pada tahap kedua dari impor yang telah menggantikan industrialisasi yang umum dikenal dengan ISI2 yang juga terlibat dalam pergerakan industrialisasi di Amerika Latin pada tahun 1950-1980.<br />
<br />
Tinjauan umum tentang sejarah perekonomian di Amerika Latin ditandai penerapan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara mencolok yang dimotori oleh Inggris melalui pelaksanaan privatisasi seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mereka. Penyebarluasan agenda-agenda ekonomi neoliberal ke seluruh penjuru dunia, menemukan momentum setelah dialaminya krisis moneter oleh beberapa negara Amerika Latin pada penghujung 1980-an.Sebagaimana dikemukakan Stiglitz, dalam rangka menanggulangi krisis moneter yang dialami oleh beberapa negara Amerika Latin, bekerja sama dengan departemen keuangan AS dan Bank Dunia serta IMF yang sepakat meluncurkan sebuah paket kebijakan ekonomi yang dikenal sebagai paket kebijakan Konsensus Washington.<br />
<br />
Agenda pokok paket kebijakan Konsensus Washington yang menjadi menu dasar program penyesuaian struktural IMF tersebut dalam garis besarnya meliputi pelaksanan kebijakan anggaran ketat, termasuk penghapusan subsidi negara dalam berbagai bentuknya, pelaksanaan liberalisasi sektor keuangan, pelaksanaan liberalisasi sektor perdagangan dan pelaksanaan privatisasi BUMN.<br />
Peran terpenting dalam mengglobalkan sistem neoliberal ini adalah melalui lembaga IMF, Bank Dunia dan WTO serta pintu masuk kenegara-negara tersebut khususnya kenegara dunia ketiga adalah melalui jebakan utang, yaitu utang yang diberikan secara terus menerus tanpa ada pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dana utang tersebut yang mengakibatkan pemerintahan nasional negara dunia tersebut menjadi kecanduan dan akhirnya tidak berdaya lagi menolak perubahan sistem ekonomi nasionalnya dengan mekanisme SAP (structural Adjustment Program).<br />
<br />
Dengan SAP inilah pemilik modal besar di Internsaional mampu merubah sistem ekonomi yang sudah ada menjadi sistem ekonomi yang sesuai dengan keinginan mereka dalam mengembangakan investasi dan keuntungan. SAP ini dilakukan melalui langkah pembukaan impor sebebas-bebasnya dan adanya aliran uang yang bebas, devaluasi, kebijakan moneter dan fiskal dalam bentuk pembatasan kredit, peningkatan suku bunga kredit, penghapusan subsidi, peningkatan pajak, kenaikan harga kebutuhan publik.<br />
Dalam buku ini Anil Hira juga mengatakan bahwa faktor-faktor lain yang mempengaruhi struktur perekonomiam pada tahap ini adalah imigran besar-besaran dari Eropa yang membawa pengaruh pada perkembangan industrialisasi di Amerika Latin.<br />
<br />
Fernando Fajnzylber juga mengatakan bahwa pemulihan stabilitas ekonomi pada 1980an dilakukan dapat dilakukan melalui keseimbangan fiskal dan pengendalian inflasi serta terlibat aktifnya negara dalam rangka peningkatan produktifitas. Fajnzylber juga menjelaskan peningkatan produktifitas harus mencakup investasi fisik dan manusia. Perubahan strategi dari industri berbasis sumber daya alam ke industri manufaktur serta meningkatkan kapasitas teknologi dan gagasan untuk bersaing dengan ekonomi internasional dengan mengembangkan sektor publik serta meningkatkan kerja sama antar negara. Namun disayangkan gagasan ini kurang cocok dengan kondisi waktu itu. Walaupun demikian hal ini sangat menarik untuk dikaji dalam sejarah perkembangan neoliberalisme yang juga menyulut banyak perdebatan tentang kinerjanya.<br />
<br />
Peristiwa baru-baru ini di Amerika Latin mematahkan klaim neoliberal bahwa mengurangi radius aktivitas negara akan memperdalam demokrasi dan mengakibatkan peningkatan penghasilan secara tetap bagi baik kaum kaya maupun miskin. Sepanjang dekade 1990an, hampir semua presiden Amerika Latin menerapkan formula-formula neoliberal, tapi hasilnya dalam front politik maupun ekonomi terbukti mengecewakan.<br />
Sementara ekonomi stagnan dan polarisasi sosial semakin dalam, kekuasaan eksekutif yang eksesif, dikenal sebagai hyperpresidensialisme, menyebabkan beberapa ilmuwan politik mengarakterkan sistem politik tersebut hanya sebagai hampir demokratik (O'Donnell, 1994; Oxhorn dan Ducatenzeiler, 1998). Menjelang akhir 1990an, gerakan anti-neoliberal yang mulai muncul berhasil mencatat beberapa kemenangan dalam pemilu presidensial. Pada dekade setelahnya, anti-neoliberalisme melancarkan ofensif, sebagaimana dibuktikan oleh diskursus presiden berhaluan kiri Hugo Chavez (Venezuela) yang dengan keras anti-neoliberal, dan kemenangan pemilu presiden Luiz Inacio Lula da Silva (Brasil), Lucio Gutierrez (Ekuador) dan Nestor Kirchner (Argentina).<br />
<br />
Kebangkrutan neoliberalisme telah mendorong kaum anti-neoliberal untuk mengembangkan strategi politiknya sendiri. Muncullah tiga pendekatan Kiri-Tengah yang diajukan oleh politikus-akademisi Meksiko Jorge Castaneda, yang mana kaum kiri meminang "kaum tengah" agar menjauh dari kanan dengan berbasiskan program alternatif terhadap neo-liberalisme, strategi yang diasosiasikan dengan teoretikus Marxis dari Chile Marta Harnecker, yang mana kaum kiri memprioritaskan anti-neoliberalisme, sementara menghindari baik tuntutan-tuntutan yang lebih kiri maupun aliansi dengan kaum kanan yang akan secara substansial mencairkan intisari anti-neoliberalisme dan strategi yang lebih kiri yang dibela oleh James Petras yang mana tuntutan anti-neoliberal dikedepankan tapi tidak menutupi perjuangan anti-imperialis atau anti-kapitalis.<br />
Yang menjadi dasar perdebatan tiga strategi ini adalah tantangan yang dihadapi kaum kiri dalam memformulasikan tuntutan dan tawaran model dalam era globalisasi. Dalam dua dekade terakhir, isu-isu seperti privatisasi, nasionalisasi, tarif proteksi, dan investasi asing di Amerika Latin telah menjadi lebih kompleks dari pada masa lalu, ketika partai-partai sosial demokratik dan kiri masih mengusung peningkatan strategi-strategi kontrol negara terhadap ekonomi.<br />
<br />
Sedikit kaum Kiri di Amerika Latin yang mengutuk privatisasi atau modal asing dan tak dapat lagi ditemukan pembela autarki, meskipun beberapa kaum kanan menyebut kaum kiri sebagai "dinosaurus" atas tuduhan mengusung model yang sudah usang itu.<br />
Menghadapi latar baru yang kompleks ini, tidaklah mudah menentukan musuh yang dijadikan target, memformulasikan slogan dan mendefinisikan strategi. Maka contohnya para pimpinan anti-neoliberal di Amerika Latin telah gagal menghubungkan tuntutan yang muncul dari berbagai perjuangan seputar privatisasi. Dibandingkan masa lalu, kaum kiri Amerika Latin lebih dituntut untuk memperhitungkan mobilitas modal multinasional dan menangani berbagai macam isu yang tak selalu dapat dibingkai dalam gambaran hitam dan putih.<br />
<br />
Dalam artikel ini saya juga memberikan pandangan umum terhadap formulasi yang dikedepankan oleh Castaneda, Harnecker dan Petras. Posisi-posisi ini mewakili titik-titik acuan utama dalam perdebatan tentang strategi kiri di Amerika Latin. Sebagai tambahan, ketiga penggagas strategi ini cukup dikenal di antara kaum kiri dan lingkaran intelektual di Amerika Latin, karena merupakan penulis yang produktif dan memiliki hubungan erat selama tahunan dengan pimpinan politik dan sosial di sisi kiri spektrum politik.<br />
<br />
Artikel ini juga berupaya mengisi celah yang kosong dalam literatur yang ada. Meskipun formulasi-formulasi ini penting, tidak ada tulisan neoliberalisme akademik maupun jurnalistik yang secara jelas mendefinisikan dan membedakan ketiganya, tidak pula menghubungkannya dengan kebangkitan gerakan dan pemerintahan anti-neoliberal. Artikel ini juga mengeksplorasi beberapa implikasi kelas dari tiga tesis ini, terutama dengan meninjau konsep "borjuasi progresif" dan "kelas terpinggirkan," yang keduanya sangat bersandar pada strategi anti-neoliberal. Dalam perkembangan Amerika Latin selanjutnya dengan mengandalkan deskriptif statistik disebutkan bahwa ISI periode 1950-1980 dan 1980-2000 adalah sebuah neoliberalisme.hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-83069115057999527822011-05-14T10:51:00.000-07:002011-05-14T11:33:50.872-07:00Amerika Latin bergerak ke KiriPolitik Amerika Latin bergerak ke “Kiri.” Itulah kira-kira gambaran umumnya. Betapa tidak! Dengan terpilihnya pemimpin petani sosialis Evo Morales sebagai presiden Bolivia; Michelle Bachelet, seorang perempuan dari Partai Sosialis, sebagai presiden Cile; Rafael Correa, seorang intelektual kiri sebagai presiden Ekuador; dan tokoh revolusioner lama, Daniel Ortega sebagai presiden Nikaragua, maka hampir semua negara di Amerika Latin saat ini memiliki pemerintahan bergaris “Kiri.” Atau moderatnya, pemerintahan “Kiri-Tengah.”<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Mereka, tampaknya mengikuti gerbong politik yang sudah ditarik lebih dahulu oleh Hugo Chavez dari Venezuela, Nestor Kirchner dari Argentina, Tabarez Vazquez dari Uruguay, serta Ignacio “Lula” da Silva dari Brazil, dalam membangun blok oposisi terhadap Washington yang mempromosikan kebijakan “pasar bebas,” atau tepatnya, neoliberalisme, dalam dua dekade belakangan ini. Dan sudah pasti, dalam gerbong tersebut, ada tokoh “Kiri” Fidel Castro dari Kuba yang sudah lebih dari 30 tahun menghadapi berbagai serangan AS terhadap diri dan pemerintahannya. Dan sebaliknya, Fidel masih tetap berteriak keras, <span style="font-style: italic;">Socialismo o Muerte</span> (Sosialisme atau Mati), sambil menudingkan telunjuknya ke arah pemerintahan Amerika Serikat sebagai musuh abadinya.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Memang, langkah ini untuk sementara agak terganggu dengan gagalnya dua tokoh “Kiri,” López Obrador (Meksiko) dan Ollanta Humala (Peru) sebagai presiden dalam pemilu yang lalu. Sementara itu, Kolombia dan Kosta Rika, atau Amerika Tengah pada umumnya, kelihatannya tetap menampilkan pemimpin yang pro-Barat.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Tulisan ini sendiri mencoba mengulas, tanpa berpretensi komprehensif apalagi mendalam, dinamika dan perkembangan politik di Amerika Latin, dengan merujuk kepada kecenderungan pendulum politik yang bergerak ke ”Kiri.” Apa faktor-faktor penyebab di balik kelahirannya? Apakah hanya sekedar produk elite yang kebetulan sedang berkuasa, atau ada basis kelas sosial yang mendukungnya? Siapa sebetulnya kelas sosial yang begitu berperan di sini? Ada banyak pertanyaan yang bisa kita ajukan di sini tapi, semuanya kira-kira mengarah kepada perubahan besar yang sedang terjadi di Amerika Latin, yang oleh kalangan pimpinan Amerika Latin, khususnya Hugo Chavez, disebutnya sebagai jalan ke arah "Sosialisme Abad 21."</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-weight: bold;">“Kiri” Amerika Latin menimbulkan“Kebingungan.”</span></span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Apa yang sedang terjadi di Amerika Latin ini memang menimbulkan ”kebingungan” tersendiri dalam berbagai diskusi dan opini yang ada. “Kebingungan” ini tidak terlalu salah, jika kita melihat apa yang terjadi dengan ambruknya Uni Soviet dan Eropa Timur, sebagai ikon “Kiri” (baca: Komunisme) dunia di masa lalu. Sementara tinggal Korea Utara, Vietnam, dan RRC Republik Rakyat Cina), yang masih setia dengan garis “Kiri”nya. Dua yang terakhir ini pun, dalam banyak hal sudah mengadopsi jalan kapitalisme dalam kebijakan pembangunannya.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Apa artinya menjadi “Kiri” pada Abad 21 ini? Itu kira-kira pertanyaan yang diajukan oleh ilmuwan yang terkenal dengan teori Sistem Dunia, Immanuel Wallerstein, berkaitan dengan munculnya “kebingungan” mengenai kecenderungan “Kiri” di wilayah Amerika Latin. Masalahnya sudah jelas, sebagaimana telah disebutkan, komunisme sudah ambruk dan kehabisan energi, dan kapitalisme berjaya bersama kembarannya, demokrasi liberal. Sejarah sudah berakhir, kata Francis Fukuyama, dalam bukunya, <span style="font-style: italic;">"The End of History and the Last Man"</span> (1992). Jadi apa lagi yang mau dibicarakan dan diharapkan ketika seseorang bicara soal “Kiri” dewasa ini?</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Meskipun demikian, kembali mengutip Immanuel Wallerstein, ada beberapa penjelasan yang bisa diajukan di sini. <span style="font-style: italic;">Pertama,</span> ada banyak orang yang menganalisa atau mengukur masalah-masalah yang berbeda dalam kaitannya dengan kriteria bergerak ke “Kiri.” <span style="font-style: italic;">Kedua,</span> harus selalu diakui bahwa kecenderungan politik yang berkembang, tidak pernah bisa bergerak secara linier. Artinya, kecenderungan tersebut selalu merefleksikan situasi yang “naik” (ups) dan “turun” (downs), meski saat bersamaan kita bisa menangkap adanya kecenderungan yang sifatnya menyeluruh. <span style="font-style: italic;">Ketiga,</span> memang banyak orang pada umumnya, dan kalangan politisi pada khususnya, menggunakan bahasa yang berlapis-lapis untuk pendengar yang berbeda-beda. Demikian juga ketika masalah “Kiri” ini yang diangkat dan diperdebatkan. Tapi lagi-lagi, kita harus katakan, ini tidak berarti kita tidak dapat melihat “garis dasar”nya (bottom lines). Beranjak dari sana kita mencoba melihat lebih jauh apa yang sebenarnya terjadi dengan “Kiri” Amerika Latin dewasa ini.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Dua Jalur “Kiri’ Amerika Latin</span></span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Memang selalu ada perubahan dalam segala hal, termasuk “Kiri’ Amerika Latin. Ada dua hal yang bisa dikatakan di sini: <span style="font-style: italic;">pertama,</span> sudah pasti kita tidak bisa membayangkan “Kiri” Amerika Latin saat ini sama dengan apa yang muncul dan berkembang di masa lalu. Banyak perubahan dalam hal ideologi, program, dan organisasi. <span style="font-style: italic;">Kedua,</span> “Kiri” Amerika Latin saat ini pun tidak bersifat tunggal dan homogen. Sebaliknya, ia tampil dengan berbagai warna, kinerja dan jangkauannya.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Untuk sekedar memperlihatkan pluralitas ”Kiri” Amerika Latin dewasa ini, ada baiknya kita mengutip Jorge G. Castañeda, mantan Menteri Luar Negeri Meksiko, yang saat ini profesor di New York University. Menurutnya, secara sederhana ada dua ”Kiri” Amerika Latin. Yang <span style="font-style: italic;">pertama,</span> ”Kiri” yang memiliki karakter modern, reformis, terbuka (<span style="font-style: italic;">open-minded</span>), dan internasionalis. Menariknya, ”Kiri” dalam jalur seperti ini pada dasarnya berasal kelompok garis-keras (hard-core) ”Kiri” di masa-masa lalu. Mereka umumnya, dulu menginduk atau menjadi satelit dari Partai Komunis Uni Soviet. Sementara itu, yang <span style="font-style: italic;">kedua</span>, berasal dari tradisi besar populisme Amerika Latin. Wataknya yang menonjol dari ”Kiri” seperti ini adalah nasionalis, retorikanya umumnya sangat vokal tapi bersifat tertutup (<span style="font-style: italic;">closed-minded</span>). Pada yang pertama, kelihatannya ada semacam kesadaran bahwa mereka telah melakukan kesalahan di masa lalu seperti mengadopsi begitu saja model komunis Uni Soviet, atau hanya sekedar menjadi klien yang patuh pada tutorial Komunis Internasional di Moskow. Tapi, kesadaran seperti ini rasa-rasanya tidak terlalu menonjol pada jalur yang belakangan, dan bahkan umumnya mereka menampilkan dirinya sangat anti-komunis, dan sangat dekat dengan ide-ide dan model negara fasisme yang dikembangkan di Spanyol (di bawah Franco) dan Portugal (di bawah Salazar).</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Sementara itu, bergeraknya pendulum politik Amerika Latin ke ”Kiri,” masih menurut Castañeda, yang terkenal dengan bukunya, <span style="font-style: italic;">"Utopia Unarmed: The Latin American Left After Cold War,"</span> tidak terlalu susah untuk diramalkan sebelumnya. Dia mengajukan beberapa poin sebagai berikut. <span style="font-style: italic;">Pertama,</span> ambruknya Uni Soviet dan juga Eropa Timur sebagai ikon komunisme justru akan membantu ”Kiri” Amerika Latin mengubah stigma geopolitik yang ada. Amerika Serikat, khususnya presiden dan jajarannya di Washington, tidak lagi bisa mengatakan atau mencurigai bahwa setiap pemerintahan yang bergaris ”Kiri,” atau ”Kiri-tengah” (center-left) di Amerika Latin, merupakan satelit Uni Soviet. Ini artinya, setiap pemerintahan ”Kiri” saat ini tidak lagi terbebani harus bermain atau bahkan memilih antara Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagaimana pada era Perang Dingin.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-style: italic;">Kedua,</span> tanpa mempertimbangkan apakah berhasil atau gagalnya reformasi ekonomi pada tahun 1990an, ketidakmerataan (wilayah ini secara umum adalah yang terburuk di dunia dalam soal ketidakmerataan sosial dan ekonomi), bersama dengan kemiskinan, konsentrasi kekayaan, pendapatan, dan kesempatan di Amerikan Latin menjadikan wilayah ini memiliki kecenderungan harus dipimpin oleh pemerintahan ”Kiri-Tengah.” Kombinasi antara ketidakmerataan dan demokrasi, memiliki kecenderungan untuk melahirkan gerakan yang bergaris ”Kiri.” Fenomena seperti ini juga terjadi di Eropa Barat, yang bermula dari berakhirnya abad 19 hingga setelah Perang Dunia II. Kelihatannya, kecenderungan seperti itu hadir juga di Amerika Latin saat ini. Massa miskin akan memilih (vote) untuk tipe pemerintahan dan kebijakan yang diharapkan akan membantu mereka menjadi lebih baik kehidupannya di masa depan. <span style="font-style: italic;">Ketiga,</span> tersebarnya proses demokratisasi dan konsolidasi demokrasi sebagai satu-satunya jalan ke arah kekuasaan, cepat atau lambat, pada akhirnya akan mengarah kepada kemenangan ”Kiri.” Ini disebabkan karena demografi sosial dan konfigurasi etnis sendiri di wilayah Amerika Latin. Dengan kata lain, meskipun tanpa sebab-sebab yang pasti pula, Amerika Latin sudah hampir dipastikan mengarah ke ”Kiri” .</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Neoliberalisme dan Dampaknya</span></span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-style: italic;">“There is no another world”,</span> demikian slogan yang dicanangkan oleh Margareth Thatcher (Inggris), dan kemudian disusul sekutu utamanya, Ronald Reagan (AS). Dunia yang ada sekarang, hanyalah dunia yang dipandu oleh ideologi dan program atau kebijakan neoliberalisme. Khusus di Amerika Latin, hampir tidak ada negara (kecuali secara ideologis dan politis tentu saja Kuba di bawah Fidel Castro), yang tidak terimbas oleh ideologi dan kebijakan noeliberalisme.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Tetapi sebelum kita melangkah lebih jauh dengan membicarakan dampak dari proyek neoliberalisme di Amerika Latin, ada baiknya lihat apa yang dimaksud dengan neoliberalisme? Ada banyak definisi atau pengertian, dan saya mengutip salah satunya dari Elizabeth Martinez dan Arnoldo Garcia, dalam artikelnya yang berjudul <span style="font-style: italic;">"What is ”Neo-Liberalism?”</span> Menurut mereka, ideologi neoliberalisme menampilkan ciri-ciri utamanya sebagai berikut: (a) Berkuasanya Hukum Pasar. Ada kebebasan bagi modal, barang, dan jasa, sehingga pasar mampu mengatur dirinya sendiri; (b) Mengurangi pembelanjaan publik bagi pelayanan sosial seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan; (c) Deregulasi dan swastanisasi; dan (d) Mengubah persepsi, baik mengenai publik dan komunitas, menjadi individualisme dan tanggung jawab individual. Di seluruh dunia, termasuk wilayah Amerika Latin, masih menurut Martinez dan Garcia, neoliberalisme telah dipaksakan oleh lembaga-lembaga finansial yang memiliki kekuasaan yang besar. Sebut saja, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund-IMF), Bank Dunia (World Bank-WB), dan Bank Pembangunan Antar-Amerika (Inter-American Development Bank). Bahkan, dibandingkan dengan wilayah dunia lainnya, Amerika Latin sejak 1980an sudah menjadi laboratorium dari eksperimen neoliberalisme. Jenderal Augusto Pinochet, pada saat berkuasa sudah menjalankan formula yang diajukan oleh <span style="font-style: italic;">the Chicago School</span> (ingat nama Milto Friedman, penerima hadiah Nobel, adalah arsitek ekonomi Pembangunan Nasional Cile), yang sebetulnya adalah proyek neoliberalisme. Hebatnya, ini sudah dilakukan beberapa tahun sebelum pada akhirnya menjadi bendera yang dibawa Ronald Reagan (AS) dan Margareth Thatcher (Inggris), untuk membangun dunia. Demikian juga “shock therapy” ala Jeffrey Sachs dijalankan oleh Paz Estensoro di Bolivia, sebelum diimplementasikan di bekas negara-negara blok Uni Soviet.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Sementara itu, format neoliberalisme ini juga sudah diadopsi oleh kekuatan-kekuatan nasionalis seperti Peronisme di Argentina di bawah Carlos Menem, atau PRI di Meksiko di bawah Carlos Salinas. Bahkan, juga kalangan “Kiri-Tengah” yang berkuasa di Cile, yang merupakan aliansi Sosialis-Kristen Demokrat di bawah Ricardo Lagos (saat ini digantikan Michelle Bachelet), Venezuela di bawah Carlos Andrés Pérez dan Brazil di bawah Fernando Henrique Cardoso, sudah menjalankan kebijakan neoliberalisme di bawah tutorial AS dan lembaga-lembaga finansial internasional.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Pada awalnya, masyarakat memang memiliki harapan atas dampak keuntungan dari proyek transformasi ekonomi (pasar bebas) dan politik (demokrasi elektoral) ini. Tapi, setelah lebih dari 20 tahun, negara-negara Amerika Latin, terutama masyarakatnya, kelihatannya mengalami kekecewaan. Ini semua berkaitan dengan kinerja neoliberalisme yang tidak sesuai dengan janjinya ketika dicanangkan. Seperti kita ketahui, kebijakan ekonomi yang diajalankan, atas dasar "Washington Consensus," adalah pembangunan yang dihela oleh modal asing, ditarik oleh privatisasi di sektor industri dan sumber alam, liberalisasi impor, tingkat suku bunga yang tinggi, pengetatan fiskal, dan dalam banyak kasus, mata uang yang dipatok. Setelah masa-masa euforia pada akhir 1980an dan awal 1990an, krisis mulai muncul ke permukaan. Impor mengalami sentakan pada saat biaya tarif dipotong, nilai mata uang yang tinggi menyulitkan ekspor, defisit neraca pembayaran dan peningkatan pembayaran utang luar negeri. Semua ini pada akhirnya mendorong resesi, pengangguran, dan ketidakmerataan yang semakin memburuk. Tidak mengherankan apabila masyarakat Amerika Latin saat ini lebih banyak berkerja di sektor-sektor informal. Pada pertengahan 1990an, tingkat suku bunga AS meningkat, dan ini menyebabkan beban utang luar negeri yang semakin parah, dan pada gilirannya fundamental ekonomi negara-negara Amerika Latin ambruk. Sebut saja Meksiko (1994), Brazil (1999), dan Argentina (2001).</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Situasi seperti ini mengungkapkan, ada keterbatasan dan kekurangan dari tatanan yang baru. Akibat lebih jauh, timbul kekerasan politik, kemunculan kembali ”Kiri” yang baru, tampilnya bentuk populisme yang baru, bangkitnya pemimpin-pemimpin personalistik yang baru hasil plebisit, dan hadirnya gerakan sosial dan ekonomi baru di seluruh wilayah. Reaksi balik ini sebetulnya bisa dipahami, jika kita menengok sejenak kepada data-data ekonomi dan sosial dari masyarakat Amerika Latin, setelah berjalannya proyek neoliberalisme. Rata-rata, sekitar 60 persen dari masyarakat Amerika Latin hidup dalam kemiskinan, dan lebih dari setengahnya hidup dalam kemiskinan yang akut. Ironisnya, kemiskinan seperti ini berdampingan dengan semakin kayanya kelas kapitalis yang minoritas di masing-masing negara. Konsentrasi pendapatan kekayaan ini sudah berjalan selama dua dekade belakangan ini. Tahun 1999 misalnya, ada sekitar 40 persen masyarakat termiskin di wilayah ini, yang hanya mendapatkan sekitar 15 persen dari keseluruhan pendapatan nasional. Sebaliknya, sekitar 40 persen lebih dari pendapatan nasional berada ditangan kalangan kaya yang hanya berjumlah sekitar 10 persen dari masyarakat. Lebih tragis lagi, antara 1992 dan 2001, lebih dari $ 1,2 trilyun meninggalkan Amerika Latin untuk pembayaran utang luar negeri. Ini artinya, setiap dollar di Amerika Latin yang diterima dari negara-negara kaya untuk keperluan memerangi kemiskinan (poverty reduction), Amerika Latin harus membayar kembali sekitar lebih dari enam dollar ke negara-negara kaya. Ini pembayaran dari Si Miskin ke Si Kaya tanpa ada pajak di dalamnya.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Gelombang Gerakan Sosial</span></span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Tidak bisa dipungkiri, apa yang terjadi di Amerika Latin saat ini, sebagian besar merupakan hasil dari proses panjang gelombang gerakan sosial yang marak tumbuh dan berkembang di banyak tempat di wilayah ini. Kehadiran mereka, baik secara kultural maupun struktural, merupakan reaksi dan sekaligus bagian dari sikap politik mereka terhadap berbagai bentuk represi, ketidakadilan, dan kemiskinan yang berasal dari pemerintah, modal asing, dan tekanan eksternal lainnya.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Secara gamblang, jika kita mengutip James Petras, seorang akademisi dan aktivis yang banyak membantu masyarakat tanpa tanah di Brazil, ada tiga gelombang gerakan sosial yang saling tumpang tindih dan berkaitan dalam 25 tahun belakangan ini. Gelombang yang<span style="font-style: italic;"> pertama,</span> secara gampangnya, muncul pada akhir 1970an hingga pertengahan 1980an. Pada umumnya, gerakan ini yang kemudian dikenal sebagai “gerakan sosial baru” (the new social movements), terdiri dari aliansi kekuatan sosial seperti kalangan aktivis hak asasi manusia, lingkungan, feminis, etnis dan juga Lembaga Swadaya Masyarakat (NGOs). Kepemimpinan mereka umumnya berasal kelas menengah-bawah profesional, dimana strategi dan kebijakan mereka berkisar pada upaya perlawanan terhadap kekuasaan otoritarian militer dan sipil, yang telah banyak memakan korban jiwa. Orang terbunuh, diculik atau dihilangkan secara paksa, disiksa dan dipenjara dengan alasan Keamanan Nasional, adalah hari-hari yang paling “hitam” yang dihadapi masyarakat pada umumnya dalam perjalanan politik Amerika Latin.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Gelombang <span style="font-style: italic;">kedua,</span> yang berkembang menjadi kekuatan politik yang signifikan, berawal dari pertengahan 1980an hingga saat ini. Sebagian besar gerakan ini dipimpin dan terdiri dari petani dan buruh tani, di mana organisasi massanya terlibat dalam aksi-aksi langsung, dalam upayanya mempromosikan dan melindungi kepentingan-kepentingan ekonomi dari pendukungnya. Yang paling menonjol dari gerakan ini gerakan Zapatista (Ejércite Zapatista de Liberación Nacional - ZLN) di Meksiko, Gerakan Pekerja Pedesaan Tak Bertanah (Movimento dos Trabalhadores Rurais Sem Terra - MST), gerakan petani koka masyarakat Indian (Cocaleros) di Bolivia, Federasi Petani Nasional (National Peasant Federation) di Paraguay, Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (Revolutionary Armed Forces of Colombia - FARC) di Kolombia, dan gerakan petani Indian yang tergabung dalam Konfederasi Kebangsaan Masyarakat Adat Ekuador (CONAIE) di Ekuador.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Jika kita perhatikan mengenai komposisi, taktik, dan tuntutan yang diperjuangkan gerakan sosial ini memang bervariasi dan bisa juga berjalan sendiri-sendiri. Meskipun demikian, kelihatannya ada “kepentingan bersama” yang menyebabkan mereka bersatu sebagai oposisi terhadap neoliberalisme dan imperialisme. Tepatnya, mereka melawan ketidakadilan dan penindasan sebagai akibat dari kebijakan ekonomi rejim neoliberal dan berkembangnya konsentrasi kekayaan ditangan para elit lokal dan asing. Secara lebih khusus lagi, yang mereka perjuangkan adalah pembagian tanah dan otonomi nasional bagi komunitas Indian. Saat yang bersamaan, mereka juga berjuang melawan berbagai bentuk intervensi Amerika Serikat, terutama dalam program penghapusan tanaman koka, kolonisasi wilayah untuk pengkalan militer, keterlibatan institusi militer dan polisi, dan militerisasi konflik sosial seperti Plan Colombia dan the Andean Initiative.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Gerakan <span style="font-style: italic;">ketiga,</span> yang merupakan gelombang gerakan sosial yang lebih baru, berpusat wilayah-wilayah urban. Di sini, termasuk gerakan massa pekerja pengangguran berbasis <span style="font-style: italic;">barrio</span> (komunitas) di Argentina, kalangan pegangguran dan kaum miskin di Republik Dominika, dan penduduk yang bermukim di rumah-rumah gubuk yang menaruh harapannya di belakang bendera populis yang diusung oleh Hugo Chavez, presiden Venezulea. Lain daripada itu, ada gerakan urban yang tampilannya adalah <span style="font-style: italic;">new multi-sectorial movements</span> (gerakan multisektoral baru) yang melibatkan perjuangan massa yang mengintegrasikan buruh tani dan petani bertanah menengah dan kecil yang berkembang di Kolombia, Meksiko, Brazil, and Paraguay.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Gerakan kelas-kelas tertindas, khususnya untuk gelombang kedua dan ketiga, memang sering dianggap remeh dibandingkan kelas menengah dan gerakan kaum muda yang mendapat tempat terhormat dalam tradisi liberal. Sebaliknya, mereka juga tidak terlalu dipandang sebelah mata dibandingkan gerakan kelas buruh misalnya, yang menjadi ikon dalam tradisi marxis. Sejarahwan marxis yang terkenal, Eric Hobsbawm, misalnya, menggunakan argumen demografi untuk menaifkan sentralitas gerakan petani dalam perjuangan politik kontemporer. Sebaliknya, ada kalangan akademisi lainnya yang juga mengatakan bahwa kaum miskin kota, yang pekerjaannya bersifat marjinal dan terfragmentasi, dan tidak memiliki alat-alat produksi, tidak akan mampu melawan kekuasaan politik yang sudah mapan.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Meledaknya gerakan kelas buruh dan petani di banyak negara di wilayah Amerika Latin sepuluh tahun belakangan ini dalam memperjuangkan masalah tanah dan kekuasaan politik, telah membatalkan keyakinan mereka yang berasal dari tradisi marxis ortodoks maupun liberal. Kalangan akademisi, khususnya kebanyakan ekonom maupun ilmuwan politik, yang menyakini bahwa liberalisme ekonomi dan politik pada akhirnya akan mengakhiri perjuangan ideologi massa, ternyata menguap dengan kemunculan Zapatistas, FARC, dan CONAIE. Kita mencatat, gerakan-gerakan ini memiliki majelis masyarakat yang terorganisir dalam peran dan posisi mereka untuk menentang kekuasaan yang tiran, korup, dan reaksioner. Mereka sendiri pada saat bersamaan, juga aktif terus menerus mengartikan dan memperluas suatu bentuk demokrasi langsung yang lebih subsrtantif. Sentralitas aksi-aksi langsung yang dilakukan oleh berbagai gerakan ini menampar pusat jantung eksploitasi kapitalis, yang seringkali aksi-aksi tersebut melumpuhkan produksi dan sirkulasi produksi yang sangat penting bagi reproduksi rejim neoliberal.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Pada titik ini kita bisa bertanya bagaimana kalangan liberal maupun marxis ortodoks, menjelaskan kekuatan politik masyarakat asli Indian yang mengambil alih Parlemen Ekuador di tahun 2000, FARC yang memiliki peran dan pengaruh yang begitu besar pada hampir setengah kotapraja atau kotamadya di Kolombia, atau pamer kekuatan MST pada 23 negara bagian dari 24 yang ada di Brazil. MST adalah pendukung utama partai yang berkuasa saat ini, Partido Trabalhadores (Partai Buruh) di bawah pimpinan Luiz Inacio “Lula” da Silva yang menjabat sebagai presiden Brazil. MST sendiri yang berdiri pada tahun 1984, terkenal sebagai organisasi “Kiri” yang paling militan, vokal, dan keras. Dalam kongresnya yang pertama pada tahun 1985, MST memutuskan dua tujuan utama yakni, (a) mereka akan terus berjuang untuk pembaharuan agraria (land reform) dengan membagi-bagikan tanah kepada mereka yang bersedia untuk menggarapnya; dan (b) mempromosikan sebuah masyarakat yang memiliki keadilan dan kesetaraan.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Yang paling fenomenal adalah dilantiknya Juan Evo Morales Ayma (46 tahun), pimpinan “Gerakan menuju Sosialisme (Movimiento al Socialismo – MAS), sebagai presiden Bolivia pada 22 Januari 2006. MAS yang berdiri sejak tahun 1995, adalah gerakan petani koka di mana Morales sendiri berasal dari satu diantara empat kelompok etno-linguistik pribumi yakni, Quechue, Aymara (Morales berasal dari kelompok etnis ini), Guarani dan Chiquitano, yang merupakan 65 persen dari total penduduk Bolivia. Dari sudut jumlah (kuantitas) pendukungnya, dan kesadaran politik, organisasi dan program mereka, ternyata semakin menguat dan solid dalam tahun-tahun terakhir ini. Masyarakat pada umumnya, khususnya masyarakat keturunan Indian, sudah banyak yang tidak buta politik lagi. <span style="font-style: italic;">Go to politics!</span> Begitu kira-kira slogan dan arahannya. Tidak mengherankan, gerakan ini begitu mengambil peran besar dalam proses-proses politik di Bolivia, dan bahkan sebagai catatan sejak tahun 2003, mereka berhasil menurunkan dua presiden Bolivia, Gonzalo Sanchez de Lozada dan Carlos Mesa, yang dianggap tidak pro-masyarakat asli.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Jika kita harus mencatat isu-isu dominan yang menjadi ”bahan bakar” dari setiap intern negara Amerika Latin, terutama yang bergerak ke arah ”Kiri,” kembali mengutip Wallerstein, sedikitnya ada lima isu utama yang berkembang: <span style="font-style: italic;">Pertama,</span> masalah hak yang berkaitan dengan keberadaan masyarakat Indian di Amerika Latin. Sebetulnya isu politik ini sudah tampil kepermukaan lebih dari 200 tahun yang lalu, tapi baru kali ini ia benar-benar ada dan ini semacam terobosan dalam mempromosikan dan memperjuangkan hak tersebut. Ini terjadi, sebagian besar sebagai hasil dari meningkatnya kesadaran dan mobilisasi politik dari masyarakatnya sendiri; <span style="font-style: italic;">kedua,</span> masih berkaitan dengan sebelumnya, isu pembaharuan agraria (land reform) yang menjadi concern kalangan petani selama ini. Ada perlawanan, khususnya dari kalangan tuan tanah. Meskipun demikian, pelaksanaannya memang tidak mudah. MST di Brazil sendiri misalnya, kelihatannya kecewa karena PT dan Lula yang selama ini mendapat dukungan dari MST mulai ragu-ragu, jika tidak mau dikatakan tidak mampu, dalam pelaksanaan pembaharuan agraria yang mengarah pada pembagian tanah kepada masyarakat petani pada umumnya. Selanjutnya, <span style="font-style: italic;">ketiga,</span> berkaitan dengan kontrol terhadap sumber-sumber alam (natural resources). Di sini tidak hanya pertambangan dan energi tapi juga air. Kontrol di sini tidak harus nasionalisasi tapi setidaknya cara atau tingkatan yang penting dari kontrol negara dan sumber pemasukan negara yang besar dari sumber-sumber alam tersebut.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Yang <span style="font-style: italic;">keempat,</span> isu yang berkaitan dengan alokasi dana yang relatif besar dari pemerintahan yang baru untuk dunia pendidikan di segala tingkatan, dan struktur yang berhubungan dengan kesehatan. Akhirnya, kelima, adalah isu yang mempertanyakan tingkat di mana militer dibatasi keterlibatannya dalam proses pembuatan kebijakan di tingkat nasional. Saat ini militer di Amerika Latin pada umumnya memang sudah jauh berbeda dengan militer pada masa lalu yang diwarnai dengan kudeta, kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang sudah masuk kategori kejahatan terhadap kemanusiaan.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Penutup: Tinjauan Kritis</span></span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Apa yang terjadi di Amerika Latin saat ini, memang menimbulkan banyak pro dan kontra, khususnya dari kalangan ”Kiri” sendiri di banyak negara. “Kiri” Amerika Latin yang muncul dan berkembang menciptakan anomalinya sendiri bagi para penganut marxisme, baik yang ortodoks maupun revisionis. Kembali mengutip Jorge G. Castañeda, misalnya, yang ternyata telah salah meramalkan watak atau ciri dari ”Kiri” Amerika Latin yang muncul kemudian. Tadinya, menurutnya, setelah ambruknya komunisme Uni Soviet dan Eropa Timur yang kemudian berpaling kepada jalan kapitalisme, “Kiri” Amerika Latin akan mengadopsi, atau sedikitnya mengikuti partai-partai sosialis yang ada di Perancis dan Spanyol, atau bahkan Partai Buruh (baru) di Inggris di bawah Tony Blair. Dalam beberapa kasus memang sempat terjadi seperti di Cile, atau kurang lebih di Brazil. Tapi pada umumnya “Kiri’ Amerika Latin memang berbeda. Pertanyaannya, mengapa demikian?</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Salah satu alasannya adalah, ambruknya Uni Soviet dan Eropa Timur sebagai ikon komunisme, tidak serta merta menyebabkan keambrukan gerakan-gerakan “Kiri” di Amerika Latin, atau khususnya Kuba sebagai satu-satunya negara komunis, sebagaimana yang diduga atau diharapkan banyak pihak. Kebangkrutan Yang belakangan ini misalnya, sangat disambut gegap gempita oleh masyarakat pengungsi Kuba yang berada di Miami, Florida, Amerika. Tapi ternyata apa yang diprediksi tersebut tidak terjadi. Sedikitnya, menurut Castaneda, ada dua hal berkaitan yang bisa diangkat di sini. <span style="font-style: italic;">Pertama,</span> pemikiran, tindakan, dan motivasi “Kiri” pada dasarnya tidak memiliki pengaruh politik, dalam arti formal, yang menentukkan di Amerika Latin. Sebaliknya, ia kebanyakan merupakan sasaran terhadap penindasan politik yang menyakitkan, perpecahan di antara mereka sendiri yang berkepanjangan, marjinalisasi ekonomi yang memburuk, dan kekerasan militer yang mengerikan. Tidak mudah untuk melupakan bahwa tahun 1960an dan 1970an, di bawah rejim-rejim militer, gerakan perlawanan rakyat yang beraliran ”Kiri” berjuang melawan penguasa militer, kelas tuan tanah dan bisnis, yang didukung AS. Banyak orang terbunuh, diculik dan disiksa, serta lenyap tanpa bekas karena tuduhannya sebagai bagian dari gerakan dan ideologi komunisme.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-style: italic;">Kedua,</span> sejauh ini memang ”Kiri” masih tetap relevan di Amerika Latin, karena berakhirnya Perang Dingin dengan runtuhnya sosialisme-komunisme di Uni Soviet dan Eropa (Timur), tidak berarti mengakhiri sebab-sebab yang menyebabkan kelahirannya. Dewasa ini, sebab-sebab tersebut tampaknya semakin nyata, dan bahkan semakin mendesak. Sebut saja misalnya, kemiskinan, ketidakadilan, disparitas kaya dan miskin, dan tentu saja berbagai bentuk kekerasan yang terjadi sehari-harinya.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Sejauh ini memang ada euforia ”Kiri” di Amerika Latin, dan bahkan dampaknya pun sampai jauh di luar wilayah Amerika Latin sendiri. Tapi suatu tinjauan kritis tetap saja perlu dilakukan untuk melihat kecenderungan ”Kiri” Amerika Latin. Tersebut nama James Petras, seorang akademisi marxis yang dalam salah satu artikelnya, <span style="font-style: italic;">”Class-based direct action versus populist electoral politics,”</span> mengangkat “debat lama” mengenai apakah kepemimpinan dalam perjuangan melawan neoliberalisme dan imperialisme dapat diambil alih oleh ”borjuis nasional” atau aliansi kelas yang terdiri dari petani, petani koka (cocaleros), pegawai negeri, pengangguran, buruh tani tanpa tanah, dan sektor-sektor di dalam kelas buruh.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Menurut Petras, selama lebih dari 20 tahun, kebijakan neoliberal telah diberlakukan oleh kalangan borjuis nasional yang memegang tampuk pemerintahan di Amerika Latin, apakah itu pemerintahan ’sosialis’ (Cile), ’populis’ (Argentina), ’Kristen Demokrat’ (Venezuela) maupun ’konservatif’ (Meksiko). Menurutnya, tidak ada satu negara pun di Amerika Latin, di mana kelas borjuisnya berani menentang kebijakan neoliberalisme yang dimotori AS dan negara-negara besar lainnya. Karenanya, hanya kekuatan sosial yang berani menghadang, melawan, dan bahkan menjatuhkan pemerintahan neoliberal, dan ini harus dipimpin oleh gerakan kelas yang terdiri dari petani Indian, pengangguran warga urban, buruh tani tanpa tanah, kelas buruh, pegawai negeri (seperti guru, pegawai PLN, pegawai Kesehatan dan lainnya), dan masyarakat miskin. Hanya mereka, dan bukan kalangan borjuis, baik nasional maupun internasional, yang memimpin perjuangan menentang neoliberalisme.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Sebagai contoh, oposisi yang militan menentang privatisasi air di Cochabamba, Bolivia dan listrik di Arequipa, Peru adalah gerakan yang berbasis pada gerakan massa. Di Ekuador, gerakan serupa juga terjadi di mana masyarakat Indian dan pegawai negeri, secara terorganisir menjatuhkan dua presidennya, Mahuad dan Lucio Guitierrez yang melaksanakan kebijakan neoliberal dan meninggalkan pendukung utamanya, petani Indian, dan lebih berpaling pada kelompok borjuis nasional di Guayaquil. Demikian juga yang terjadi di Bolivia, di mana pada Oktober 2003, massa petani coca di Yungas, buruh tambang di Huanin, penduduk pengangguran di El Alto, dan pekerja di manufaktur di La Paz dan Cochabamba, menjatuhkan presiden Sanchez de Losada, seorang kapitalis klien yang mengabdi pada AS, dan didukung oleh kalangan ”borjuis nasional” di Santa Cruz.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Sampai di sini terlihat jelas bagaimana seorang James Petras, tetap konsisten dengan pendekatan marxis yang meletakkan pertentangan dan perjuangan kelas sebagai jalan pijaknya. Memang terlihat dogmatis, dan ia hanya menaruh perhatian terhadap konflik-konflik yang antagonistik, dan tidak hirau pada konflik non-antagonistik. Karenanya tidak mengherankan juga, dalam tulisannya yang lain, <span style="font-style: italic;">”Is Latin America really Turning Left?”</span> Petras banyak mengritik kalangan pemimpin Amerika Latin yang mendapat kategori ”Kiri.” Menurutnya, semua pemimpin tersebut sebagian atau seluruhnya, masih saja tetap mengakomodasi kebijakan ekonomi neoliberal. Lula, presiden Brazil saat ini, misalnya, dikritik karena dalam banyak kebijakannya ternyata lebih hirau pada kalangan pengusaha agrbisnis besar ketimbang para petani tak bertanah yang merupakan pendukung utamanya selama ini. Sementara itu, ia juga mengklarifikasi watak nasionalis yang diadopsi oleh Chavez (Venezuela) dan Morales (Bolivia). Kedua presiden tersebut, masih menurutnya, tidak menghapuskan banyak elemen yang sangat penting dari produksi kapitalis seperti keuntungan privat, pemilikan asing, akses pasar atau penyediaan energi, atau barang-barang utama lainnya. Pada kenyataannya, mereka berdua hanya memperbarui hubungan negara dan kalangan industriawan agar sesuai dengan ukuran-ukuran standar dunia saat ini.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Masih banyak lagi kritik dan kecaman terhadap ”Kiri” Amerika Latin sejauh ini. Tapi kita pun menyadari bahwa memang perjuangan mempromosikan ”another world is possible” sangat kompleks dan butuh energi panjang.</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost">Sejarahlah yang nanti mencatatnya.***</span><br />
<span class="fullpost"></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;"></span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;"></span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;">Kepustakaan:</span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;">CEPAL (United Nations Economic Commission for Latin America and Caribbean) sebagaimana dikutip oleh Beatriz Stolowicz, <span style="font-style: italic;">“The Latin American Left : Between Governability and Change,”</span> Transnational Institute, no. 2004/1.</span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;"></span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;">Emir Sader, <span style="font-style: italic;">“Taking Lula’s Measure,”</span> dalam New Left Review 33, May-June 2005.</span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;"></span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;">George Junus Aditjondro, <span style="font-style: italic;">"Ketika Petani Angkat Bicara dengan Suara dan Massa: Belajar dari Sejarah Gerakan Petani di Indonesia dan Amerika Selatan,"</span> Yayasan Tanah Merdeka, Palu, 2006.</span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;"></span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;">Immanuel Wallerstein, <span style="font-style: italic;">“How Has Latin America Moved Left?”</span> Commentary, no. 187, June 15, 2006.</span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;"></span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;">James Petras, <span style="font-style: italic;">“The Unemployed Workers Movement in Argentina,”</span> Monthly Review, Januari 2002.</span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;"></span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;">------------, <span style="font-style: italic;">“Class-based direct action versus populist electoral politics,”</span> Rebelion, March 31, 2004.</span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;"></span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;">------------, <span style="font-style: italic;">“Is Latin America Really Turning Left?”</span> Counterpunch, June 2006.</span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;"></span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;">Jorge G. Castañeda, <span style="font-style: italic;">“Latin America’s Left Turn,”</span> Foreign Affairs, May/June 2006.</span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;"></span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;">------------, <span style="font-style: italic;">"Utopia Unarmed: The Latin American Left After the Cold War,"</span> New York: Vintage Books, 1994.</span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;"></span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;">Nur Iman Subono, <span style="font-style: italic;">“Perlawanan ‘Kiri’ Amerika Latin terhadap Amerika Serikat dalam Era Neoliberalisme,”</span> Jurnal Politika, Vol. 2, No.1, tahun 2006.</span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;"></span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;">Robert Alexander, <span style="font-style: italic;">"Communism in Latin America,"</span> New Brunswick: Rutgers University Press, 1957.</span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;"></span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: 85%;">Wendi Wolford, <span style="font-style: italic;">“Producing Community: The MST and Land Reform Settlements in Brazil,”</span> Journal of Agrarian Change, Vol. 3, No. 4.</span></span>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-13795383394690607642011-05-07T23:54:00.001-07:002011-05-07T23:54:46.622-07:00Nasib Persetujuan Camp David Pasca Mubarak<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">"Badai" perubahan di Arab yang pertama "menyerang" Tunisia, seperti telah diprediksikan sebelumnya tidak akan hanya menimpa negeri Zaitun itu, akan tetapi akan menjalar ke seantero dunia Arab, nampaknya sudah menjadi kenyataan. Kejadian di Tunisia itu, seolah-olah sebagai stimulan bagi bangsa Arab mulai dari <em>Al-Muhiith </em>(Pantai Samudera Atlantik) hingga <em>Al-Khalij </em>(wilayah Teluk) yaitu kawasan negara-negara Arab, untuk melakukan langkah serupa.<br />
<br />
Tentunya perubahan yang terjadi di dunia Arab tersebut akan berdampak terhadap restrukturisasi situasi di kawasan, termasuk berbagai masalah yang terkait dengan komitmen rezim-rezim lama terhadap sejumlah persetujuan regional dan internasional. Salah satu persetujuan yang paling mendapat perhatian pasca jatuhnya rezim lama di Mesir adalah Persetujuan Camp David antara Mesir dan Israel.<br />
<br />
Persetujuan yang secara resmi ditandatangani oleh Mesir dan Israel itu pada 1979 itu sempat menjadi isu kontroversial di dunia Arab selama rentang waktu 10 tahun (1979-1989) dimana hampir seluruh Arab menolaknya disebabkan terlalu menguntungkan Zionis Israel. Namun dengan jatuhnya <em>mu`askar syarqi </em>(blok timur) pimpinan Uni Soviet yang memunculkan hegemoni adidaya tunggal AS di kawasan maka lambat laun persetujuan itu pun dapat diterima Arab.</div><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"> Persetujuan ini pertama kali ditandatangani pada 17 September 1978 oleh Presiden Mesir, Mohammad Anwar Sadat dan PM Israel, Menachem Begin setelah selaman 12 hari melakukan perundingan maraton di Camp David, tempat peristirahatan Presiden AS, wilayah Maryland yang dekat dengan ibu kota Washington. Perundingan dan penandatangan persetujuan tersebut disponsori oleh Presiden AS, Jimmy Carter.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Upacara penandatanganan dilakukan pada 26 Maret 1979 yang pokok isinya adalah mengakhiri keadaan perang, membangun hubungan persahabatan Mesir-Israel, penarikan pasukan Israel dari Semenanjung Sinai yang diduduki pada perang enam hari Juni 1967. Selain itu, jaminan melintasnya kapal-kapal Israel di Terusan Suez dan Selat Tiran di Teluk Aqabah dianggap sebagai jalur internasional yang artinya dapat dimanfaatkan pula oleh Israel dengan bebas.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Sebagai penghargaan atas tercapainya kesepakatan tersebut, Panitia Hadiah Nobel (konon Zionis sangat berperan sebagai penentu), menganugerahkan Sadat dan Begin hadiah Nobel Perdamaian untuk tahun 1978 karena keduanya dianggap behasil melakukan upaya-upaya cepat dalam menciptakan perdamaian di Timur Tengah (Timteng). Tapi respon dunia Arab saat itu berbeda karena hampir semua menentang sehingga keanggotaan Mesir di Liga Arab ditangguhkan dari 1979-1989, termasuk pemindahan markas Liga ke Tunis, Tunisia selama rentang waktu tersebut.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Sebagian pihak di Arab saat itu, menilai persetujuan tersebut melanggar Keputusan Liga Arab di Khartoum, Sudan pada 1 September 1967 yang berisi </span><em style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">al-la`at as-thalaath </em><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">(tiga tidak) yaitu tidak ada perdamaian, tidak ada pengakuan dan tidak ada perundingan dengan Israel. Banyak pihak juga melihat bahwa persetujuan tersebut berat sebelah karena sangat menguntungkan Israel sehingga mengubah keseimbangan Arab dengan hilangnya peran Mesir sebagai kekuatan militer terbesar menghadapi negeri Zionis itu.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Para cendikiawan Arab menyebut persetujuan Camp David sebagai senjata Israel untuk menekan pemerintah Mesir agar tidak menjadi kekuatan besar di dunia Arab sehingga tidak terulang perang Oktober 1973 yang saat itu dapat mengimbangi Israel dan menghancurkan mitos tentara Israel yang tak terkalahkan. Persetujuan ini juga sebagai sarana untuk melakukan intervensi dalam negeri Mesir guna menekan pemerintah agar mengatasi kekuatan-kekuatan anti Israel.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Dengan perkembangan terakhir di negeri Lembah Nil tersebut setelah tercapainya perubahan lewat revolusi rakyat yang sukses menjatuhkan Presiden Hosni Mubarak yang selanjutnya mengarah kepada perobohan rezim secara keseluruhan termasuk Wapres, Omar Sulaiman yang dikenal sebagai "anak paling berbakti" bagi negeri zionis itu, persetujuan tersebut menjadi perhatian paling serius Israel dan dunia Barat.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Hampir dapat dipastikan bahwa rezim mendatang di Mesir pasca pemilu yang direncanakan enam bulan ke depan, bukan lagi rezim yang benar-benar tunduk mutlak terhadap kehendak Israel dan Barat. Sikap ini tentunya sangat berpengaruh terhadap masa depan Camp David yang dianggap oleh mayoritas bangsa Arab sebagai penyebab utama retaknya kesatuan sikap dunia Arab selama ini.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Puncak kekhawatiran</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Tepat dugaan para analis Arab sebelum kejatuhan Mubarak bahwa tidak ada yang paling dipermasalahkan AS dan Barat selain persetujuan Camp David. Bahkan kekhawatiran mereka selaku sekutu kuat Israel mencapai puncaknya begitu Mubarak akhirnya mundur dari kursi kepresidenan dan melimpahkan wewenang kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata Mesir dimana AS hampir setiap hari mengingatkan pimpinan baru Mesir agar tetap komitmen terhadap persetujuan dimaksud.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Ehud Barak, juga tak </span><em style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">sungkan-sungkan </em><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">langsung menelpon Menhan Mesir, Marsekal Mohammad Hussein Tantawi, selaku ketua Dewan, begitu Mubarak mundur menanyakan masa depan persetujuan tersebut. Sejumlah negara Eropa sekutu Israel juga tidak bosan mengingatkan pimpinan baru negeri Piramida itu agar tetap komitmen melanjutkan persetujuan.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Sikap yang sangat kontras dan berat sebelah. Pasalnya ketika puluhan persetujuan yang telah dicapai antara Arab dan Israel terutama yang terkait dengan wilayah pendudukan di Palestina, yang tidak satu pun yang dilaksanakan negeri zionis itu, tidak terdengar suara desakan dari satu pun negara Barat agar Israel komitmen, bahkan tanpa basa-basi selalu memihak kepada posisi negeri Yahudi itu.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Memang wajar bila Israel dan sekutu-sekutunya di Barat demikian peduli terhadap masa depan persetujuan tersebut setelah lebih dari tiga dekade terbuai dan sukses sebagai sarana mempecundangi dunia Arab. Belum lagi, secara ekonomis sangat menguntungkan negeri Zionis itu karena mampu menghemat APBN lebih dari 20 persen dibandingkan sebelum persetujuan Camp David tercapai.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Sebelum persetujuan tercapai, negeri Yahudi itu paling tidak harus menghabiskan sekitar 30 persen dari total APBN nya untuk anggaran pertahanan termasuk biasa konsentrasi pasukan di perbatasan Mesir dan latihan berkesinambungan menghadapi kemungkinan perang. Setelah persetujuan tercapai, anggaran pertahanan pun dipangkas menjadi kurang dari 8 persen.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Sejumlah analis militer Mesir yang ditanya komentarnya oleh sejumlah media massa Arab pasca kejatuhan Mubarak menyebutkan bahwa Israel sangat berkepentingan dengan langgengnya persetujuan tersebut. Alasannya, selain berbagai keistimewaan yang didapatkan seperti telah disebutkan diatas, juga terkait dengan anggaran militer yang bakal membebani bila persetujuan dibatalkan oleh rezim baru nanti.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Paling tidak, selama tiga dekade ini negeri zionis itu bisa menghemat sekitar 30 milyar dolar setahun yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan industri (termasuk industri militer sehingga menjadi salah satu produsen dan eksportir senjata terkemuka di dunia) disamping sektor-sektor skala prioritas lainnya. Bila persetujuan dibatalkan, maka anggaran yang tergolong besar bagi negeri Zionis itu harus dialihkan lagi ke sektor pertahanan yang menyebabkan sektor-sektor lain terganggu.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Sikap Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata Mesir sejauh ini adalah tetap komitmen dengan persetujuan-persetujuan internasional yang telah ditandatangani Mesir. Itu berarti, Mesir masih tetap komitmen terhadap persetujuan Camp David apa adanya, paling tidak selama masa peralihan hingga terpilihnya rezim baru mendatang mulai dari Presiden, pemerintahan hingga parlemen.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Di lain pihak, persetujuan tersebut menjadi perhatian besar gerakan rakyat pasca Mubarak yang melihat perlunya membatalkan persetujuan yang dianggap sangat menguntungkan Israel tersebut. Sikap dasar rakyat Mesir ini sebenarnya dapat dilihat dari usaha-usaha normalisasi dengan Israel yang gagal total di tingkat rakyat selama tiga dekade lebih umur Camp David tersebut sehingga normalisasi hanya sebatas tingkat elit pemerintahan.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Kegagalan normalisasi di tingkat rakyat tersebut, tidak menyurutkan rezim Mubarak selama 30 tahun masa kekuasaannya untuk melakukan normalisasi di bidang lain terutama di sektor ekonomi. Diantaranya penjualan gas yang harganya dibawah harga pasar dunia, begitu juga dengan bahan-bahan bangunan yang dimanfaatkan negeri zionis itu untuk membangunan pemukiman Yahudi di tanah Palestina. Telah banyak fatwa selama ini, yang mengharamkan jual beli yang merugikan umat Islam di Mesir dan Palestina itu, namun rezim tak mengindahkannya.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Tiga skenario</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Tibalah saatnya perubahan terjadi yang diawali dengan jatuhnya Mubarak 11 Februari lalu yang menandakan fase baru yang akan dimulai tentunya dengan serangkaian kebijakan baru pula. Tidak terkecuali, persetujuan Camp David juga akan terimbas perubahan tersebut karena tidak mungkin tetap dilanggengkan apa adanya.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Paling tidak ada tiga skenario menyangkut masa depan persetujuan itu. Yang pertama adalah pembatalan total, kemudian skenario kedua adalah tetap menghormatinya sebagai sebuah kesepakatan internasional namun perlu dilakukan perubahan atau revisi. Sementara skenario ketiga adalah perlunya </span><em style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">tawazun </em><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">(keseimbangan) sikap baru Mesir di masa mendatang tanpa mengubah persetujuan dimaksud.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Skenario pertama (pembatalan total) yang diperkirakan tuntutan kebanyakan rakyat negeri Lembah Nil itu misalnya disuarakan oleh </span><em style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Al-Mursyid Al-Aam </em><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">(Ketua) Ikhwanul Muslimin, DR. Mohammad Bade` dan menilainya sebagai persetujuan gagal. "Camp David telah kehilangan seluruh syaratnya karena tidak sejalan dengan hukum-hukum Islam dan tidak mewujudkan kepentingan umum bahkan menciptakan keburukan dan bencana," katanya seperti dikutip Koran </span><em style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Al-Watan, </em><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Libya edisi, (2/2/2011).</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Wakil Mursyid, Dr. Rashad Al-Bayyumi juga menegaskan bahwa </span><em style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ikhwan </em><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">akan minta pembatalan persetujuan Camp David dan juga penjualan gas ke Israel segera setelah jatuhnya rezim Mubarak. Ia menilai persetujuan tersebut sebagai penghinaan terhadap kaum Muslimin dan tidak mewujudkan kepentingan Mesir.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Sebagian tokoh Mesir termasuk juga dari kalangan </span><em style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ikhwan, </em><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">begitu Mubarak jatuh minta dilakukan perubahan atau revisi persetujuan tersebut (skenario kedua) agar tidak menjadi penghalang Mesir dalam memainkan perannya selaku negara Arab terbesar dalam memperjuangkan isu-isu Arab. Mereka berpendapat bahwa persetujuan itu banyak cacatnya sehingga perlu direvisi karena telah terbukti selama tiga dekade memasung peran Mesir di kawasan.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Sementara, pendapat lainnya lebih memilih skenario ketiga yaitu membiarkan persetujuan tersebut tetap berlaku, namun Mesir dapat memainkan peran secara berimbang. Artinya, perdamaian dengan Israel tak terpengaruh namun dalam waktu yang sama, hubungan dekat dengan negeri zionis itu dimanfaatkan untuk kepentingan isu Arab, bukan mengenyampingkan isu tersebut demi menjaga "persahabatan" dengan Israel seperti yang terjadi pada masa Mubarak.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Pendapat ini, umumnya dilontarkan kalangan purnawirawan dan sejumlah analis militer negeri itu yang nampaknya menjadi sikap angkatan bersenjata sementara ini. Lalu kira-kira mana skenario yang paling memungkinkan, minimal dalam jangka pendek atau dalam lima tahun masa pemerintahan pasca Mubarak mendatang?.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Bila melihat secara obyektif, skenario pertama sulit diterapkan minimal dalam lima tahun pemerintahan pasca Mubarak karena banyak alasan. Diantaranya beban hutang luar negeri yang sangat berat yaitu lebih dari 70 milyar dolar sehingga masih perlu bantuan (hutang) dari AS yang selama ini memberikan 2,5 milyar dolar per tahun, juga tidak ingin hubungan dengan Eropa terganggu dalam masa pemulihan yang berdampk terhadap ekonomi.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Pada saat yang sama, bantuan dari negara Arab petro dolar terutama lewat investasi besar-besaran di Mesir tidak secepat yang diinginkan namun butuh waktu sehingga tidak bisa secapat kilat memutuskan hubungan dengan Barat. Karenanya, besar kemungkinan pemerintah akan lebih menfokuskan terlebih dahulu kepada pemulihan masalah ekonomi karena beban berat yang ditinggalkan rezim lama terutama terkait hutang luar negeri yang membengkak, pengangguran, korupsi yang merajalela, deficit neraca perdagangan dan kesulitan untuk mencicil hutang.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Dengan demikian skenario yang memungkinkan pada masa pemerintahan baru pasca Mubarak itu adalah skenario kedua atau atau ketiga. Bahkan banyak analis memprediksikan skenario ketiga yang lebih memungkinan dalam masa pemulihan lima tahun kedepan minus penghapusan hubungan persekutuan strategis Mesir-Israel, karena persekutuan ini mustahil dilanggengkan sebab tidak sejalan dengan semangat revolusi rakyat.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Dengan skenario tawazun tersebut, Mesir paling tidak akan melakukan serangkaian kebijakan yang menguntungkan perlawanan di Palestina, seperti mencabut embargo di Gaza, meringankan embargo senjata dengan cara menutup mata terhadap penyusupan senjata ke wilayah ini, yang bisa menjadi pukulan berat bagi Israel.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Menyangkut perundingan Palestina-Israel, Mesir dalam lima tahun masa pemerintahan baru mendatang dipastikan bukan lagi sebagai penekan pihak Palestina untuk memuaskan Israel, tapi sebagai penengah yang lebih memihak kepada Palestina yang berpegang pada hukum internasional (resolusi PBB) yang selama ini selalu dilanggar Israel.</span><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><br style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Pendeknya, dalam lima tahun ke depan ini dan dalam kondisi pemulihan dari beban berat yang ditinggalkan rezim lama, yang dituntut bukan pembatalan total Camp David lalu mengumumkan perang. Paling tidak skenarionya mirip dengan hubungan Turki-Israel saat ini, dibawah pemerintahan Partai Keadilan dan Pembangunan pimpinan Recep Tayyip Erdogan</span></div>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-62415355637601319562011-05-07T23:53:00.000-07:002011-05-07T23:53:11.494-07:00Rekonsiliasi FATAH-HAMAS 2011<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">DI ANTARA isyarat Orde perubahan di dunia Arab sukses bagi bangsa-bangsa Muslim kawasan paling tidak ada tiga, yakni masalah Palestina kembali menjadi isu sentral yang diperjuangkan secara sungguh-sungguh, restrukturisasi persekutuan di kawasan dan kesenjangan perpecahan di kalangan intern negara-negara Arab serta antara dunia Arab dan negara-negara Muslim non Arab di kawasan makin kecil, meskipun belum mencapai tingkat solidaritas penuh.<br />
<br />
Ketiga masalah itu sebenarnya saling terkait antara satu dengan yang lainnya, seperti perpecahan intern Palestina misalnya, sebagai cermin perpecahan di kalangan negara-negara Arab yang sebagian memihak Hamas, sebagaian lainnya memihak Fatah sesuai kepentingan masing-masing. Perpecahan tersebut juga berpengaruh terhadap persekutuan di kawasan, sebagian didikte Barat terutama AS agar mempererat persekutuan dengan negara tertentu, sebagian menolaknya sehingga memilih persekutuan dengan negara lainnya yang dinggap bersebrangan dengan Barat.<br />
<br />
Selain penyelesaian masalah dalam negeri masing-masing, ketiga masalah tersebut diatas pantas menjadi perhatian pengamat, pemerhati dan publik bangsa-bangsa kawasan khususnya dan dunia Islam umumnya untuk mengukur sukses tidaknya orde perubahan yang masih berlangsung saat ini. Yang paling utama dicatat dari orde perubahan ini, bukan melihat pergantian kekuasaan, akan tetapi perubahan kebijakan.<br />
<br />
Bisa saja rejim di sebagian negara-negara kawasan masih tetap bertahan di tengah ``badai`` tuntutan perubahan, namun yang utama, perubahan kebijakan sesuai tuntutan rakyat termasuk yang berkaitan dengan kebijakan luar negeri yang sebelumnya sangat menguntungkan Israel dan sekutu-sekutunya di barat. Tidak ada artinya bila rejim berubah namun kebijakan tetap seperti semula atau bahkan lebih buruk sehingga perubahan yang diharapkan dapat memulihkan kembali harga diri bangsa-bangsa kawasan justeru berujung kepada keterpurukan yang makin parah.<br />
<br />
Terkait dengan isu Palestina, paling mendesak untuk diselesaikan adalah rekonsiliasi intern Palestina yang bibit-bibit perpecahannya mulai terasa pasca persetujuan Oslo 1993, kemudian semakin mencuat ketika faksi Gerakan Perlawanan Islam Palestina yang lebih dikenal dengan Hamas memenangi suara mayoritas pemilu Palestina Januari 2006 mengakhiri dominasi Fatah selama 40 tahun. Hasil pemilu yang oleh dunia Barat sendiri disebut sebagai paling demokratis di Arab itu tidak sesuai dengan harapan Israel dan sekutu-sekutunya.<br />
<br />
Walaupun Hamas mendapatkan dukungan mayoritas rakyat Palestina lewat pemilu jurdil Januari 2006, namun justeru kemenangan inilah pangkal permasalahan karena Israel yang didukung AS menolak berunding dengan Hamas yang dituduh sebagai gerakan terorisme. Dunia Arab, terutama Mesir dibawah rejim sebelumnya, selaku pemrakarsa rekonsiliasi terutama pada 2005, 2009 dan 2010, tidak bisa menolak kehendak AS dan Israel sehingga tidak bisa berlaku adil sebagai penengah.<br />
<br />
Akibatnya, prakarsa rekonsiliasi sebelum-sebelumnya terkesan hanya basa-basi untuk ``mengelabui`` publik Arab bahwa para pemimpin Arab tetap memperhatikan masalah Palestina sebagai isu sentral Arab. Di lain pihak, faksi-faksi yang bertikai juga tidak sepenuh hati melaksanakan isi kesepakatan rekonsiliasi sebab kehadiran mereka juga sebatas basa-basi agar tidak dianggap sebagai penyebab gagalnya setiap usaha rujuk nasional.<br />
<br />
Sejak kemenangan Hamas 2006, telah beberapa kali dilakukan upaya rekonsiliasi oleh beberapa negara Arab, misalnya pada 2007 oleh Arab Saudi lewat pertemuan Mekkah, kemudian pada 2008 oleh Yaman, lalu kembali ke Mesir pada 2009. Bahkan pada Oktober 2010, dipastikan kedua faksi tersebut menandatangani kesepakatan namun ternyata gagal karena sulit dicapai titik temu disebabkan salah satu faksi mengusung keinginan penjajah Israel, dan negara penengah pun lebih memihak kepada salah satu faksi itu.<br />
<br />
Intinya, tujuan rekonsiliasi sebelumnya yang menyebabkan selalu gagal adalah, rejim lama Mesir menginginkan agar faksi-faksi Palestina digeret untuk tunduk kepada rancangan Israel ke dalam perundingan yang sia-sia tanpa penyelesaian. Karena tujuan setiap perundingan ``damai`` selama ini hanya satu yakni memaksa seluruh faksi Palestina menjadi pengawal keamanan Israel dan pemukim-pemukim (baca: pencaplok-pencaplok) Yahudi di wilayah Palestina yang diduduki.<br />
<br />
Karena itu, hampir seluruh faksi Palestina kecuali Fatah selalu menolak perundingan yang agendanya hanya difokuskan pada keamanan si negeri zionis itu tanpa ada ujung penyelesaian yang menyangkut kemerdekaan Palestina. Janji-janji kemerdekaan (meskipun minus kedaulatan penuh) yang disampaikan Israel dan sekutu-sekutunya hanya sebatas janji, sebab ketika batas waktu tiba, selalu saja ada alasan untuk berkelit.<br />
<br />
Namun kesepahaman yang dicapai di Kairo Rabu (27/4) berbeda dari sebelum-sebelumnya karena suasana dunia Arab terutama Mesir selaku penengah berbeda setelah keberhasilan rakyat negeri itu menumbangkan rejim lama yang sangat ``manut`` kepada Israel. Penandatanganan inisial (paraf) dilakukan oleh Moussa Abu Marzouk, wakil kepala politbiro Hamas, dan Azzam al-Ahmad, anggota Komite Sentral Fatah yang selanjutnya direncanakan akan ditandatangani oleh Presiden Mahmoud Abbas dan Khalid Mashaal, ketua politbiro Hamas, Kamis (5/5) di Kairo.<br />
<br />
Berubah<br />
<br />
Posisi Mesir selaku penengah pasca tumbangnya rejim Hosni Mubarak telah berubah yang tadinya hanya memperjuangkan kepentingan Fatah dan menekan Hamas menjadi penengah yang sebisa mungkin memperjuangkan kepentingan rakyat Palestina. Posisi negeri Lembah Nil itu, utamanya merujuk kepada aspirasi rakyat Palestina sehingga tidak ada lagi faksi tertentu yang dianakemaskan.<br />
<br />
Isyarat perubahan sikap tersebut misalnya dapat dilihat dari pernyataan PM Mesir, Essham Sharaf setelah penandatangan kesepahaman itu, tentang prioritas kebijakan negaranya menyangkut Palestina ke depan yakni memperjuangkan tercapainya penyelesaian damai dan berdirinya negara Palestina merdeka bukan mengupayakan perundingan ke perundingan yang tak bertepi seperti yang diinginkan Israel.<br />
<br />
Menlu Mesir, Nabil al-Arabi seusai paraf kesepahaman juga menyampaikan kabar gembira tentang rencana negaranya untuk segera membuka pintu perbatasan Rafah dan menghentikan embargo atas warga Gaza. Bahkan pada hari Ahad (1/5), Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Mesir mengumumkan secara resmi pembukaan pintu perbatasan Rafah secara permanen yang direspon khawatir oleh Israel.<br />
<br />
Sebagaimana diketahui Menlu al-Arabi akhir-akhir ini dikenal vokal mengeritik kebijakan negaranya pada masa rejim lama, terkait embargo Gaza, terutama setelah serangan biadab Israel pada 27 Desember 2008 – 18 Januari 2009, yang dinilainya memalukan dan keterpurukan negerinya akibat perjanjian <em>Camp David </em>1979 yang diterjemahkan sesuai kehendak Israel. Pada Minggu (1/5), Kemlu Mesir juga dilaporkan mendesak AS agar segera mengakui kemerdekaan Palestina.<br />
<br />
Dibawah pemerintahan orde perubahan saat ini, sangat tepat bila kedua faksi utama yang bertikai (Fatah-Hamas) kembali mempercayakan Mesir, selaku negara Arab terbesar dan berpengaruh, menjadi penengah konflik intern Palestina. Kedua faksi ini, terutama Hamas merasa bahwa Mesir revolusi telah berubah 180 derajat dalam penanganan masalah Palestina yang sejalan dengan aspirasi rakyat Mmesir yang mendesak agar penderitaan bangsa Palestina dari penindasan penjajah zionis segera berakhir.<br />
<br />
Di lain pihak Fatah tidak lagi gentar terhadap ancaman Israel seperti yang dinyatakan PM, Benjamin Netanyahu ``otoritas Palestina silahkan memilih perdamaian dengan Hamas atau Israel``. Kantor Kepresidenan Mahmoud Abbas di Ramallah bahkan membalas ancaman tersebut dengan menyatakan ``Israel silahkan memilih perdamaian atau (kelanjutan) pemukiman Yahudi (di wilayah pendudukan Palestina)``.<br />
<br />
Seperti halnya bangsa-bangsa Arab yang telah hilang <em>haajiz el-khouf </em>(rasa takut) dari para penguasa diktator, pimpinan otoritas Palestina nampaknya juga telah hilang rasa khawatir dan takut dari ancaman Israel dan AS. Sebagaimana diketahui kedua negara tersebut secara serentak mengeluarkan berbagai ancaman begitu otoritas Palestina menyetujui kesepahaman yang diprakarsai Mesir itu.<br />
<br />
Tel Aviv sangat khawatir dengan rujuknya Fatah-Hamas karena sadar bahwa persatuan nasional Palestina adalah senjata paling berbahaya yang diarahkan ke tubuh negeri zionis tersebut. Apalagi rujuk tersebut berlangsung pada saat dunia Arab sedang dilanda ``badai`` perubahan diantaranya berhasil menjatuhkan rejim Mubarak yang dinilai sebagai tulang punggung negara-negara Arab yang berhubungan erat dengan Israel.<br />
<br />
Karena itu, banyak pengamat Arab memandang bahwa kesepahaman Fatah-Hamas kali ini akan bertahan dan menjadi fondasi kuat ke arah kesatuan sikap faksi-faksi Palestina menghadapi zionis. Sikap optimis ini didasari pada dua kenyataan penting yakni, pertama, rekonsiliasi adalah tuntutan seluruh bangsa Palestina sebagaimana perubahan adalah tuntutan seluruh bangsa Arab.<br />
<br />
Kenyataan kedua, rekonsiliasi tersebut berlangsung di Mesir revolusi yang telah berubah pasca jatuhnya rejim Mubarak yang digambarkan oleh sebagian pengamat ibarat raksasa yang bangun dari tidurnya di tengah puing-puing perbudakan AS dan Israel. Dilpomasi negeri ini kembali difokuskan pada kepentingan bangsa Arab secara keseluruhan sehingga dapat sebagai penggerak utama perubahan perimbangan strategis di kawasan di masa mendatang.<br />
<br />
Isu inti<br />
<br />
Kesepahaman yang dicapai Fatah dan Hamas dilaporkan berkisar pada lima hal yaitu pemilu, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), keamanan, pemerintahan dan lembaga legislatif. Menyangkut pemilu, kedua faksi sepakat tentang pembentukan komite pemilu, mahkamah pemilu dan waktu pelaksanaannya yang dicanangkan setahun setelah penandatangan kesepakatan nasional.<br />
<br />
Sedangkan mengenai PLO, disebutkan bahwa keputusan pimpinan sementara Palestina tidak dapat digagalkan jika tidak bertentangan dengan kepentingan PLO. Sementara menyangkut keamanan, kedua faksi sepakat untuk membentuk Komite Tinggi Keamanan berdasarkan keputusan Presiden yang keanggotaannya terdiri dari perwira profesional yang ditunjuk sesuai kesepakatan kedua belah pihak.<br />
<br />
Adapun yang berkaitan dengan pemerintahan, kedua faksi sepakat membentuk kabinet persatuan yang PM dan para menterinya ditunjuk berdasarkan kesepakatan. Tugas utama pemerintahan antara lain menciptakan situasi kondusif bagi pelaksanaan pilpres, pemilu legislatif dan Dewan Nasional Palestina.<br />
<br />
Tugas lainnya adalah mengawasi rekonstruksi Gaza dan mengakhiri blokade, menyelesaikan persoalan sipil dan birokrasi akibat perpecahan sebelumnya serta menyatukan lembaga-lembaga nasional di Tepi Barat, Gaza dan Al-Quds. Sedangkan yang terkait dengan Lembaga Legislatif, kedua pihak sepakat untuk mengaktifkan kembali Parlemen Palestina.<br />
<br />
Dari naskah rekonsiliasi tersebut, terkesan bahwa isu inti seperti perjuangan bersenjata melawan penjajah, hak kembali pengungsi Palestina dan koordinasi keamanan dengan Israel tidak disinggung sehingga sebagian pengamat Arab khawatir bila kedua faksi sepakat untuk mengenyampingkannya. ``Dari kesepakatan tersebut kita mendapat gambaran bahwa perselisihan kedua faksi ternyata hanya sebatas konflik marginal (sampingan) bukan inti karena hanya terfokus pada pemilu dan kekuasaan,`` papar Dr. Adnan Bakaria, seorang analis Arab, dalam tulisannya Jum`at (29/4).<br />
<br />
Ketelitian Dr. Adnan tersebut memang benar karena isu-isu inti yang selama ini dianggap sebagai penyebab utama konflik dua faksi utama Palestina itu tidak disebutkan. Menurut hemat penulis, isu-isu inti tersebut tidak mungkin dikesampingkan secara mutlak, namun naskah kesepahaman itu hanya sebagai dasar bagi penentuan kesatuan sikap Palestina ke depan termasuk yang berkaitan dengan isu-isu utama dimaksud sebab tidak ada lagi tempat bagi rekonsiliasi basa-basi di era perubahan saat ini. <em></em></div></div>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-10592427874175181092011-05-07T23:50:00.000-07:002011-05-07T23:51:36.966-07:00Normalisasi hubungan diplomatik Mesir-Iran<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">DALAM suasana roda perubahan dan tuntutan perubahan yang terus bergulir di dunia Arab dewasa ini, tentunya bangsa Arab khususnya dan bangsa-bangsa Muslim umumnya berharap perubahan tersebut membawa kebaikan terlepas dari sebagian dari usaha tersebut terpaksa mengundang campur tangan asing sebagaimana yang terjadi di negeri Libya sekarang ini. Bila terpaksa harus ada campur tangan dari luar seharusnya dari negara-negara sesama Muslim yang tidak memiliki kepentingan khusus.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Yang patut dihargai dan syukuri, dua kubu yang bertikai di Libya akhirnya sama-sama sepakat dengan upaya penengah dari Turki lewat ``peta jalan`` mengatasi krisis yang ditawarkan oleh pemerintahan PM Recep Tayyip Erdogan. Paling tidak campur tangan Turki guna menengahi pertikaian itu, sedikit mengobati karena seolah-olah pemerintah negara-negara Muslim terkesan sebagai penonton saja, meskipun sikap pemerintahan Erdogan sempat mengundang kecaman kubu revolusi.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Kembali kepada perubahan di dunia Arab, paling tidak ada satu catatan terpenting yang perlu dipertegas lagi bahwa perubahan tersebut akan memulihkan kembali harga diri bangsa-bangsa Muslim di kawasan karena lewat perubahan dimaksud tidak akan ada lagi kekuasaan otoriter yang menyebabkan mereka terpuruk selama lebih dari setengah abad. Seandainya ada rejim yang terus berusaha memutar balik jarum jam sejarah dipastikan tidak akan lama bertahan melawan aspirasi rakyat yang sudah tak lagi terhantui <i>haajis al-khouf </i>(rasa takut).</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Tentunya ketika suatu bangsa berhasil memulihkan harga diri, tidak akan mudah lagi didekte secara membabi buta oleh negara-negara besar terutama yang terkait dengan kebebasan melaksanakan kebijakan luar negeri termasuk menentukan sekutu-sekutu strategis yang dapat memperkuat stabilitas dan keamanan dalam negeri serta memperkuat posisi bangsa-bangsa Muslim di kawasan tersebut.<br />
<br />
Dari serangkaian perubahan yang terjadi dan masih berlangsung di dunia Arab saat ini, perubahan di Mesir dinilai sebagai salah satu tolok ukur utama arah kebijakan dunia Arab ke depan termasuk yang terkait dengan peninjauan kembali persekutuan strategis di kawasan Timur Tengah (Timteng). Betapa tidak, negeri Lembah Nil tersebut selain sebagai kekuatan militer terbesar di dunia Arab juga memiliki sumber daya manusia (SDM) terbesar dengan penduduk sekitar 85 juta jiwa lebih atau hampir sepertiga penduduk dari sekitar 300 juta penduduk Arab yang terdiri dari 22 negara.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Sejak tumbangnya rejim Husni Mubarak pada 11 Februari lalu, menandai era perubahan termasuk yang berkaitan dengan hubungan luar negeri setelah selama tiga dekade kekuasaannya peran negeri itu terpasung oleh tekanan AS dan Israel sebagai konsekwensi dari persetujuan Camp David tahun 1979. Di pertengahan hingga akhir-akhir masa kekuasaan rejim Mubarak, Mesir semakin tidak diperhitungkan karena ibaratnya berada di ketiak dua negara tersebut.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Sekarang setelah hampir dua bulan sejak orde perubahan, bagi siapa saja yang mengamati orientasi negeri Piramida tersebut akan menemukan pada pandangan pertama bahwa orientasi itu difokuskan pada kepentingan keamanan dan strategi yang dapat mengembalikan lagi perannya di tingkat regional dan internasional yang sempat dikerdilkan pada masa rejim Mubarak. Atau dengan kata lain tidak lagi sebagai peran pengekor namun sebagai penentu.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Sejumlah analis Arab menyebutkan bahwa Mesir di masa orde perubahan akan menghindar dari kebijakan ``poros`` dan tidak akan melaksanakan peran sebagai pengekor AS dan sekutu-sekutunya. Sebagaimana diketahui, negeri itu pada 2006 (setelah perang Israel-Hizbullah) dimasukkan dalam daftar ``poros moderat`` oleh AS dan Barat yang bertujuan mengusung kepentingan Barat dan tidak bersebrangan dengan kehendak politis Israel.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Sementara negara-negara kawasan yang dianggap bersebrangan dengan Barat dan menjadi ancaman serius Israel dimasukkan oleh AS dalam daftar ``poros jahat``. Negara-negara yang masuk daftar terakhir ini adalah Iran, Suriah dan gerakan-gerakan perlawanan terhadap penjajah Israel terutama Hamas di Palestina dan Hizbullah di Libanon.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Satu lagi yang terus diupayakan AS adalah menciptakan musuh dan ancaman baru di kawasan setelah selama ini Israel dianggap sebagai musuh dan ancaman abadi dunia Arab. Setidaknya dalam satu dekade belakangan ini, AS dan Israel mencoba menjadikan Iran sebagai ancaman dan musuh sejati dunia Arab menggantikan negeri zionis itu, namun nampaknya upaya tersebut belum berhasil bahkan diperkirakan akan gagal total setelah orde perubahan di dunia Arab.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Hubungan Mesir-Iran</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Terkait dengan peninjauan kembali persekutuan strategis di kawasan, yang paling banyak menyedot perhatian adalah hubungan Mesir dan Iran, dua negara yang sebelum 1979 pernah menjalin persekutuan terkuat di kawasan. Persekutuan tersebut putus setelah penandatangan persetujuan Camp David 26 Maret 1979 yang bertepatan pula dengan jatuhnya rejim Shah Iran, Reza Pahlevi (sekutu Mesir) dan berdirinya negara Republik Islam Iran 1 April 1979.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Bila melihat dari kriteria hubungan diplomasi modern maka hubungan Mesir-Iran merupakan salah satu hubungan bilateral yang paling dulu ada dalam sejarah modern karena hubungan itu terpulang pada tahun 1856, yaitu tahun dibukanya pertama kali kantor perwakilan kepentingan Iran di Kairo. Hubungan bilateral ini semakin erat pada 1920-an tepatnya pada 1928 ketika kedua negara menandatangani hubungan persahabatan.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Setelah itu, hubungan kedua negara yang saat itu masih dalam bentuk kerajaan diperkuat lagi dengan pernikahan kerajaan di masa Raja Mohammad Ali. Hubungan tersebut bertambah kuat dengan pernikahan anak sulung Shah Reza Mizra Khan bernama Mohammad dengan saudara perempuan Raja Farouk, Putri Fauziah.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Hubungan politis yang diperkuat oleh hubungan kekerabatan tersebut bahkan diupayakan kedua negara sebagai ``batu pertama`` untuk mengembalikan Khilafah Islam setelah jatuhnya Khilafah Othmaniyah. Namun upaya kedua negara tersebut akhirnya urung terwujud setelah perceraian kedua keluarga kerajaan tersebut yang dibarengi pula dengan ``perceraian`` politis terutama setelah tumbangnya kerajaan di Mesir oleh revolusi militer pada 1952.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Hubungan kedua negara pada era Presiden Gamal Abdel Nasser yang dikenal dekat dengan Uni Soviet jelas bersebrangan dengan rejim Shah Mohammad Reza Pahlevi yang memihak AS. Hubungan ini sempat berada di titik terendah setelah tahun 1955 terutama saat dibentuknya Pakta Baghdad beranggotakan Iran, Iraq dan Turki pada 1960 bahkan akhirnya Abdel Nasser memutuskan hubungan diplomatik setelah rejim Shah Iran mengakui Israel lewat hubungan dangang resmi pada 1965.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Pemutusan hubungan kedua negara berlangsung hingga 1970 setelah wafatnya Presiden Nasser kemudian diganti oleh Presiden Anwar Sadat. Pada perang Ramadhan/Oktober 1973, hubungan kedua negara kembali normal bahkan bertambah kuat setelah Iran mendukung kuat Mesir dalam perang tersebut yang selanjutnya surut kembali setelah Mesir menampung Shah Iran yang digulingkan hingga ia wafat di Kairo bahkan akhirnya putus kembali setelah pesetujuan Camp David.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Hubungan kedua negara di masa rejim Mubarak tidak banyak mengalami perubahan setelah pemutusan hubungan diplomatik pada 1979 tersebut. Upaya-upaya untuk menormalisasikan hubungan kedua negara sulit tercapai karena beberapa faktor termasuk perbedaan bahkan kontradiksi posisi kedua negara terkait sejumlah isu penting kawasan terutama masalah Palestina, kemudian Teluk dan pengaruh Iran di beberapa negara Arab serta pengaruhnya di tingkat regional.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Menyangkut isu Palestina, Mesir adalah negara Arab yang bertangungjawab bagi penyelesaian isu ini lewat opsi politis, yang akhirnya terbukti opsi tersebut hanya menguntungkan Israel sehingga upaya menciptakan perdamaian sesuai resolusi PBB semakin jauh. Di lain pihak, Iran salah satu negara kawasan yang menentang opsi politis tanpa opsi perlawanan sehingga menjadi salah satu pendukung utama gerakan-gerakan perlawanan Arab terhadap Israel.<br />
<br />
Kontradiski sikap kedua negara dalam memandang cara penyelesaian konflik Arab-Israel tersebut adalah salah satu faktor penting yang mempertegang hubungan bilateral terlebih lagi dukungan Iran terhadap gerakan perlawanan yang menambah rasa sensitif Mesir selaku saudara tertua Arab. Sikap Teheran yang sering mengecam opsi penyelesaian politis yang terus mengalami kegagalan akibat sikap keras kepala Israel selama era rejim Mubarak dianggap Kairo sebagai upaya Iran untuk mempermalukannya di hadapan publik Arab.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Karena itu, banyak pengamat melihat bahwa faktor isu Palestina ini akan tetap menjadi ganjalan utama normalisasi hubungan kedua negara apabila masih terjadi kontradiksi sikap kedua negara. ``Apabila Mesir mengubah sikapnya dengan tetap mengakui opsi perlawanan disamping opsi politis atau terjadi kerenggangan hubungan Mesir-Israel, maka akan melapangkan jalan menuju normalisasi hubungan Mesir-Iran,`` papar sejumlah analis.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Upaya Iran untuk meningkatkan pengaruhnya di kawasan Teluk kaya minyak bahkan tuduhan untuk mensyiahkan kaum Sunni Arab juga sebagai salah satu ganjalan menuju normalisasi tersebut. Upaya untuk mengurangi ketegangan hubungan Iran-Arab pernah diupayakan pada masa pemerintahan Presiden Mohammad Khatami yang lebih mengedepankan kebijakan ``menghilangkan ketegangan`` sebagai ganti dari kebijakan ``ekspor revolusi``.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Namun upaya tersebut belum berhasil sepenuhnya meskipun pada masa Khatami sudah terlihat isyarat menuju normalisasi dimaksud. Upaya AS dan Israel yang ingin menjadikan Iran sebagai ancaman dan musuh sejati Arab, walupun tidak berhasil secara penuh, namun setidaknya sukses mengganjal setiap usaha ke arah normalisasi hubungan kedua negara yang dinanti-nantikan oleh bangsa di kawasan.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Upaya Normalisasi</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Pada era perubahan ini, Mesir kelihatannya telah mulai sejak dini meletakkan kembali skala prioritas persekutuan strategisnya di tingkat regional. Dr. Nabiel Al-Arabi, Menlu Mesir yang dipercayakan menjadi arsitek hubungan luar negeri pasca rejim Mubarak, bahkan telah melakukan langkah jauh lebih maju terkait upaya normalisasi hubungan dengan Iran saat menerima Mujtaba Amani, Direktur Kantor Perlindungan Kepentingan Iran di Kairo, Senin (4/4).</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Pertemuan yang berlangsung di kantor Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Mesir itu bertujuan membahas upaya-upaya menormalisasikan hubungan bilateral. Seusai pertemuan, diumukan tentang kontak-kontak yang dilakukan para pejabat kedua negara untuk mencapai normalisasi dimaksud karena Mesir di era baru, ingin membuka hubungan baik dengan semua negara. Ia juga dilaporkan menerima undangan Menlu Iran untuk berkunjung ke Teheran dalam waktu dekat.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Langkah Mesir pasca Mubarak ini mengingatkan kembali kepada kebijakan Turki pada awal pemerintahan PM Recep Tayyip Erdogan yang segera menormalisasikan hubungan dengan semua negara jiran dengan prinsip ``<i>zero enemy</i>`` (tanpa musuh), setelah pada masa pemerintahan pendahulu-pendahulunya, Turki terkesan hanya fokus pada pengembangan persekutuan strategis dengan Israel saja.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Sebenarnya sejak hari-hari pertama era perubahan, Mesir telah berusaha membuka lembaran baru hubungannya dengan Iran. Hal ini misalnya dapat dilihat dari beberapa kebijakan dan langkah berikut:</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><b>Pertama: </b>persetujuan Mesir mengjinkan kapal perang Iran untuk menyeberang Terusan Suez dalam perjalanan menuju pelabuhan Laziqia, Suriah dan kembali ke Iran tanpa melalui prosedur yang berbelit-belit meskipun mendapat protes keras dari Israel dan AS.<br />
<b></b></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><b>Kedua: </b>Mengurangi sikap permusuhan terhadap Hizbullah dan sekutu-sekutunya di Libanon. Sebagaimana diketahui, gerakan perlawanan Hizbullah yang paling ditakuti Israel itu adalah sekutu strategis Iran di Libanon.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><b>Ketiga: </b>Mengijinkan sejumlah petinggi Hamas di Gaza untuk transit di bandara Kairo dalam perjalanannya menuju Damaskus yang merupakan pertama kali sejak beberapa bulan belakangan ini setelah rejim lama menyaratkan para petinggi Hamas yang ingin meninggalkan Gaza harus menandatangani persetujuan rekonsiliasi dengan gerakan Fatah. Ijin ini juga setidaknya sebagai salah satu bentuk pencabutan embargo atas Gaza.<br />
Adapun</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">yang keempat sebagaimana dilaporkan harian Al-Quds Al-Arabi, Selasa (5/4) adalah kunjungan rahasia Kepala Intelijen Mesir yang baru, Mayjen Murad Mawafi ke Suriah untuk membahas koordinasi kedua negara di bidang keamanan dan isu-isu lainnya yang menjadi perhatian bersama kedua negara. Seperti diketahui, Suriah adalah sekutu utama Iran di Arab.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Berbagai langkah ke arah normalisasi hubungannya dengan Iran tersebut menunjukkan bahwa Mesir serius meletakkan kembali skala prioritas hubungan dan persekutuannya di tingkat regional terutama dengan Iran. Atau dengan kata lain, prioritas utama negeri Piramida itu pasca Mubarak adalah penolakan untuk tunduk kepada kehendak Israel, setelah negeri zionis itu sejak beberapa tahun belakangan ini dan dibantu oleh tekanan AS berusaha memaksa Kairo menjadikan Iran sebagai musuh sejati.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Dengan kembalinya memainkan perannya selaku negara Arab terbesar setelah lama terpuruk dibawah ketiak Israel, Mesir diprediksi akan menjadi negara garis depan untuk mengatur kembali skala prioritas persekutuan regional khususnya dengan Iran meskipun hubungan Iran dengan negara-negara Teluk saat ini sempat tegang akibat krisis di Bahrain. Mesir yang berusaha membangun hubungan baru dengan Iran kelihatannya tidak ingin terlalu dalam mencampuri masalah Bahrain tersebut.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Menurut hemat penulis, krisis Bahrain itu keliahatannya tidak sampai menjadi ganjalan ke arah normalisasi hubungan Mesir-Iran, sehingga setelah krisis berakhir, persekutuan Mesir-Iran dapat mengarah kepada persekutuan Arab-Iran yang selanjutnya bermuara ke persekutuan segitiga Arab-Iran-Turki yang cukup lama diimpikan bangsa-bangsa Muslim kawasan. Pada era perubahan di dunia Arab saat ini mimpi tersebut kelihatannya tidak terlalu sulit diwujudkan di alam nyata.</span></div></div>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-32739171787027336922011-05-05T23:38:00.000-07:002011-05-05T23:38:34.872-07:00Balochistan, Islam, dan Masalah National Identity di Pakistan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><span style="color: black;">Pakistan adalah negara di Asia Selatan yang terbesar kedua baik secara georgafis maupun demografis setelah India. Luas wilayah Pakistan adalah 803,940 km</span><sup style="color: black;">2</sup><span style="color: black;"> dengan jumlah penduduk pada tahun 2006 sekitar 165.803.560 jiwa. Mayoritas penduduknya adalah muslim (Sunni). </span><div style="color: black; text-align: justify;">Pakistan merupakan wilayah konflik terpanas di Asia Selatan. Konflik-konlflik yang terjadi memiliki kompleksitas yang tinggi karena di samping secara internal negara tersebut masih menghadapi berbagai permasalahan politik, etnis, sosial dan agama, secara eksternal Pakistan masih memiliki persoalan perbatasan dengan India. Tidak hanya itu konflik etnis dan agama yang terjadi di Pakistan memiliki keterkaitan erat dengan konflik agama di negara tetangganya, Afganistan. Sebagai dampaknya, misalkan, Pakistan menjadi negara yang paling banyak menampung para pengungsi dari Afganistan. Pada akhir 2008 terdapat sekitar 1.790.900 warganegara Afghanistan yang mengungsi di Pakistan. Fakta ini menempatkan Pakistan pada peringkat pertama negara-negara penampung pengungsi terbesar di dunia.<a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftn1">[1]</a> Wilayah Pakistan yang berbatasan langsung dengan Afghanistan juga menjadi salah satu pusat gerakan-gerakan Islam radikal transnasional seperti Al Qaedah dan Taliban.</div><div style="color: black; text-align: justify;">Fakta-fakta tersebut di atas adalah sedikit gambaran betapa Pakistan adalah negara yang paling bermasalah di dunia. Topik yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah mengenai sebuah konflik internal yang semula dan bisa jadi hingga kini merupakan konflik separatis, yaitu konflik Balochistan dengan pemerintah pusat Pakistan di Islamabad.</div><div style="color: black; text-align: justify;"> </div><ol style="color: black; text-align: justify;"><li><strong>A. </strong><strong>Balochistan dan Pembangunan Nasional</strong></li>
</ol><div style="color: black; text-align: justify;">Konflik Balochistan memang tidak terlalu terekspos oleh media asing karena sifatnya yang fluktuatif dan “kalah pamor” dengan isu Taliban, Kashmir dan Al Qaedah. Persoalan yang mengemuka dalam konflk Balochistan memang berkaitan dengan isu-isu pragmatis yaitu ekonomi, politik dan pelanggaran HAM.</div><div style="color: black; text-align: justify;">Balochistan adalah wilayah paling kaya di Pakistan karena mensuplai 40% kebutuhan energi Pakistan melalui eksplorasi gas dan batubara. Sedangkan produksi gasnya mencapai 36% produksi gas nasional.<a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftn2">[2]</a> Namun dengan kekayaan alam yang melimpah itu Balochistan tercatat sebagai provinsi termiskin di Pakistan. <em>The Social Policy and Development Centre</em> (SPDC) yang berkantor di Karachi mendeskripsikan kondisi kemiskinan di Balochistan sebagai berikut:<a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftn3">[3]</a> lebih dari separuh rakyat di provinsi ini hidup di bawah garis kemiskinan, kurang dari 50% penduduk yang menikmati air bersih, kurang dari 50% anak-anak yang menempuh sekolah dasar, 33% bayi yang mendapat imunisasi. Angka buta huruf kaum perempuan adalah yang tertinggi di Pakistan. Hanya 7% perempuan Balochistan yang melek huruf.</div><div style="color: black; text-align: justify;">Pembangunan akses-akses kebutuhan masyarakat hanya terpusat di Punjab yang ibukontanya, Islamabad, merupakan pusat pemerintahan nasional dan didiami oleh etnik Punjab yang menguasai pemerintahan dan militer. Kemudian peringkat itu selanjutnya diikuti oleh dua provinsi lainnya, Sindh dan North-West Frontier Province. Padahal sumbangan devisa yang diberikan oleh Balochistan setiap tahunnya adalah yang terbesar dibandingkan dengan ketiga provinsi tersebut. Balochistan menyumbangkan Rs 85 miliar per tahun, akan tetapi hanya menerima Rs 7 miliar dari pemerintah pusat,<a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftn4">[4]</a> dengan alasan jumlah penduduknya yang tidak sebanyak ketiga provinsi tersebut.</div><div style="color: black; text-align: justify;">Fakta ketidakadilan di atas menimbulkan protes keras dari rakyat dan para pemimpin Balochistan. Namun pemerintah pusat di Islamabad kurang memperdulikan protes rakyat Balochistan. Eksploitasi kekayaan alam Balochistan terus berlanjut dan begitu halnya dengan ketimpangan pembangunan dan juga pembagian hasil pendapatan negara.</div><div style="color: black; text-align: justify;">Pengabaian tersebut akhirnya memicu perlawanan bersenjata dari rakyat dan para pemimpin Balochistan. Sejak pembentukan Pakistan pada 1947, telah terjadi beberapa kali konfrontasi berdarah antara kedua belah pihak, yaitu pada 1948, 1958, 1963-1969, 1973-1977, dan 2004-sekarang. Setelah 1973-1977, perlawanan bersenjata dilakukan secara lebih terorganisir dengan dibentuknya dua organ militer yaitu <em>Balochistan Liberation Army</em> (BLA), <em>Baloch Republican Army</em> (BRA). Tidak banyak diketahui tentang BLA<a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftn5">[5]</a> dan BRA yang dibentuk beberapa lama setelahnya.</div><div style="color: black; text-align: justify;">Tampaknya dari waktu ke waktu ada semacam kesepakatan opini dari rezim-rezim berkuasa untuk tidak mengabulkan semua tuntutan Balochistan. Hal ini terlihat dari respon pemerintah terhadap konflik tersebut yang lebih sering bersifat subversif, baik itu saat pemerintahan dikuasai oleh rezim militer maupun rezim demokratis. Misalnya adalah operasi militer yang dilancarkan pada Agustus 2008 menewaskan 80 orang. Dalam operasi itu militer menculik 170 orang yang dituduh memiliki hubungan dengan Baloch Nationalist Movements.<a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftn6">[6]</a></div><div style="color: black; text-align: justify;">Dari lamanya waktu berlangsungnya konflik dan kecenderungan respon subversif dari pemerintah, dapat disimpulkan bahwa konflik Balochistan sebenarnya bukan sebatas konflik kepentingan pragmatis. Ada faktor yang lebih prinsipil yang menyebakan kedua belah pihak sulit untuk mencapai perdamaian. Faktor ini dapat ditelurusi dari dinamika konflik tersebut hingga dari proses awal tergabungnya Balochistan dengan Pakistan. Proses penelusuran ini tentu berkaitan erat dengan identitas nasional yang hendak dibangun oleh para <em>founding fathers</em> Pakistan.</div><div style="color: black; text-align: justify;"> </div><ol style="color: black; text-align: justify;"><li><strong>B. </strong><strong>Nasionalisme Pakistan</strong></li>
</ol><div style="color: black; text-align: justify;">Setelah hampir 62 tahun merdeka, Pakistan masih memiliki persoalan identitas nasional yang menjadi sebab mendasar terjadinya berbagai konflik internal yang berlarut-larut. Identitas nasional dapat diartikan sebagai norma kultural yang merefleksikan orientasi-orientasi afektif dan cultural yang dimiliki oleh setiap individu terhadap bangsa dan sistem politik nasionalnya.<a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftn7">[7]</a></div><div style="color: black; text-align: justify;">Merunut pada sejarah kelahirannya, Pakistan lahir dari sebuah keinginan/cita-cita rakyat muslim India yang saat itu masih di bawah mandat Inggris untuk membentuk sebuah negara merdeka terpisah dari India yang didasarkan pada persamaan identitas sebagai muslim. Ketika itu mereka merasa sebagai masyarakat kelas dua karena selalu mendapatkan perlakuan diskrimintatif dalam hal politik, ekonomi, pendidikan, budaya dan bahasa oleh mayoritas Hindu.. Oleh karena itu, Pakistan merupakan produk dari sebuah pandangan fundamentalis terhadap Islam.</div><div style="color: black; text-align: justify;">Di dalam Oxford Advanced Learner’s dictionary, fundamentalisme diartikan sebagai “<em>the practice of following very strictly the basic rules and teachings of any religion</em>.”<a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftn8">[8]</a> Sedangkan Leonard Binder mendefinisikan fundamentalisme sebagai “<em>an ideological dimension of the movement to restrict the power of the state.”<a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftn9"><strong>[9]</strong></a></em> Fundamentalisme agama ini kemudian menjadi sumber konflik berkepanjangan dan kompleks yang terjadi hingga saat ini, karena berbenturan dengan primordialisme yang ternyata eksis pada masing-masing etnik yang ada.</div><div style="color: black; text-align: justify;">Primordialisme etnik ini muncul sejak awal tercapainya cita-cita bersama lahirnya Pakistan. Hal ini tampak pada pemerintahan yang didominasi oleh etnik Punjab, padahal secara kuantitas Baloch adalah etnik mayoritas. Masyarakat Pakistan terbagi ke dalam beberapa kelompok entis yaitu Baloch 54.7 %, Pashtun 29.0%<a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftn10">[10]</a>, dan selebihnya adalah Punjab, Kashmir, Afghan dan Sindh yang masing-masing terkonsentrasi pada salah satu dari empat provinsi di Pakistan, yaitu: Balochistan (Baloch),North-West Frontier Province (Pashtun), Punjab (Punjab), dan Sindh (Shind). Pembagian ke dalam empat provinsi itu pun didasarkan pada konsentrasi etnis-etnis mayoritas.</div><div style="color: black; text-align: justify;">Fundamentalisme dan primordialisme inilah yang menjadi akar semua konflik internal Pakistan baik yang bermotif agama maupun etnis yang sering kali berkembang pada konflik politik maupun ekonomi. Di satu sisi, fundamentalisme yang dijadikan sebagai kerangka dasar pemahaman Islam melahirkan nasionalime Pakistan. Ini berarti bahwa identitas nasional negara tersebut adalah Islam. Di sisi lain, primordialisme juga merupakan kerangka dasar yang tidak kurang signifikannya bagi rakyat Pakistan dalam memahami Islam itu sendiri.</div><div style="color: black; text-align: justify;">Pada masing-masing etnik yang ada, kadar signifikansi kedua paradigma ini berbeda-beda. Satu kelompok etnik dapat memiliki loyalitas kuat terhadap Islam, namun tetap berkelindan dengan primordialisme etniknya. Sedangkan satu kelompok etnik yang lain lebih menonjolkan prinsip-prinsip dan identitas etnisnya dari pada agamanya (Islam). Hal ini menyebabkan perbedaan tajam memahami politik. Kelompok yang pertama akan memahami politik sebagai sub-sistem dari agama sehingga pemerintahan harus didasarkan pada konsep-konsep dan mekanisme-mekanisme politik yang ada dalam Islam (Al Quran dan Hadits). Sedangkan kelompok yang kedua akan memandang bahwa politik/pemerintahan adalah wilayah kehidupan yang terpisah atau harus dipisahkan dari agama yang merupakan wilayah privat masing-masing individu. Oleh karena itu fungsi Islam sebagai agama adalah sebagai landasan moral bagi masing-masing individu dalam menjalankan politik.</div><div style="color: black; text-align: justify;">Perbedaan mendasar antara kedua kelompok ini menyebabkan terjadinya tarik-ulur kekuasaan antara kedua kelompok tersebut. Tidak jarang perselisihan ini menyebabkan konflik berdarah yang memakan korban jiwa puluhan bahkan ratusan. Kelompok pertama secara etnis banyak yang berasal dari etnik Pastun dan Punjab, dan secara politis diwakili oleh <em>Muttahida Majlis -e- Amal </em>(MMA) yang merupkan gabungan dari partai-partai Islam. Sedangkan kelompok yang kedua banyak berasal dari etnik Baloch dan Sindh dan secara politik diwakili oleh partai seperti Partai Rakyat Pakistan/<em>Pakistan Peoples</em> <em>Party</em> (PPP) dan Partai Nasionalis Awami (ANP).</div><div style="color: black; text-align: justify;">Dari dikotomi tersebut, walaupun sifatnya general dan relatif, dapat dipahami bahwa nasionalisme Islam yang merupakan identitas nasional karena mendasari lahirnya negara tersebut masih menjadi bahan perdebatan di dalam elemen-elemen masyarakatnya sendiri. Perdebatan tersebut seputar bagaimana Islam diimplementasikan dalam konteks negara. Ini menunjukkan bahwa Pakistan hingga kini masih menjalani tahap pembentukan identitas nasionalnya.</div><div style="color: black; text-align: justify;">C. Peace Building</div><div style="color: black; text-align: justify;">Benturan antara fundamentalisme (Islam) dan primordialisme (etmik) seperti yang dijelaskan di atas merupakan esensi dari konflik Balochistan yang berlangsung hingga saat ini. Konflik ini tidak akan berakhir sebelum ditemukan titik temu/persamaan antara kedua bangunan paradigma tersebut.</div><div style="color: black; text-align: justify;">Islam dianut oleh mayoritas penduduk Balochistan sejak masa kepemimpinan imperium Islam dipengan oleh Khalifah Umar (Umar bin Khattab)<a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftn11">[11]</a> Akan tetapi mereka tidak terlalu berantusias dalam menggali nilai-nilai keimanan baru ini, sehingga Islam bagi mereka pada saat itu hanyalah nama/identitas, sedangkan mereka tidak begitu taat dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam yang sesunguhnya.<a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftn12">[12]</a> Etnisitas mereka sebagai Baloch lebih melekat dari pada Islam. Dalam arti bahwa tingkat religiusitas etnik Baloch lebih rendah jika dibandingkan dengan etnik-etnik lain di Pakistan.</div><div style="color: black; text-align: justify;">Loyalitas rakyat Balochistan terhadap etnisnya lebih besar daripada kepada agamanya (Islam). Faktor ini yang membuatnya menolak untuk dimasukkan ke dalam wilayah Pakistan saat negara itu lahir. Saat itu Balochistan merupakan sebuah kerajaan Khan of Kalat (Kalat State) yang berada di ujung barat laut anak benua India yang berbatasan langsung dengan Iran dan Afghanistan. Saat Pakistan berdiri dan memasukkan Khan of Kalat ke dalam wilayahnya, para pemimpin Kalat melakukan perlawanan. Akan tetapi perlawanan mereka dapat dipatahkan pada tahun 1954.<a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftn13">[13]</a> Perlawanan-perlawanan bersenjata terus berlangsung namun sifatnya sporadis dan gerilnya.</div><div style="color: black; text-align: justify;">Faktor rendahnya religiusitas etnik Baloch juga yang menjadi alasan bagi perlakuan diskriminatif pemerintah pusat terhadap mereka. Hal ini terlihat saat Islam kembali dijadikan alat politik bagi kepentingan pemereintah pada masa pemerintahan Presiden Zia’ul Haq (1977-1988). Pada saat itu, Zia memberikan perlakuan istimewa terhadap penduduk Balochistan yang berasal dari etnik Pastun, karena mereka adalah orang-orang yang memiliki loyalitas tinggi terhadap Islam. Mereka dijadikan alat pemerintah pusat untuk bersama-sama dengan militer membantu perjuangan Taliban dalam menghadapi penjajahan Uni Soviet terhadap Afghanistan. Sementara penduduk dari etnik Baloch tetap diperlakukan secara diskriminatif.</div><div style="color: black; text-align: justify;">Pada saat yang sama, pemerintah pusat melakukan “islamisasi” Balochistan dengan membangun ribuan madrasah untuk mendidik para mujahidin. Sejak pemerintahan Zia hingga sekarang, anggaran untuk Departemen Agama yang secara langsung mendanai sekolah-sekolah agama setiap tahunnya adalah sekitar 200 juta dolar AS, padahal anggaran untuk Departemen Pendidikan hanya 3 juta dolar AS.<a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftn14">[14]</a></div><div style="color: black; text-align: justify;">Pada perkembangan selanjutnya, konflik antara Balochistan dengan pemerintah pusat menyebar ke wilayah lain yaitu politik, ekonomi, budaya hingga HAM. Perluasan ranah konflik selalu terjadi pada setiap konflik separatis saat konflik berlangsung dalam jangka yang cukup panjang, karena perbedaan konflik akibat perdaan ideologi dengan pemerintah akan cenderung dihadapi dengan cara-cara represif dengan kekuatan militer atau dengan perlakuan diskriminatif.</div><div style="color: black; text-align: justify;">Saat konflik telah mencapai tahapan tersebut di atas, maka proses <em>peace building</em> harus dilakukan dengan melingkupi wilayah normatif dan pragmatis dari sebab-sebab konflik tersebut. Pemenuhan tuntutan rakyat dan pemimpin Balochistan untuk mendapatkan hak-hak politik dan ekonominya harus pula diikuti dengan pemenuhan terhadap tuntutan normatif mereka untuk tidak menjadikan Islam sebagai formalitas kenegaraan. Mereka lebih berkenan untuk menjadikan Islam sebagai nilai moral kehidupan, bukan sebagai nilai formal yang dipaksakan.</div><div style="color: black; text-align: justify;">Seorang pemimpin Baloch pernah mengatakan,” <em>there is no such thing as a Muslim nation on the face of the globe. If the mere fact that we are Muslims requires us to join Pakistan , then Afghanistan and Iran, both Islamic countries , should also amalgamate with Pakistan.”<a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftn15"><strong>[15]</strong></a></em></div><div style="color: black; text-align: justify;"> </div><div style="color: black; text-align: right;">Cecep Zakarias El Bilad</div><hr size="1" style="color: black;" /> <div style="color: black; text-align: justify;"><a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftnref1">[1]</a> Lihat Kompas, 20 Juni 2009.</div><div style="color: black; text-align: justify;"><a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftnref2">[2]</a> Frederic Grare, “Pakistan: The resurgence of Baloch nationalism”, <em>Carnegie Papers</em>, Carnegie Endowment for International Peace, no. 65, January 2006. Hlm. 4-5.</div><div style="color: black; text-align: justify;"><a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftnref3">[3]</a> <a href="http://www.greenleft.org.au/2006/693/35987">http://www.greenleft.org.au/2006/693/35987</a>. Diakses pada 12 Mei 2009.</div><div style="color: black; text-align: justify;"><a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftnref4">[4]</a> <a href="http://www.balochwarna.com/sandukh/pdf/Brief7finalised1.pdf">http://www.balochwarna.com/sandukh/pdf/Brief7finalised1.pdf</a>. Diakses pada 12 Mei 2009.</div><div style="color: black; text-align: justify;"><a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftnref5">[5]</a> http://www.southasiaanalysis.org/papers13/paper1220.html. Diakses pada 12 Mei 2009.</div><div style="color: black; text-align: justify;"><a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftnref6">[6]</a> <a href="http://asiacalling.kbr68h.com/index.php/archives/1921">http://asiacalling.kbr68h.com/index.php/archives/1921</a>. Diakses pada 27 Juni 2009.</div><div style="color: black; text-align: justify;"><a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftnref7">[7]</a> Lihat Tsygankov, Andrei P. (2001). <em>Pathways After Empire: National Identity and Foreign Economic Policy in the Post-Soviet World</em>. Lanham: Rowman & Littlefield Publishers. Hal,15.</div><div style="color: black; text-align: justify;"><a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftnref8">[8]</a> <em>Oxford Advanced Learner’s dictionary</em>, Sixth Edition, (2000), New York: Oxford University Press. Hal, 547.</div><div style="color: black; text-align: justify;"><a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftnref9">[9]</a> Bassam Tibbi. (2000), Ancaman <em>Fundamentalisme Rajutan Islam Politik dan Kekacauan Dunia Baru</em> (Yogyakarta: Tiara Wacana), Hal. 207.</div><div style="color: black; text-align: justify;"><a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftnref10">[10]</a>Sensus1998,<a href="http://www.statpak.ov.pk/depts/.%0dpc/pco/statistics/other_tables/pop_by_mother_tongue.pdf%20/">http://www.statpak.ov.pk/depts/.pc/pco/statistics/other_tables/pop_by_mother_tongue.pdf /</a>.</div><div style="color: black; text-align: justify;"><a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftnref11">[11]</a> Janmahmad dalam <em>The Baloch Cultural Heritage</em>. Dikutip oleh Malik Siraj Akbar dalam <a href="http://www.thebaluch.com/030608_article.php?id=7675">http://www.thebaluch.com/030608_article.php?id=7675</a>. Diakses tanggal 15 Juni 2009.</div><div style="color: black; text-align: justify;"><a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftnref12">[12]</a> Ibid.</div><div style="color: black; text-align: justify;"><a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftnref13">[13]</a> Lihat <a href="http://www.greenleft.org.au/2006/693/35987">http://www.greenleft.org.au/2006/693/35987</a>.</div><div style="color: black; text-align: justify;"><a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftnref14">[14]</a> http://www.thebaluch.com/030608_article.php?id=7675. Diakses pada 15 Mei 2009.</div><div style="color: black; text-align: justify;"><a href="http://zakariaselbilad.wordpress.com/2009/07/09/191/#_ftnref15">[15]</a> Ibid.</div></div>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-48100716554369547742011-04-28T08:05:00.000-07:002011-04-28T08:05:40.822-07:00METODE INTELIJEN MEMAKSA MUSUH BERBICARA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><span style="color: black;"></span><span style="color: black;"></span>1. Isolation<br />
<div style="color: black;"> Caranya tersangka ditempatkan di ruang tersendiri tanpa bisa melakukan kontak apapun dengan orang lain. Dalam periode tertentu tersangka akan mengalami kegelisahan berat karena keinginan yang sangat kuat untuk berinteraksi denganorang lain.</div><span style="color: black;"> </span><div style="color: black;"><br />
</div><div style="color: black;">2. <span class="IL_AD" id="IL_AD8">Sleep Deprivation</span><br />
Dengan mencegah tersangka untuk tidur selama beberapa hari. Setelah beberapa hari tersangka akhirnya diperbolehkan tidur tapi segera dibangunkan lagi dan langsung di interograsi.</div><span style="color: black;"> </span><div style="color: black;">Mantan Perdana Menteri Israel Menachem Begin pernah mengalami ini pada saat dia ditahan KGB. Dia bilang,” Orang-orang terlihat seperti diselimuti kabut dan rasanya aku sudah mati. Kakiku gemetaran hebat dan satu, hanya satu keinginanku, tidur. Kelaparan dan kehausan tidak ada apa-apanya dibandingkan ini.”</div><span style="color: black;"> </span><div style="color: black;">Selain menimbulkan halusinasi, sleep deprivation yang lebih dari 24 jam akan menimbulkan kegilaan sementara.</div><span style="color: black;"> </span><div style="color: black;"><br />
</div><div style="color: black;">3. <span class="IL_AD" id="IL_AD2">Sensory</span> <span class="IL_AD" id="IL_AD9">Deprivation</span><br />
Metodenya dengan menempatkan tersangka di semacam tabung yang mengisolasi total semua rangsangan dari luar. Tabung tersebut diberi sebuah lubang kecil untuk tempat bernafas penghuninya. Pada percobaan yang dilakukan terhadap 17orang subyek, hanya 6 orang yang bertahan sampai 36 jam. Yang lainnya mengalami kegelisahan berat dan kepanikan.</div><span style="color: black;"> </span><div style="color: black;"><br />
</div><div style="color: black;">4. Stress Position<br />
Tersangka dipaksa berdiri selama berjam-jam tanpa diberi pegangan apapun. Variasi lainnya selain berdiri, tahanan juga disuruh mengangkat lengannya. Metode ini pada penerapannya di lapangan berkembang menjadi semakin inovatif seperti mengikat tangan kebelakang lalu diikatkan lagi ke pergelangan kaki pada posisi “ditarik”.</div><span style="color: black;"> </span><div style="color: black;"><br />
</div><div style="color: black;">5. Sensory Bombardment<br />
Caranya dengan menyuruh tahanan berdiri menghadap tembok. Mata ditutup dan tangan diikat erat lalu tahanan akan dibombardir dengan sinar lampu sangat terang dan suara-suara keras sehingga mengakibatkan kekacauan indra tubuh akibat rangsangan yang berlebih, gangguan tidur dan konsentrasi. Salah seorang sumber di tahanan menyebutkan ada seorang tahanan yang “keras kepala” mengalami penyiksaan ini selama 7 hari non-stop.</div><span style="color: black;"> </span><div style="color: black;"><br />
</div><div style="color: black;">6. Forced Nudity<br />
Metode ini banyak diterapkan tentara Amerika di Iraq saat menginterograsi tawanan perang. Prakteknya dengan menelanjangi tersangka di depan tahanan yang lain dan membiarkannya tetap bugil dalam jangka waktu yang lama. Akibatnya tersangka akan merasa malu luar biasa.</div><span style="color: black;"> </span><div style="color: black;"><br />
</div><div style="color: black;">7. Sexual Humiliation<br />
Hal ini disesuaikan dengan budaya dan kepercayaan yang dianut oleh si tersangka. <span class="IL_AD" id="IL_AD6">Cara</span>-caranya seperti tersangka dipaksa melakukan adegan sex dengan sesama jenis, disuruh memakai pakaian wanita (unttk tersangka pria) lalu dipaksa menari striptease di depan personil wanita.</div><span style="color: black;"> </span><div style="color: black;"><br />
</div><div style="color: black;">8. Cultural Humiliation<br />
Seperti poin diatas cara ini juga disesuaikan dengan budaya setempat. Metode ini pada intinya memaksa tersangka melakukan sesuatu yang menurut pandangan tersangka merupakan sesuatu yang dilarang atau memalukan.</div><span style="color: black;"> </span><div style="color: black;">Contohnya bagi muslim dipaksa makan babi. Selain itu bisa juga dengan penghinaan-permainan verbal sampai tersangka merasa sangat terhina dan mematahkan semangatnya.</div><span style="color: black;"> </span><div style="color: black;"><br />
</div><div style="color: black;">9. Extreme Cold<br />
Cara ini dulunya berasal dari China yang diterapkan kepada tahanan politik atau para aktivis keagamaan. Umumnya tahanan secara rutin tubuhnya diguyur air dingin dan dibiarkan berada di dalam atau di luar ruangan yang juga bersuhu rendah. Ada juga yang dipaksa berdiri ditengah hujan salju cuma mengenakan pakaian seadanya.</div><span style="color: black;"> </span><div style="color: black;">Metode yang berlawanan adalah menggunakan panas yaitu dengan mengurung tahanan di semacam ruang sempit yang minim ventilasi dan bersuhu tinggi. Disebut juga “hot box”. Tersangka baru akan dikeluarkan setelah mau bekerjasama dengan interogatornya.</div><span style="color: black;"> </span><div style="color: black;"><br />
</div><div style="color: black;">10. <span class="IL_AD" id="IL_AD5">Phobias</span><br />
Phobias digunakan untuk menimbulkan perasaan panik pada diri tersangka. Contohnya kalo si tersangka takut dengan laba-laba maka selnya akan diisi penuh dengan laba-laba sampai tersangka tersebut mengalami rasa takut dan panik yang luar biasa. Pada tahap tersebut barulah interogasi dilaksanakan.</div><span style="color: black;"> </span><div style="color: black;"><br />
</div><div style="color: black;">11. Water Boarding<br />
Metode ini belakangan dilarang digunakan dalam US Military. Tapi tidak ada yang menjamin apakah aturan tersebut benar-benar dilaksanakan atau tidak. Waterboarding dilakukan dengan mengikat tubuh tersangka erat-erat pada sebuah papan atau meja dengan posisi kaki lebih tinggi daripada kepala, lalu matanya ditutup.</div><span style="color: black;"> </span><div style="color: black;">Kemudian wajah tersangka disiram dengan air berulang kali dengan teknik tertentu. Secara psikologis tersangka akan merasa dirinya tenggelam dan timbul reaksi tersedak karena air yang diguyurkan ke wajahnya itu. Metode ini sangat efektif karena dalam percobaan yang dilakukan terhadap anggota CIA sendiri ternyata rata-rata mereka hanya bertahan selama 14 Detik</div><span style="color: black;"> </span><div style="color: black;">Yang ini juga bagus</div></div>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-15885461076852067692011-04-28T07:30:00.000-07:002011-04-28T07:30:33.831-07:00TAKTIK PERANG KOTA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="color: black;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-FkW46892-rU/Tbl585tteOI/AAAAAAAAAhs/v3Qw9sWvSPc/s1600/Baghdad-Iraq.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="263" src="http://1.bp.blogspot.com/-FkW46892-rU/Tbl585tteOI/AAAAAAAAAhs/v3Qw9sWvSPc/s320/Baghdad-Iraq.jpg" width="320" /></a></div>PERANG kota bukanlah perang yang mudah karena ada beberapa kesulitan dalam melakukan perang kota. Pertama, di perkotaan itu terdapat jumlah penduduk yang banyak, dan militer di mana pun selalu berusaha untuk menghindari jatuhnya korban dari masyarakat sipil. Di negara mana pun seperti itu, ada kewajiban moral tentara.<br />
<br />
Kedua, banyaknya bangunan-bangunan akan menjadi hambatan bagi peninjauan. Musuh tidak bisa melihat musuh yang lain dengan jelas, berbeda dengan di lapangan atau hutan. Bangunan yang tinggi menjadi penghalang.<br />
<br />
Ketiga, sulit meninjau musuh secara lebih detail karena ruangan-ruangan yang ada di gedung bisa menjadi persembunyian bagi musuh.<br />
Untuk melumpuhkan musuh dibutuhkan waktu yang lebih lama dan tenaga lebih banyak, serta amunisi lebih banyak karena mereka harus melihat kamar demi kamar.<br />
<br />
Keempat, kebebasan untuk menembak sangat terbatas. Kalau di tempat terbuka kita mudah menembak orang yang jaraknya, misalnya, tiga kilometer, kalau di kota sulit. Seperti tank-tank, hanya mungkin menembak gedung yang berhadapan langsung. Gedung yang di belakangnya tidak bisa lagi ditembak. Hal ini akan memaksa tentara untuk mendekati sasarannya. Istilahnya dalam militer, lapangan penembakan yang sangat terbatas.<br />
<br />
Karena itulah, praktis pertempuran kota memakan waktu yang lebih banyak. Dari blok per blok jangan terlewatkan karena bisa saja kalau satu blok terlewati, tiba-tiba musuh dari belakang menembak sehingga harus balik lagi.Apalagi perang kota melawan tank. Tank itu sangat rawan dengan senjata-senjata antitank. Senjata antitank yang dibawa oleh satuan infanteri sangat mudah dibawa ke gedung-gedung untuk bersembunyi. Dengan demikian, mudah ditembakkan. <br />
<br />
Saya kira Irak itu mempunyai cukup banyak RPG (granat yang diluncurkan roket) yang merupakan senjata antitank. Itu saya kira yang akan menjadi kesulitan bagi Amerika Serikat (AS) apabila menerobos masuk ke kota. Sebab itu, untuk menghindari terlalu banyak jatuhnya korban, kemungkinan mereka akan menerapkan strategi pengepungan dari gedung ke gedung. Tetapi, ini akan memakan waktu yang lama.Itu risiko yang harus dihadapi dalam suatu pertempuran kota, apalagi rakyat Irak sudah melaksanakan suatu perencanaan gerilya kota. Itu akan lebih mempersulit AS karena rakyatnya sudah ikut, bukan hanya tentara. Hal ini bisa membuat perang berkepanjangan. <br />
<br />
Di Irak kondisinya lebih tidak mudah karena bercampur antara pasukan Pengawal Republik dan Fedayeen (pasukan bunuh diri). Terlebih lagi, buat rakyat Irak mati itu sudah merupakan syahid. Ini suatu keyakinan agama yang mulanya kurang mendapatkan perhitungan cermat dari AS.<br />
Strategi yang harus dilakukan untuk mengatasi perang kota itu adalah melakukan operasi pengepungan. Kuncinya, bagaimana bisa dilakukan pengepungan sehingga bisa melumpuhkan secara perlahan. Setelah itu, dilaksanakan operasi-operasi penyergapan masuk ke dalam kota untuk mencari Presiden Irak Saddam Hussein.<br />
<br />
Kalau dilakukan serangan frontal, itu tidak akan efektif karena risikonya akan jatuh banyak korban, juga korban dari rakyat sipil.Seluruh Baghdad harus dikepung, jangan sampai ada yang lari keluar sehingga bisa dihindarkan datangnya bantuan dari luar. Kemudian dilaksanakan operasi-operasi skala kecil untuk mencari lokasi Saddam. <br />
<br />
Salah satu faktor penting lain dalam perang kota adalah dukungan rakyat. Akan tetapi, bagi AS, sulit untuk membujuk rakyat Baghdad sekarang ini untuk mendukung pasukan AS dan sekutunya karena sentimen masyarakat Baghdad sangat kuat, terutama akibat jatuhnya korban sipil yang cukup besar.<br />
Apalagi mereka juga harus mengalami embargo ekonomi yang begitu lama sehingga menimbulkan penderitaan berkepanjangan. Sentimen masyarakat Baghdad terhadap AS begitu tinggi dan dalam sehingga praktis sulit untuk meminta dukungan mereka.<br />
<br />
DENGAN taktik breakthrough operation-nya, yaitu menerobos dengan cepat ke Baghdad dengan menghindari hambatan-hambatan di Basrah dan kota-kota kecil lainnya, memang terlihat AS dan sekutunya tidak bermaksud menduduki Irak. Tetapi, sampai ke tujuan langsung untuk menjatuhkan Saddam Hussein yang berada di Baghdad.Oleh karena itu, setelah bisa melakukan pengepungan terhadap Kota Baghdad, taktik AS nanti adalah mulai memisahkan kelompok-kelompok yang pro-Saddam dan mana yang tidak terlalu mendukung Saddam. Pasti ada kelompok-kelompok yang benci AS, tetapi juga tidak suka dengan Saddam. <br />
Satu-satunya cara untuk mempermudah perang kota adalah harus dipisahkan antara mana yang benar-benar lawan dan mana yang bukan.<br />
<br />
Harus disiapkan mana daerah-daerah yang netral atau steril. Biasanya juga, dalam perang kota seperti itu, rakyat akan mencari daerah yang steril atau netral untuk berlindung.<br />
Saya yakin nanti pasti akan terjadi penggantian pasukan AS bila perang gerilya kota sudah terjadi. Perlu diketahui bahwa pasukan AS itu besar dan disiapkan untuk menghadapi dua kampanye sekaligus di dua daerah di dunia ini. Secara nasional begitu doktrin mereka. Irak itu, kan, baru satu kampanye. Memang yang menjadi pemikiran nanti adalah bagaimana memelihara dukungan rakyat AS sendiri. Jangan sampai terjadi seperti di Vietnam. Di Vietnam, AS bukan kalah perang, tetapi didesak oleh rakyatnya karena mereka tak tahan melihat begitu banyaknya korban tentara AS.<br />
<br />
MESKIPUN Irak kini memiliki peralatan perang yang sangat terbatas, kemampuan untuk bergerilya kota melawan pasukan AS akan lebih banyak ditentukan oleh kemampuan manusianya. Memang persenjataan itu penting, tetapi yang paling penting adalah semangat manusianya.Kita lihat bagaimana Palestina bisa menandingi Israel. Itu adalah contoh sekaligus bukti nyata. Satu hal yang perlu kita perhatikan lagi, Rusia akhirnya mundur dari Afganistan. Memang ketika itu Taliban mendapat bantuan dari AS, tetapi tidak terlepas dari semangat berjuang masyarakatnya sendiri. <br />
<br />
Selain itu, meskipun persenjataan Irak kini sudah semakin minim sebagai akibat dari Perang Teluk I dan embargo bertahun-tahun sehingga tidak bisa mendapatkan persenjataan baru, persediaan senjata di pasar gelap sangat banyak. Kelompok-kelompok avonturir yang lebih memikirkan untung itu banyak.<br />
Selain itu, kita juga belum banyak melihat tank-tank Irak dikeluarkan. Padahal, sebelum Perang Teluk I dulu, Irak mempunyai tak kurang dari 4.500 tank. Kalau setengahnya saja hancur dalam Perang Teluk I, dan sebagian lainnya rusak karena tidak dirawat atau terjadi kanibalisasi, setidaknya Irak masih mempunyai 2.000 buah tank. Di mana tank-tank itu? Itu yang harus menjadi perhatian kita. Irak mungkin memang sudah menyiapkan tank-tank itu untuk perang kota.<br />
<br />
Kalau terjadi perang tank, bisa saja perang kota menimbulkan kerusakan lebih besar di lingkungan perkotaan itu. Tetapi, saya kira itu juga bisa dihindari dengan cara bagaimana mengepung blok per blok, dari pintu ke pintu. Dengan demikian, memang dibutuhkan kesabaran juga karena harus ekstra hati-hati. Keberadaan bungker akan sangat menolong Irak, tetapi itu juga bisa dideteksi.Saya kira, kapan AS bisa menyingkirkan pemerintahan Saddam itu sulit juga memperkirakannya. Tetapi, efektifkah kontrol pemerintahan Saddam? Saya kira dalam satu-dua minggu ini Saddam sudah tidak akan bisa lagi mengendalikan seluruh negara Irak. <br />
Ditaklukkan memang sulit, tetapi Saddam juga tidak akan efektif lagi memerintah. Padahal, suatu pemerintahan itu diukur dari bagaimana dia bisa mengontrol seluruh wilayahnya. (oki)<br />
<br />
<b>Yunus Yosfiah, </b>Letnan Jenderal (Purn) <em>Mantan Menteri Penerangan</em><br />
</div>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-50105535124429279572011-04-21T21:26:00.000-07:002011-04-21T21:27:50.225-07:00film Valley Of The Wolves : Palestine<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">Kapal MV Mari Marmara menjadi terkenal ketika kapal yang mengangkut bantuan kemanusiaan untuk Palestina ini diserang pasukan Israel pada Mei 2010 silam.Tujuannya tak lain agar bantuan yang sudah dikumpulkan tidak bisa sampai untuk rakyat Palestina.Tragedi penyerangan kapal MV Mavi Marmara, merupakan bagian dari gerakan “<i>Gaza Freedom Flotilla</i>” yang menyebabkan kemarahan dunia.<br />
<br />
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-gg2dcN-Q_Bg/TbD_z0YhmYI/AAAAAAAAAhk/CDKX6gVqN-E/s1600/hhhhhh.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="http://3.bp.blogspot.com/-gg2dcN-Q_Bg/TbD_z0YhmYI/AAAAAAAAAhk/CDKX6gVqN-E/s400/hhhhhh.jpg" width="400" /></a>Padahal keenam kapal yang diorganinasi oleh gerakan <i>Free Gaza Movement</i> dan <i>the Turkish Foundation for Human Rights and Freedoms and Humanitarian Relief</i> (IHH) dari awal sudah menyatakan bahwa hanya membawa bantuan kemanusiaan untuk penduduk Palestina, yang telah diblokade begitu lama dari dunia luar oleh zionis Israel, sehingga tidak bisa mendapat bantuan sama sekali dari dunia luar.<br />
<br />
Jangankan berhasil mengantarkan misi kemanusiaan, keenam kapal yang gagal menembus blokade laut Israel di Gaza ini malah dipaksa kembali ke Turki.<br />
Sedangkan MV Mavi Marmara yang berisi 8 orang berkebangsaan Turki dan seorang Turki Amerika, menjadi bulan-bulanan senjata pasukan Israel.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-KjmdaqHCpXA/TbD_6RpElSI/AAAAAAAAAho/15BJso0AV-Q/s1600/Kurtlar-Vadisi-Filistin.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="640" src="http://4.bp.blogspot.com/-KjmdaqHCpXA/TbD_6RpElSI/AAAAAAAAAho/15BJso0AV-Q/s640/Kurtlar-Vadisi-Filistin.jpg" width="448" /></a></div>Berangkat dari kejadian yang sempat menggegerkan dunia, Zübeyr Şaşmaz, sang sutradara, kini mengangkatnya ke layar kaca dan dikemas dengan judul Valley of the Wolves : Palestine.<br />
Dalam film yang rencananya akan rilis 28 Januari 2011 ini, mengisahkan tentang sekelompok pasukan komando Turki yang dipimpin oleh Polat Alemdar (diperankan oleh Necati Sasmaz) berhasil menyusup ke wilayah Israel, untuk memburu seseorang yang amat bertanggungjawab atas tragedi penyerbuan Flotilla, Mose Ben Eliyezer (Erdal Besikçioglu).<br />
Film dibuka dengan adegan pembunuhan di atas kapal Marmara Mavi yang menyoroti pada popularitas daerah Turki.<br />
Instruksi Polat adalah: balas kematian sembilan warga Turki di atas MV Mavi Marmara dan penderitaan semua orang Palestina.penasaran dengan film ini..silahkan didownload..<br />
<br />
sebelum download film ini anda harus menginstal torrent downloader silahkan download <i><a href="http://www.ziddu.com/download/14076024/uTorrent2.2.1Beta24266.rar.html">disini</a> </i>,<br />
setelah diinstal baru download filmya Silahkan di download di <i><a href="http://www.torrentdownloads.net/torrent/1652591001/Kurtlar+Vadisi+Filistin+DVDScreener+HD+%282011%29+k4pris">sini </a></i><br />
<br />
<br />
</div>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-78432636729137221612011-03-17T14:44:00.000-07:002011-03-17T14:45:39.568-07:00MASALAH KEAMANAN DALAM KONTEKS INTELIJEN - TERROR DAN REFORMASI PRAKTIK KEAMANAN KONTEKS KEPOLISIAN<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><span style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Masalah Intelijen dan Terror</span> <br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Masyarakat sering menghubungkan langsung antara Intel sebagai lembaga dengan terror sebagai sebuah event/kejadian terror. Secara awam hal ini dapat dimaklumi. Namun apakah sebenarnya Intelilen itu dan bagaimana hubungannya dengan penanganan terror. </span><span style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Pada masa lalu dan sebagian hingga ,masa kini, banyak pihak yang menerima kehadiran intelijen dalam operasi intelijen yang ingin menggunakan kewenangan penegakan hukum. </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Hal inilah yang akan menjadi issue utama dalam pembahasan bagian awal ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Hakekat Intelijen adalah Pendayagunaan kecerdasan intelektual untuk mencermati (membaca) perkembangan dinamika kehidupan yang dihadapi oleh penguna Intelijen. Penggunaan Intelijen dalam organisasi (Pemerintah – Militer – Polisi – Bisnis, dsb.) menjadi ”mata dan telinga bagi Pimpinan Organisasi untuk dapat mengetahui perkembangan dinamika lingkungan kehidupan internal maupun eksternal, yang dihadapi organisasi pada setiap saat sesuai dengan kebutuhan Pimpinan Organisasi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Pelaku Intelijen dalam organisasi (Pemerintah – Militer – Polisi – Bisnis, dsb.) adalah para pejabat yang ditugasi untuk menggunakan kemahiran-Intelijen guna menghasilkan produk Intelijen dalam bentuk gambaran menyeluruh ataupun khusus, tentang perkembangan dinamika lingkungan kehidupan internal dan kehidupan lingkungan eksternal organisasi, yang disampaikan kepada Pimpinan Organisasi secara tepat waktu dan tepat sasaran, guna pengambilan keputusan/ kebijakan yang terbaik. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Produk Intel adalah gambaran menyeluruh atau spesifik tentang perkembangan dinamika lingkungan kehidupan internal dan eksternal Organisasi serta identifikasi risiko yang dihadapi organisasi (menggambarkan dan memprediksi) , dan lebih jauh dapat menyarankan/ menawarkan alternatif tindakan yang dapat diambil. Pengguna produk Intel adalah Pimpinan Organisasi yang mengendalikan peran pelaku Intelijen, sehingga dalam tradisi Intelijen senantiasa berlaku kaidah kegunaan Intelijen yaitu bahwa : <i>”Inteligence is for the Commander/ Leader.</i> Produk Intel merupakan suatu <i>early warning</i></span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">kepada pimpinan organisasi, yang harus disampaikan kepada pimpinan organisasi secara tepat waktu dan tepat guna, setiap kali dibutuhkan pimpinan guna pengambilan keputusan ataupun sebelum membuat suatu kebijakan. Dalam arti yang tegas bahwa pengambilan keputusan dan executing keputusan itu bukanlah menjadi tugas dan kewajiban intelijen lagi, melainkan tugas lembaga eksekusi lainnya, dan tidak boleh dilakukan dengan melanggar hukum.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Produk Intel secara keseluruhan adalah mencakup akumulasi dari hasil pelaksanaan siklus Intelijen, hasil pelaksanaan pengamanan Intelijen dan hasil kegiatan penggalangan, yang di-interprestasi-kan ke dalam satu kesimpulan dalam bentuk produk Intel, serta identifikasi risiko yang keseluruhannya ditujukan kepada pimpinan organisasi secara tepat waktu dan tepat sasaran (<i>velox et exactus</i>).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Berdasarkan prinsip bahwa <i>”Intelligence is for the commander”</i> (Intelijen hanya untuk Pimpinan), maka pewadahan bagi unit atau Badan pelaksana tugas Intelijen tidak dimungkinkan untuk diletakkan di bawah unsur-unsur Pembantu Pimpinan, melainkan harus selalu langsung berada di bawah kendali Pimpinan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Artinya : Unit organisasi Intel harus melekat pada fungsi managerial Pimpinan untuk kepentingan decision making processes yaitu sebagai pemasok ”<i>early warning</i>” kepada pimpinan organisasi dalam bentuk produk Intel serta identifikasi risiko yang harus dihadapi organisasi untuk semua alternatif cara bertindak yang dipilih.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Contoh : </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> 1) di AS, CIA berada langsung di bawah Presiden AS</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">2) di Indonesia BAKIN (sekarang ”BIN”) selalu di bawah Presiden, </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> demikian pula RRC dll.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">3) di Kejaksaan Agung RI, pelaksana fungsi Intelnya adalah salah</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Seorang Jaksa Agung Muda.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Pada umumnya produk intelijen digunakan untuk masukan bagi Tugas bidang pembinaan kekuatan meliputi manajemen segala bentuk resources; dan tugas bidang penggunaan kekuatan terdiri dari tugas preemtif, peventiv dan repressip. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Oleh sebab itu, secara tegas dapat dinyatakan bahwa fungsi Intelijen dalam organisasi bukan merupakan bagian dari fungsi-fungsi penggunaan kekuatan atau bukan merupakan bagian dari fungsi operasional maupun fungsi pembinaan kekuatan, melainkan harus merupakan badan atau unit yang mandiri dan langsung di bawah kendali pimpinan organisasi, agar mampu menjalankan perannya dalam mendukung proses <i>decision making</i> pimpinan organisasi. Atau dengan kata lain penggunaan kekuatan intelijen memang langsung di bawah kendali Leader/ Commander, karena ia adalah mata dan telinga sang leader.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Hakekat dari Terror adalah menakuti pihak lain atau pihak yang disasar, dengan cara-cara yang tak terbatas, untuk memaksakan kehendak. Termasuk memaksa orang lain lain untuk melakukan reaksi sebagaimana yang diharapkan oleh si peneror. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Trend perkembangan dalam konteks global, terror berkembang menjadi instrumen untuk mencapai tujuan. Cara yang tak terbatas ini juga menyiratkan bahwa terror tidak terlalu peduli dengan korban yang terjadi, sebagai akibat dari aksi/ event terror, walaupun korban itu tidak merupakan sasaran pokok dari terror. ( spt. Bom, Gas beracun, penembakan membabi buta, menyandera, dsb). </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Oleh karena tidak memilih dan menseleksi korban secara relatif tajam, maka terror juga disebut sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Sebagai contoh peristiwa Lockberby, dimana tigaratus penumpang pesawat dikorbankan hanya untuk membunuh satu atau dua orang agen Amerika di pesawat yang bersangkutan. </span><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Peledakan keretaapi oleh Macan Tamil untuk menunjukkan eksistensi mereka, peledakan bom di Bali, JW Marriot, dsb.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Dalam realitasnya sebuah event terror hanyalah sebuah puncak gunung es dari sebuah atau gabungan masalah sosial (termasuk politik), yang bersumber dari Systemic structure yang memunculkan sebuah atau gabungan Systemic issues (contoh : kemiskinan dengan agama, politik dengan agama, kebijakan dengan kepentingan golongan tertententu,dsb) yang dipahami secara spesifik, oleh sekelompok orang yang membentuk mereka dalam mental model tertentu (sering juga dilabel dengan istilah ekstrim atau radikal). Oleh karena itu, berkaitan dengan fungsi dari intelijen yang sudah dikemukakan diatas, maka fungsi intelijen bila dihadapkan pada masalah terror,</span><span lang="FI"> </span><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">akan sangat berguna dan tidak melanggar hukum, ketika secara tajam diarahkan kepada pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi tentang masalah sosial, masalah systemic structure, yang kemudian mendorong munculnya systemic issues dan terkosentrasi pada terbentuknya mental model tertentu, yang pada gilirannya menghasilkan perilaku terror</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="position: relative; z-index: 251657216;"><span style="height: 331px; left: 418px; position: absolute; top: -2px; width: 172px;"></span></span><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"></span><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Prediksi tentang perkembangan kelompok masyarakat semacam inilah yang harus menjadi lapangan kerja dari intelijen dengan produk yang tajam, sehingga perkiraan/ peramalan tentang terjadinya terror akan mampu dilakukan intelijen dalam memberikan masukan kepada pengguna untuk mempreemsi dan memprevensi terjadinya terror. Perkiraan atau Peramalan ini, akan sangat berguna bagi para leader pengguna kekuatan ( <i>Preemtif, Preventif dan Repressif</i> ), sehingga para calon pelaku terror dapat ditangani secara dini.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Adalah sangat keliru bila intelijen hanya terlihat sibuk secara terbuka setelah terjadinya event terror (kalau sudah terjadi tentu tetap berguna mengumpulkan info) , karena sebenarnya jenis pekerjaan untuk mengungkap sebuah event terror harus tetap dilakukan dengan cara-cara yang berdasar hukum dan menjadi kewajiban dari para Penyidik. Dalam negara demokratis yang selalu berdasar Rule of Law, maka penanganan (pelaku) kejahatan harus dilakukan berdasar hukum, yang mengharuskan ia ditangani oleh institusi dan petugas yang diberi wewenang oleh hukum itu sendiri.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Keterlibatan intelijen dalam proses repressif terhadap warga negara yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan secara hukum (karena tidak memiliki wewenang yang diberikan oleh hukum), pada hakekatnya tetaplah merupakan kejahatan atau tergolong pula sebagai terror, dan secara hukum tetap dapat diproses sebagai pelaku kejahatan. Bila di masa lalu kita melihat intelijen militer yang melakukan tindakan menangkap para aktivis sipil, maka hal itu tetaplah merupakan kejahatan. Sebab intelijen memang bukan untuk menangkap (kecuali tertangkap tangan, yang memang merupapak kewenangan setiap orang) seseorang, melainkan untuk mengumpulkan informasi yang akan digunakan oleh leader untuk mengambil keputusan. Hal inilah yang menjadi prinsip dasar pekerjaan intelijen.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Variabilitas Badan-badan intelijen di Indonesia membutuhkan kerjasama dalam pertukaran informasi, namun tidak berarti memiliki medan tugas yang sama, walaupun dapat saja membutuhkan informasi dari tempat yang sama. </span></div><ul style="margin-top: 0cm;" type="disc"><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">BAIS seyogianya di bawah Dephan untuk kepentingan strategi Pertahanan yang mengkoordinasikan Intel tempur (combat Intell) AD-AL-AU, untuk kepentingan operasi militer dalam menjalankan tugas Prtahanan Negara ataupun tugas-tugas <i>MOOTW.</i></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">BAIS dan Badan Intel Luar negeri dapat menjalankan aktifitasnya di luar teritori NKRI dalam rangka mendukung Strategi Pertahanan Negara dan Kebijakan Diplomasi RI.</span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Intel-intel Yustisial adalah intelijen yang melekat pada Badan-badan Yustisial (Polisi-Jaksa-Imigrasi, dll) dan merupakan intelijen yang menjalankan aktifitas rutin di seluruh wilayah Yurisdiksi NKRI, dalam rangka menegakkan internal security (Kamdagri) yang bentuk keputusan yang diambil berkaitan dengan proses <i>Law Enforcement.</i></span></li>
</ul><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Dalam kerangka fungsi intelijen dalam penanggulangan terrorisme global di Indonesia, keseluruhan fungsi-fungsi intelijen yang ada dapat memberikan kontribusi informasi, yang kemudian dikelola oleh Badan Koordinasi Intelijen pada tingkat nasional (Bakin/BIN), yang hasilnya dapat menjadi in-put kembali, sekaligus bagi kebijakan nasional (contra intelijen) maupun kebijakan parsial sesuai fungsi parsial pengguna intelijen.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Kekacauan penerapan intelijen, dapat berakibat buruk bagi kebebasan warga negara. Oleh karena kekacauan intelijen dapat berupa :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: Symbol;">·<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Penggunaan informasi intelijen hanya untuk Badan intelijen dan dipergunakan untuk tindakan repressif oleh Badan intelijen; hal semacam ini akan mudah dapat berubah menjadi Badan intelijen yang men-terror warga negara.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: Symbol;">·<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Aplikasi Intelijen yang bertentangan dengan prisnsip demokrasi (membatasi akses informasi publik, monopoli informasi,dsb), karena hal itu akan membuat Badan Intelijen sebagai satu-satunya pemilik informasi yang lengkap, dan berubah sebagai penguasa yang mengendalikan seluruh gerak pemerintahan; dengan kata lain ”Yang memerintah di belakang Pemerintah yang syah”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Namun suatu hal yang berbeda di era globalisasi informasi saat ini, adalah bahwa badan intelijen (dalam arti milik negara/ pemerintah), bukan lagi satu-satunya institusi yang mempunyai capabilitas/kemampuan untuk mengumpulkan dan menganalisa serta menyimpulkan informasi. Ada banyak pihak dan banyak jalur informasi yang saling silang di realitas kehidupan masyarakat. Hal ini akan mengandung konskuensi bahwa ”Intelijen terbuka” menjadi jauh lebih besar porsinya dari pada ’Intelijen tertutup’ ataupun Intelijen ala James Bond. Dengan demikian Intelijen akan menjadi lebih bermakna dalam artinya yang asli, yaitu penggunaan kecerdasan, dari pada konotasi ’tertutup’-nya. Terutama bila kesadaran kita akan keterkaitan setiap bagian pisik maupun psiko yang terlebur menjadi bagian dari aliran global, yang bukan tabula konflik ala <i>The end of History</i>-nya Francois Fukuyama; melainkan memiliki pula sisi konflik yang lebih keras ala <i>The Clash of Civilization</i>-nya Samuel P Huntington. Dengan kata lain pula bahwa semakin masyarakat memiliki intelijen (kecerdasan) maka semakin pula peran Terroris maupun peran Badan Intelijen semakin dapat dikontrol. Oleh karena <i>Early</i> <i>Warning System</i> terhadap masalah terroris <i>(maupun masalah lainnya</i>), tidak pula hanya bergantung kepada Badan Intelijen, melainkan ’intelijen masyarakat’ lah yang bersinergi mengeliminasi <i>specific structures, issues</i> dan <i>mental model</i> yang menjadi fondasi dari perbuatan terror.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Beberapa Pendapat yang disarikan dari Hal-hal diatas :</span></div><ol start="1" style="margin-top: 0cm;" type="1"><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Proses pengembalian fungsi Intelijen sebagai pengumpul, pengolah dan supplier informasi adalah sesuatu yang mutlak terus diupayakan dan dijaga dalam masyarakat demokratis yang menghargai HAM.</span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Menjaga agar fungsi dan Badan Intelijen tidak menyebal dari yang semestinya, berhubungan erat dengan tingkat kecerdasan dan akses masyarakat terhadap dynamika informasi; dengan kata lain hal ini berhubungan dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa secara keseluruhan.</span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Nilai-nilai yang mutlak harus dikembangkan dalam masyarakat demokratis yang menghargai HAM, untuk mendukung fungsionalisasi intelijen, seperti : kesetaraan, partisipasi publik dalam proses bernegara, kedaulatan rakyat, HAM, egalitarian, Supremasi Hukum, dll; harus senantiasa dipromosikan, dengan kesadaran bahwa masyarakat kita memang memiliki nilai warisan Feodalistik dan paramiliteristik, yang unsur-unsurnya tidak selalu kompatibel dengan HAM.</span></li>
</ol><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> PARADIGMA BARU POLRI<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6295989000951149642#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> “Pekerjaan dan organisasi di sektor modern mulai berubah dari pekerjaan yang bersifat <i>craft </i>menjadi pekerjaan yang berbasis pengetahuan (<i>knowledge based works).</i> Kebutuhan sumberdaya manusia juga berubah kearah pekerjaan berpengetahuan (<i>knowledge workers),</i> karena itu pekerjaan yang bersifat rutin (<i>meaningless revetitive taks)</i> mulai diganti dengan tugas pekerjaan yang menekankan pada inovasi dan perhatian (<i>innovation and caring)</i>. Ketrampilan dan keahlian tunggal mulai ditinggalkan diganti dengan profesionalisasi dengan keahlian ganda. Di samping itu penugasan yang bersifat individual mulai berubah menjadi pekerjaan tim (<i>team work)”.</i> (Osbane dan Gaebler, 1999). <i> </i></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Perubahan-perubahan yang digambarkan di atas tidak hanya dapat terjadi dengan perubahan pengetahuan, ketrampilan, dan keahlian, namun juga menuntut adanya perubahan sikap, mental, dan pola pikir atau paradigma dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Dari sudut pandang perubahan, justru perubahan sikap, mental dan pola pikir atau paradigma itulah yang umumnya lebih sulit dibandingkan dengan perubahan pengetahuan,ketrampilan dan keahlian.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Perubahan paradigma tersebut menuntut proses reformasi pada setiap diri orang-orang yang terlibat. Proses reformasi ini dapat diibaratkan pada perubahan ulat dari kepompong menjadi kupu-kupu yang indah. Awalnya, perubahan itu memang kelihatan sulit, menyakitkan, dan tidak indah, namun, setelah kemudian menunjukkan hasil dari proses perubahan yang dilakukan, maka keindahan warna kupu-kupu menunjukkan hasil yang pantas diperoleh dari perjuangan dalam proses perubahan yang dilakukan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Bagaimana dengan Institusi Kepolisian ? </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> “Tugas polisi yang kompleks tidak dapat lagi sebagai <i>Craft</i> (seni) tetapi sebagai profesi. Yaiitu para anggotanya dituntut untuk professional………. yang artinya harus dilandasi dengan ilmu pengetahuan….. “ (Bactiar, 1994)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> “Polisi yang ideal dimanapun adalah polisi yang cocok dengan masyarakat …. dan berubah dari <i>brawn</i> menjadi <i>brain</i>… dari polisi yang antagonis menjadi polisi yang protagonist.” –(Rahardjo, 2000)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Selama lebih dari 300 tahun, institusi kepolisian di berbagai belahan dunia, seperti di Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Australia, telah mengalami serangkaian tuntutan perubahan dan reformasi. </span><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Reformasi tersebut merupakan pergeseran birokrasi kontrol dan perintah (<i>bureaucracy), </i>menjadi berorientasi kepada pasar (<i>markets)</i> dan kemudian menjadi berorientasi kepada jaringan <i>(networks)</i>. Reformasi yang terus menerus menjadi konskuensi yang tidak diinginkan dari proses perubahan yang semakin cepat terjadi dalam masyarakat global saat ini. Oleh karena itu, bagi intitusi kepolisian di berbagai belahan dunia, perubahan bukan lagi dianggap sebagai hanya satu kejadian, tetapi sudah menjadi semacam pola hidup (<i>way of life)</i>.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Agenda utama perubahan bagi institusi kepolisian adalah terutama didorong oleh tuntutan untuk efesiensi dan efektivitas, sebagai sebuah perhatian terhadap hubungan antara polisi dan masyarakat atau komunitas yang dilayaninya (Bayley, 1994). Di Inggris, pergolakan industrial dan kekacauan publik menjadi pencetus munculnya reformasi kepolisian di era 1980-an. Kemudian reformasi struktural dan organisasional digerakkan oleh keprihatinan tentang efektivitas operasional, efesiensi, dan akuntabilitas. Di Australia, selain agenda manajerial yang mendorong reformasi operasional kepolisian, beberapa keprihatinan lanjutan terhadap perilaku menyimpang dari polisi sejak akhir era 1980-an telah menjadi pemicu terhadap munculnya momentum perubahan (Plemming dan Lafferty, 2000).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Dari berbagai proses perubahan dan reformasi yang terjadi pada intitusi kepolisian di berbagai belahan dunia tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang menyebabkannya adalah karena terjadinya perubahan dalam administrasi publik, kebijakan publik, dan menejemen publik, yang pada gilirannya mengharuskan perubahan budaya perpolisian dalam menghadapi dinamika dalam masyarakat akibat perubahan tadi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Tugas polisi yang kompleks tidak dapat lagi dikatakan sebagai <i>craft </i>(seni) tetapi sudah sebagai profesi, yaitu para anggotanya dituntut untuk profesional.... yang artinya harus dilandasi dengan ilmu pengetahuan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Tantangan Institusi Kepolisian</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Tantangan bagi institusi kepolisian dalam melayani masyarakat yang dinamis dan yang telah banyak mengalami perubahan, baik secara ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, dan teknologi, adalah bagaimana menyesuaikan struktur pengelolaan (<i>governing structure</i>) kepolisian agar dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Efektivitas struktural pengelolaan organisasi polisi dalam melayani kebutuhan masyarakat telah bergerak dari bentuk birokrasi (<i>bereaucracy</i>) ke bentuk pasar (<i>market</i>), lalu ke bentuk jaringan (<i>network</i>).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Dalam struktur pengelolaan birokrasi, organisasi kepolisian berbentuk otoritarian, garis komando para-militer, teratur dengan peraturan organisasi yang ketat, dengan penekanan pada komunikasi internal dan vertikal. Penekanan umumnya lebih diarahkan kepada kepatuhan dibandingkan pada inisiatif, dimana pengambilan keputusan jarang dilakukan secara partisipatif atau kolegial bersama dalam garis kepangkatan. Dengan ciri kombinasi keberadaan birokrasi formal dan praktek kerja yang terstandarisasi dengan ketat, maka institusi kepolisian dengan bentuk seperti ini sangatlah sulit untuk mengalami dan melakukan perubahan. Kritik terhadap struktur birokrasi adalah pada dampak inefisiensi, terlalu ”gemuk” dan mahal, dan kurang insentif untuk proses yang lebih berorientasi pada pelayanan masyarakat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Perkembangan manajemen kemudian mengarahkan penyerahan sebagian aktivitas atau proses internal kepada pihak eksternal (<i>contracting out</i>). Struktur pengelolaan birokratis yang berorientasi internal mulai bergerak ke arah eksternal atau ”pasar” (<i>market</i> ) dari institusi kepolisian tersebut, yaitu pengguna jasanya atau masyarakat. Bentuk ini didasari oleh model prinsipal dan agen, dimana kewajiban bersama dituliskan dan menjadi prinsip acuan dalam kehidupan publik. Kontrak antara institusi kepolisian sebagai pemberi pelayan dan masyarakat sebagai penerima layanan, menuntut tingkat layanan tertentu yang harus dilakukan dan hukuman spesifik jika hal tersebut tidak dipatuhi. Dalam perubahan tersebut, tuntutan terhadap standar indikator kinerja tertentu menjadi fokus, dimana kemudian lazim disebut sebagai kontrak kinerja dalam pemberian layanan publik. Kritik terhadap bentuk struktur berorientasi pasar yang menekankan pada kontrak kinerja tersebut adalah penekanan yang cenderung dapat berlebihan pada pengawasan pemenuhan kontrak. Kemudian rigiditas hanya pada pemenuhan kinerja atas apa yang ada pada kontrak juga dapat mengurangi fleksibilitas untuk meningkatkan kinerja dan memenuhi kebutuhan untuk hal-hal penting lain yang mungkin tidak tercakup dalam kontrak.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Selanjutnya perubahan menuju kepada struktur pengelolaan bebentuk jaringan (<i>network</i>) menunjukkan kebutuhan organisasi pada tuntutan era globalisasi yang semakin menuntut kesaling-tergantungan antar organisasi dalam mencapai tujuan. Jika bentuk birokratis bercirikan kewenangan dan peraturan, dan bentuk pasar atau kontraktual bercirikan harga dan kompetisi, maka bentuk jaringan bercirikan diplomasi, kepercayaan dan resiprositas. Diplomasi merujuk pada manajemen dengan negosiatif. Kemudian kepercayaan adalah atribut paling penting dalam bentuk jaringan, dalam hal ini penting untuk mendukung sikap bekerjasama. Sementara resiprositas adalah saling keterkaitan yang mencirikan hubungan yang timbal balik dan saling menguntungkan. Institusi kepolisian yang mempraktekkan <i>Community policing/</i> Perpolisian Masyarakat (Polmas) adalah bentuk yang perlu didukung oleh stuktur pengelolaan berbentuk jaringan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Polri Dalam Perubahan Terus Menerus.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Tantangan bagi institusi kepolisian Indonesia, dikaitkan dengan fenomena yang digambarkan di atas, terlihat sangatlah berat. Hal ini disebabkan Polri berada ditengah-tengah dinamika masyarakat yang berubah dengan cepat, tuntutan untuk menerapkan pemolisian yang lebih demokratis dan berorientasi pada masyarakat sipil, telah ”memaksa” organisasi Polri untuk segera merubah struktur pengelolaannya ke arah bentuk jaringan. Sementara dilain pihak, perubahan pemerintahan saat ini mengarahkan organisasi pelayanan publik untuk menerapkan standar layanan berupa kontrak kinerja yang harus dibuat dan ditandatangani yang dilakukan secara berjenjang dari tingkat tertinggi hingga tingkat terendah. Hal ini tentunya telah ”memaksa” organisasi Polri untuk pada saat yang sama merubah struktur pengelolaannya ke arah bentuk berorientasi pasar yang bersifat kontraktual.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Tantangan bagi institusi kepolisian dalam melayani masyarakat yang dinamis dan yang telah banyak mengalami perubahan, yaitu bagaimana menyesuaikan struktur pengelolaan (<i>governing stucture</i>) kepolisian agar dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Efektivitas struktur pengelolaan organisasi polisi dalam melayani masyarakat telah bergerak dari bentuk birokrasi (<i>bureaucracy</i>) ke bentuk pasar (<i>market</i>), lalu ke bentuk jaringan (<i>network</i>).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Tantangan perubahan ini sangatlah berat mengingat Polri mewarisi dengan sangat kental pola hirarkis militeristik yang sangat ketat dan birokratis dari masa sebelumnya. Meskipun sisi positif dari bentuk birokratis dalam hal kontrol terhadap pelaksanaan peraturan kebijakan tetap perlu dipertahankan, namun mau tidak mau Polri pada saat yang bersamaan harus mengadopsi nilai-nilai baru yang ada dalam struktur pengelolaan berorientasi pasar dan berbentuk jaringan. Jika tidak, maka Polri akan berbenturan dengan dinamika perubahan yang terjadi dalam lingkungan pemerintahan dan masyarakat, dan menjadi tidak relevan dalam perannya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> ”Poliisi yang modern dan demokratis adalah polisi sipil dengan birokrasi yang modern dengan sistem yang impersonal ... . dan untuk menjadi profesional adalah dengan memahami corak masyarakat dan kebudayaannya ... (Parsudi Suparlan, 1990, dan .... senjata polisi bukan <i>water canon,</i> gas air mata, atau peluru karet melainkan simpati (<i>dan kerjasama</i>) dari masyarakat.......”-(Sir Robert mark dalam Reiner, 2000).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Sejalan dengan pemikiran tersebut, Polri berupaya menunjukkan strategi dan kebijakan pimpinan Polri dalam membangun Polri sebagai polisi sipil yang profesional dan demokratis. Di dalam kebijakan dan strategi pimpinan Polri dinyatakan, bahwa peran polri adalah sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, penegak hukum, dan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, seperti yang tertuang dalam visi dan misi Polri. Pada organisasi Polri yang menuju polisi sipil dan demokratis, maka peran dan fungsinya adalah memberikan pelayanan kepada keamanan dengan tujuan melindungi harkat dan martabat manusia, sehingga dapat melakukan aktivitasnya dengan produktif dan aman. Dapat dikatakan juga prinsip yang hakiki dari peran dan fungsi Polri adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan menyadari bahwa sumber daya manusia adalah sebagai aset utama bangsa.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Dalam masyarakat yang modern dituntut adanya produktivitas. Dengan adanya produktifitas tersebut maka masyarakat akan dapat tumbuh dan berkembang ; sementara yang tidak produktif akan menjadi benalu yang menghambat atau bahkan dapat mematikan produktivitas tersebut. Benalu tersebut salah satunya adalah gangguan keamanan yang dapat berupa tindak kriminal, kerusuhan, konflik sosial dan sebagainya. Untuk mengatur dan menjaga keteraturan sosial dalam masyarakat diperlukan adanya aturan serta norma yang adil dan beradab. Untuk dapat menegakkan aturan tersebut dan mengajak masyarakat agar mematuhi serta menyelesaikan berbagai masalah sosial dalam masyarakat, diperlukan suatu institusi yang dapat bertindak sebagai wasit yang adil, salah satunya adalah Polisi, (Suparlan, 1999).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Sosok Polisi yang ideal di seluruh dunia adalah polisi yang cocok dengan masyarakat. Dengan prinsip tersebut masyarakat mengharapkan adanya polisi yang cocok dengan masyarakatnya, yang berubah dari polisi yang antagonis (polisi yang tidak peka terhadap dinamika tersebut dan menjalankan gaya pemolisian yang bertentangan dengan masyrakatnya), menjadi polisi yang protagonis (terbuka terhadap dinamika perubahan masyarakat dan bersedia untuk mengakomodasikannya ke dalam tugas-tugasnya).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Polisi yang modern dan demokratis adalah polisi sipil dengan birokrasi yang modern dengan sistem yang impersonal .... dan untuk menjadi profesional adalah dengan memahami corak masyarakat dan kebudayaannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Senjata polisi (<i>yang terutama</i>) bukan water canon, gas air mata, atau peluru karet melainkan simpati masyarakat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Polisi dan Profesionalisme</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Keberadaan dan fungsi polisi dalam masyarakat adalah sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam masyarakat yang bersangkutan untuk adanya pelayanan polisi. Dalam sebuah masyarakat lokal yang hidup di daerah terpencil dengan pranata adatnya, mereka mampu mengatur keteraturan sosial sendiri, dan tidak memerlukan polisi. Tetapi pada masyarakat yang kompleks (pedesaan maupun kota) dimana pranata adat tidak fungsional lagi, maka untuk mengatur keteraturan sosial diperlukan institusi kepolisian untuk menangani dan mengatasi berbagai masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat, khususnya masalah keamanan (Suparlan 1999).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Fungsi polisi dalam struktural kehidupan masyarakat sebagai pengayom masyarakat dan penegak hukum, mempunyai tanggung jawab khusus untuk memelihara ketertiban masyarakat dan menangani kejahatan baik dalam bentuk tindakan kejahatan maupun bentuk pencegahan kejahatan agar para anggota masyarakat dapat hidup dan bekerja dalam keadaan aman dan tenteram (Bachtiar, 1994). Dengan kata lain kegiatan-kegiatan polisi adalah berkenaan dengan sesuatu gejala yang ada dalam kehidupan sosial dari sesuatu masyarakat yang dirasakan sebagai beban/gangguan yang merugikan para anggota masyarakat tersebut (Suparlan : 1999).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> </span><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Untuk mewujudkan rasa aman itu, mustahil dapat dilakukan oleh polisi saja, mustahil dapat dilakukan dengan cara-cara pemolisian yang konvensional dengan melibatkan birokrasi yang rumit, dan mustahil terwujud melalui perintah-perintah yang terpusat tanpa memperhatikan kondisi setempat yang sangat berbeda dari tempat yang satu dengan tempat yang lain.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Untuk mencapai pemolisian yang efektif diperlukan petugas kepolisian yang profesional. Profesionalisme Polri dapat dijelaskan dari kata profesi: bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu, yaitu ketrampilan, kejujuran, dan sebagainya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Profesionalisme merupakan kualitas dan tindak tanduk yang merupakan ciri mutu dari orang yang profesional. Profesionalisme Polri adalah sikap, cara berpikir, tindakan, dan perilku pelaksanaan pemolisiannya dilandasi ilmu kepolisian, yang diabdikan pada kemanusiaan atau melindungi harkat dan martabat manusia sebagai aset utama bangsa dalam wujud terpeliharanya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum. Tujuannya adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas kesejahteraan hidup masyarakat, dan keberhasilannya adalah manakala tidak terjadi gangguan kemanan dan ketertiban serta tercipta atau terpeliharanya keteraturan sosial. Disamping itu, pemolisiannya harus dapat diterima dan mendapat dukungan masyarakat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Pemolisian yang sekarang ini dikembangkan dalam negara-negara yang modern dan demokratis adalah pendekatan proaktif-pemecahan masalah (<i>problem solving</i>), yang lebih mengedepankan pencegahan kejahatan <i>(crime prevention</i>).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Dalam pemolisiannya, Polri berupaya meninggalkan gaya militeristik yang diganti dengan pemolisian yang sesuai dengan fungsi polisi sebagai kekuatan sipil yang diberi kewenangan untuk menjadi pengayom masyarakat, penegak hukum, dan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Dengan demikian pemolisian yang diterapkan dapat berjalan secara efektif dan dapat diterima atau cocok dengan masyarakatnya sesuai dengan corak masyarakat dan kebudayaannya, berorientasi pada masyarakat, dan untuk memecahkan masalah sosial yang terjadi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Polisi Sipil yang Demokratis</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Polisi sipil yang demokratis adalah polisi dalam masyarakat yang modern dan yang mengedepankan demokrasi, dimana polisi dan masyarakat dalam hubungan kekuatan yang relatif seimbang dan saling mengisi (<i>overlapping</i>). Landasan utamanya adalah hubungan yang tulus antara polisi dengan warga masyarakat, yang kemudian ditindaklanjuti dengan menerapkan strategi atau kebijakan untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif dan efisien dalam mengendalikan kejahatan. Dalam paradigma demikian, polisi sadar akan kemampuannya yang terbatas serta tidak tahu kapan dan dimana kejahatan terjadi dan siapa pelakunya. Agar dapat mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan tugasnya, maka polisi harus mendapatkan dukungan atau tempat dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dapat diupayakan dengan mengurangi rasa ketakutan masyarakat akan adanya gangguan kriminalitas, memperbaiki kualitas kesejahteraan masyarakat, menciptakan dan memelihara keteraturan sosial serta memperbaiki keteraturan sosial yang rusak akibat konflik. Polisi harus memiliki kesadaran tersebut dan berupaya untuk memperbaiki kualitas pelayanannya. Kemudian juga perlu melibatkan warga masyarakat untuk ikut berperan aktif dan peduli dalam pengambilan kebijakan dalam rangka menciptakan dan memelihara keteraturan sosial dalam masyarakat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Polisi dalam masyarakat yang demokratis pemolisiannya mengacu pada dasar-dasar atau prnsip-prinsip demokrasi yang antara lain :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Berdasarkan supremasi hukum.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Memberikan jaminan dan perlindungan hak asasi manusia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Transparan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Pertanggungjawaban kepada publik.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Berorientasi pada masyarakat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Adanya pembatasan dan pengawasan kewenangan polisi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Community Policing (Pemolisian/Perpolisian Masyarakat : akr. <i>Polmas</i>)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Pendekatan komunitas dalam pemolisian telah menjadi dampak yang dominan dalam model pemberian layanan kepolisian dalam tahun-tahun terakhir ini. Dalam model ini, petugas polisi digaris depan menjadi kunci dalam membina hubungan dengan komunitas dan menjadi penghubung di dalam komunitas untuk mengidentifikasi prioritas, pengembangan strategi, dan pelaksanaan pelayanan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> </span><span lang="ES" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Pendekatan <i>Community Policing </i>berawal di Kanada pada pertengahan dan era akhir 80-an. Pada awalnya, konsep dalam pendekatan ini tidaklah terlalu jelas, walaupun visinya adalah adanya keinginan untuk menyampaikan layanan publik dalam cara yang lebih baik. Pada era inilah muncul konsep kemitraan komunitas dalam bentuk dimana komunitas menjadi mata dan telinga bagi polisi. Program pengawasan dan patroli masyarakat mulai menjadi hal yang lazim terlihat. Sementara di lain pihak polisipun mulai aktif terlibat dan terlihat dalam pemberian layanan di tengah-tengah kegiatan dan aktivitas dalam komunitas.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="ES" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Kata pemolisian adalah terjemahan dari “<i>policing</i>”, walaupun ada juga yang menterjemahkan menjadi perpolisian. Konsep pemolisian pada dasarnya adalah “gaya atau model yang melatar-belakangi sebagain atau sejumlah aktivitas kepolisian .... , dan lebih dari sekedar tehnik atau taktik kepolisian yg dilakukan tatkala menginterogasi tersangka, mengawal tamu penting, mengatur lalu lintas atau saat memberikan penyuluhan, (Meliala, 1999).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="ES" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Perkembangan selanjutnya dari kemitraan komunitas adalah kerjasama polisi dan komunitas dalam identifikasi dan pemecahan masalah. Hal ini muncul di awal era 90-an akibat meningkatnya beban pajak masyarakat di beberapa negara, sehingga masyarakat menuntut layanan publik yang lebih baik. Oleh karena itu, masyarakat ingin lebih dilibatkan dalam mengawasi akuntabilitas organisasi publik dalam menggunakan uang masyarakat yang diperoleh dari pembayaran pajak. Dengan semakin berkembangnya konsep <i>Community Policing, </i>terjadilah pergeseran filosofi dari kepolisian yang memberikan jasa perlindungan atau protektif menjadi kepolisian yang memberikan jasa atau produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, inti dari <i>Community Policing </i> terletak pada petugas polisi digaris terdepan dalam melakukan identifikasi masalah yang terjadi di dalam komunitas. Dengan identifikasi masalah dan kebutuhan dari komunitas sebagai penerima jasa atau produk kepolisian, maka akan dapat membuat efektif jasa atau produk layanan publik yang diberikan oleh kepolisian kepada masyarakat, yaitu yang utamanya adalah dalam pencegahan kejahatan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="ES" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Dengan sentralnya peran petugas polisi digaris terdepan yang bersinggungan dengan masyarakat, maka pengetahuan, ketrampilan dan keahlian para petugas polisi tersebut menjadi krusial bagi keberhasilan pendekatan <i>Community Policing. </i>Dengan peran yang harus dilakukan oleh petugas polisi tersebut, maka mereka haruslah memiliki keahlian untuk melakukan peran sebagai fasilitator, mediator, dan edukator. Dengan peran yang demikian maka <i>Community Policing </i>sangatlah menuntut adanya proses pengumpulan dan pemrosesan informasi yang baik, dan juga komunikasi yang efektif antara petugas polisi dengan masyarakatnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="ES" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Dalam <i>Community Policing, </i>yang ingin ditunjukkan adalah “gaya pemolisian” sebagai suatu tindakan atau aktivitas kepolisian dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial yang terjadi di dalam masyarakat yang berkaitan dengan pencegahan terjadinya tindak kejahatan dan upaya menciptakan keamanan dan ketertiban.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="ES" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Gaya pemolisian sebagai model yang melatarbelakangi dari kegiatan atau aktivitas kepolisian dalam memberikan pelayanan keamanan baik kepada individu, masyarakat, atau negara dapat dipahami dan dijelaskan dengan memahami secara hilistik dari komunitas yang terwujud sebagai satuan kehidupan yang menempati sebuah wilayah, dimana anggotanya terikat dalam suatu hubungan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="ES" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Dalam era reformasi, pembangunan yang telah dan sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia, bertujuan untuk dapat mencapai suatu kehidupan berbangsa, bernegara, dan masyarakat sipil yang demokratis. Dalam tatanan demokratis ada tiga unsur mendasar yang sakral, yaitu individu, masyarakat atau komunitas, dan negara, dimana ketiga-tiganya selalu berada dalam konflik kepentingan atau selalu dalam proses persaingan untuk saling mengalahkan. Namun salah satu dari ketiganya tidak dapat dikalahkan secara absolut, karena ketiga-tiganya harus dalam keadaan seimbang untuk dapat tercapainya kesejahteraan dan kemajuan masyarakat, (Suparlan, 1999).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="ES" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Dalam masyarakat sipil yang modern, setiap masyarakat dituntut untuk produktif dan berguna atau setidak-tdaknya dapat menghidupi dirinya sendiri serta dapat saling menghidupi satu sama lain dalam kehidupan bermasyarakat. Mereka yang produktif dianggap sebagai beban atau benalu masyarakat. Tindak kejahatan atau kerusuhan dapat merusak atau menghancurkan produktivitas dan dapat menghancurkan masyarakat. Dalam masyarakat modern, tugas polisi adalah menjaga agar jalannya produksi yang mensejahterakan masyarakat tersebut jangan sampai terganggu atau hancur karena terjadinya tindak kejahatan atau kerusuhan. Tercakup dalam pengertian tersebut adalah menjaga jalannya produktifitas, dengan tujuan utama adalah menjamin keberadaan manusia dan masyarakatnya yang beradab (Suparlan, 1999).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="ES" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Keberadaan dan fungsi polisi dalam masyarakat adalah sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam masyarakat yang bersangkutan untuk adanya pelayanan polisi. Fungsi polisi adalah untuk menjaga agar kemanan dan ketertiban dalam masyarakat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, dan menjaga agar individu, masyarakat, dan negara yang merupakan unsur-unsur utama dalam proses tidak dirugikan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="ES" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Dengan prinsip tersebut di atas masyarakat mengharapkan adanya perubahan dari polisi yang antagonis menjadi polisi yang pratagonis. Harapan masyarakat kepada polisi adalah sosok polisi yang cocok atau sesuai dengan masyarakatnya dan hal tersebut tidak dapat ditentukan oleh polisi sendiri. Dapat dikatakan bahwa polisi adalah cerminan dari masyarakatnya, masyarakat yang bobrok jangan berharap mempunyai polisi yang baik (Rahardjo, 1999).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="ES" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Dengan kata lain kegiatan-kegiatan polisi adalah berkenaan dengan sesuatu gejala yang ada dalam kehidupan sosial dari sesuatu masyarakat yang dirasakan sebagai beban atau gangguan yang merugikan para anggota masyarakat tersebut.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="ES" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Dari bahasan di atas, fungsi polisi bukanlah sebagai alat penguasa atau hanya untuk kepentingan pejabat pemerintah. </span><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Dalam menciptakan tertib hukum, kemanan tidak dapat lagi dengan menggunakan kekuasaan atau alat paksa yang bersifat otoriter militeristik. Di dalam masyarakat yang otoriter militeristik mempunyai ciri-ciri kekejaman dan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri. Hampir disemua negara yang atoriter, gaji pegawai negeri sipil, polisi dan militer amat kecil, sementara yang besar adalah fasilitas dan pendapatan atau tunjangan yang diterima karena jabatan yang didudukinya. Hal tersebut di dalam organisasi kepolisian dapat menimbulkan tumbuh dan berkembangnya sistem yang tidak adil dan orientasi para anggotanya bukan pada pelayanan masyarakat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Sebagai konsekuensi dari hal-hal yang uraikan di atas, maka orientasi polisi untuk menciptakan suatu kondisi keamanan dan ketertiban dimasyarakat diperlukan kepolisian yang demokratis dan cocok dengan masyarakatnya. Dengan mengacu pada acuan dasar demokratis, polisi dapat menunjukkan adanya kesetaraan antara masyarakat dengan aparat kepolisiannya, polisi tidak boleh bertindak sewenang-wenang terhadap masyarakatnya dalam tindakan pemolisiannya senantiasa berdasar pada supremasi hukum serta memberikan jaminan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Adanya transparansi atau keterbukaan atas kinerjanya adalah sebagai wujud pertanggungjawaban publik dari polisi (tidak lagi mengannggap semua tugas polisi rahasia dan harus dirahasiakan). Untuk mengawasi dan mengontrol kinerja polisi agar tidak menyimpang dari hukum dan peraturan yang berlaku, diperlukan adanya lembaga yang independen untuk melakukan pembatasan dan pengawasan kewenangan polisi dengan harapan agar polisi dalam memberikan pelayanan keamanan berorientasi pada masyarakat yang dilayaninya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Dengan demikian maka prioritas pemolisian tidak hanya melihat dari sisi kepolisian saja melainkan juga melihat harapan dan keinginan masyarakat. Dalam membeerikan pelayanan kemanan kepada masyarakat gaya pemolisian yang dilakukan tidak lagi bersifat reaktif atau menunggu laporan atau pengaduan atau perintah, melainkan proaktif dan senantiasa menumbuhkan kreativitas dan inovasi-inovasi baru dalam menyelesaikan berbagai masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat. Untuk menentukan gaya pemolisian yang terbaik bagi masyarakat tidak hanya ditentukan atau diatur dari atas saja (<i>top down</i>) ,yang diatur secara sentralistik atau diseragmkan, melainkan tumbuh atau muncul dari tingkat bawah yang disesuaikan dengan lingkungan masyarakatnya atau dengan sistem disentralisasi (<i>bottom up</i>).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Prinsip desentralisasi akan lebih memperdayakan masyarakat dan meningkatkan kreativitas serta inovasi bagi petugas kepolisian ditingkat bawah atau daerah. Devid Baylay dalam bukunya <i>Police for The Future </i>yang merupakan hasil penelitian kepolisian di lima negara maju yaitu Australia, Inggris, Kanada, Jepang, dan Amerika Serikat, dengan sistem pemerintahan dan kepolisian yang berbeda-beda, menyebutkan :”semua negara tersebut mengutamakan kesatuan kepolisian yang paling dekat dengan masyarakat, yang dinamakan unit polisi dasar (<i>basic police unit, which is the smallest full service teritorrial command unit of a police force)” .</i> Di Amerika Serikat seperti LAPD, NYPD, dan SPD, di Inggris disebut <i>sub devision, </i>di Jepang disebut <i>Police Station, </i>di Belanda disebut <i>district politie.</i> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Bayley menyatakan ”.... <i>basic Police unit would be responsible for delivering all but the most specialized police services :their essencial function would be to determine local needs and to devize strategies to meet those needs.” </i></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Di Negara-negara yang demokratis sekarang ini lebih mengedepankan penerapan pemolisian komuniti sebagi alternative gaya pemolisian yang berorientasi pada masyarakat dalam menyelasaikan berbagai masalah di dalam masyarakat. Dalam hal tersebut polisi sebagai katalisator atau sebagai fasilitator yang bersama-sama dengan masyarakat dilingkungannya berupaya untuk mengantisipasi atau mencegah terjadinya gangguan kemanan dan ketertiban dilingkungannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Elemen kunci dalam menentukan terwujudnya masyarakat demokratis yang efektif adalah melalui pemberdayaan masyarakat sipil. Masyarakat sipil mungkin ada tanpa demokratis, tetapi demokrasi tidak bisa ada tanpa masyarakat sipil yang kuat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Community Policing </span></i><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">adalah bentuk pemolisian sipil untuk menciptakan dan menjaga keamanan dan ketertiban dalam masyarakat yang dilakukan dengan tindakan-tindakan : (1) Polisi bersama-sama dengan masyarakat untuk mencari jalan keluar atau menyelesaikan masalah sosial (terutama masalah kemanan) yang terjadi dalam masyarakat. (2) Polisi senantiasa berupaya untuk mengurangi rasa ketakutan masyarakat akan adanya gannguan kriminalitas, (3) Polisi lebih mengutamakan pencegahan kriminalitas (<i>crime prevention</i>) ,dan (4) Polisi senantiasa berupaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Community Policing </span></i><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">tidak dilakukan untuk melawan kejahatan, tetapi mencari dan melenyapkan sumber kejahatan (Rahardjo, 2002). Landasan atau acuannya dalam melakukan <i>Community Policing (community polcing</i>) adalah sebagi berikut : </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Dilaksanakan dalam lingkup yang kecil (RW atau maksimal kelurahan) yang menekankan pada komunitas dari hati ke hati (memahami bahasa lokal dan adat istiadat masyarakat suku bangsa setempat), untuk menumbuhkan dan meningkatkan kepercayaan warga komunitas kepada petugas kepolisian. Hal ini kemudian diikuti pendataan dengan kategori-kategori (pemukiman, perkantoran, nama warga/ kepala keluarga, dan sebaginya) dan mencatat keluahan dari masyarakat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Petugas kepolisian berupaya menyelesaikan berbagai masalah social dilingkungannya terutama yang berkaitan dengan masalah keamanan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Berupaya mengurangi rasa ketakutan warga masyarakat akan adanya kriminalitas, melalui patroli jalan kaki, patroli bersepeda ataupun penjagaan pada jam-jam rawan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Lebih mengutamakan terciptanya maupun terpeliharanya keteraturan social diwilayah tugasnya, sehingga warga komunitas dapat melaksanakan aktivitas maupun proses produktifitasnya dengan rasa aman tanpa adanya ketakutan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Pendekatan petugas kepolisian bukan lagi pada ancaman tetapi pada potensi yang ada untuk menciptakan dan memelihara keteraturan social.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">6.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Dalam menjaga hubungan antara polisi dengan warga, komunitas tetap menunjukkan peran dan fungsinya masing-masing (polisi tetap polisi, dan komunitas tetap komunitas).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Model <i>Community Policing</i> ditunjukkan pada posisi polisi yang fleksibel di masyarakat, bisa setara di bawah dan di atas. Posisi setara adalah posisi menjadi mitra masyarakat yang terpercaya dapat sebagai penengah bila terjadi konflik, dapat menjadi mediator atau fasilitator yang adil dan beradab. Posisi di bawah adalah senantiasa berupaya untuk memahami keluhan atau kebutuhan warganya, melalui kunjungan, atau dari asosiasi-asosiasi (misalnya asosiasi orang tua murid) sesuai dengan kategorinya. Tujuannya adalah dalam menentukan kebijakan untuk menciptakan maupun memelihara keteraturan sosial tidak semata-mata dari sudut pandang polisi. Posisi di atas adalah polisi dapat sebagai pengayom, pelindung, dan panutan bagi masyarakat sebagai aparat penegak hukum. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">---------------------------------------------o0o-----------------------------------------</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">OPERASSIONALISASI </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Sebagai sebuah organisasi modern yang <i>task oriented</i>, Ide yang telah dikemukakan diatas, telah diluncurkan ke tataran operasional dalam bentuk Surat Keputusan dan Surat Perintah Kapolri (SKEP/737/X/2005 & Sprin/2326/X/2005 & Skep/432/VII/2006) yang merumuskan Ide diatas menjadi “Kebijakan dan Strategi Penerapan dan Panduan Model Perpolisian Masyarakat Dalam Menyelenggarakan Tugas Polri”. Tujuannya adalah untuk menyamakan persepsi dan pemahaman serta sosialisasi mengenai ide diatas, sekaligus merupakan instruksi agar menjadikannya sebagai filosofi dan strategi untuk melaksanakan tugas-tugas kepolisian di lapangan, yang dapat diartikan pula sebagai menjiwai dan memandu segala hal ichwal tentang penyelenggaraan fungsi kepolisian. Sekaligus juga merupakan upaya yang nyata untuk melakukan perubahan paradigma. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Perubahan semacam ini adalah sebuah perubahan besar kedua setelah perubahan besar Polri keluar dari Institusi ABRI, dalam bentuk ide besar demiliterisasi Polri, yang akan senantiasa membutuhkan upaya perubahan Filosofis, Structural, Instrumental, dan terutama bagian yang paling krusial adalah perubahan Kultural. Hal ini akan melibatkan perubahan cara pandang dari setiap anggota polisi dan setiap <i>stake holder</i> yang terlibat dan masyarakat luas pada umumnya, di samping hal-hal yang bersifat ukungan material dan finansial. Dalam mengayunkan hal ini tetap dibutuhkan kesadaran bahwa betapa sulit dan jauhnya sebuah perjalanan, langkah-langkah awal akan tetap merupakan tindakan yang bersifat strategis.t</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Dalam kerangka hal-hal diatas, dipromosikan pula “Prinsip-Prinsip Operasionalisasi Perpolisian Masyarakat” (Polmas), yang meliputi :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Transparansi dan Akuntabilitas : Operasionalisasi Polmas oleh petugas Polmas dan Forum Kemitraan harus dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat setempat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Partisipasi dan Kesetaraan : Operasionalisasi Polmas harus dibangun atas dasar Kemitraan yang setara dan saling mendukung dengan menjamin keikut sertaan warga dalam proses pengambilan keputusan dan menghargai perbedaan pendapat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Personalisasi : Petugas Polmas dituntut untuk memberikan layanan kepada setiap warga dengan lebih menekankan pendekatan pribadi dari pada hubungan formal yang kaku, dengan menciptakan hubungan yang dekat dan saling mengenal di antara mereka.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Penugasan Permanen : Penempatan anggota Polri sebagai petugas Polmas merupakan penugasan yang permanent untuk jangka waktu yang cukup lama, sehingga memiliki kesempatan untuk membangun kemitraan dengan warga masyarakat dalam wilayah jurisdiksi yang jelas batas-batasnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Desentralisasi dan otonomisasi : Operasionalisasi Polmas mensyaratkan adanya desentralisasi kewenangan yang meliputi pemberian tanggung jawab dan otoritas kepada petugas Polmas dan Forum Kemitraan Polisi –Masyarakat (FKPM) sehingga merupakan pranata yang bersifat otonom dalam mengambil langkah-langkah pemecahan masalah termasuk penyelesaian konflik antar warga maupun antara warga dengan polisi/pejabat setempat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Keefektifan operasionalisasi Polmas sangat ditentukan oleh perubahan pendekatan manajerial, yang secara substantive berbeda dengan pendekatan sebelumnya, yaitu :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">@ Kapolsek bertanggung jawab untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan tugas Polmas; dan Kapolres bersama staf terkait bertanggung jawab untuk memperoleh dan menyediakan sumberdaya dan dukungan yang diperlukan untuk pemecahan masalah.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">@ Perubahan persepsi segenap anggota kepolisian bahwa masayarakat adalah stake holder, yang bukan hanya kepada siapa polisi memberikan pelayanan tetapi juga kepada siapa polisi bertanggung jawab. Semangat “melayani dan melindungi” adalah suatu kewajiban profesi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">@ Kerjasama dan dukungan Pemerintah Daerah dan DPRD serta segenap komponen terkait, pengusaha, LSM, dll.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">REALITAS DAN USAHA BERSAMA UNTUK MEREALISASIKAN :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">@ Tabiat Repressif yang terkadang terkesan kambuh.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Pendapat bahwa kebiasaan lama amat sulit pupus ( <i>Old habbits die hard</i>) sebagai sebuah pendapat yang terlontar begitu saja, memang dapat diterima khalayak sebagai sebuah <i>common sense</i>. Tetapi bila kita hanya bersandar pada common sense tentu dunia tidak akan pernah sampai pada keadaan seperti sekarang. Karena sepanjang sejarah manusia senantiasa terjadi perubahan. Sebuah perubahan <i>habitual</i> suatu institusi dapat terjadi dengan setidak-tidaknya pengaruh tiga hal yaitu : pertama : Ada keinginan yang kuat dari kelompok dan sebagian besar anggota kelompok untuk melakukan perubahan; kedua : Ada usaha sistimatis dalam bentuk program yang terencana secara professional melakukan perubahan itu. Program terencana itu menyangkut perubahan Filosofi, Struktural, Instrumental dan Kultural. Ketiga : Adanya dukungan nyata dari publik baik dalam bentuk kepedulian, pengawasan maupun koreksi yang nyata. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Sejalan dengan hal diatas maka usaha untuk memperbaharui kebiasaan lama Pelayanan Polri dalam fungsi Preemtif, Preventif dan Repressif, sangatlah mungkin dilakukan; dan telah dibuktikan dalam perjalanan sejarah Polri sejak mulai digulirkan reformasi pada tahun 1998. Keadaan demokrasi dan HAM berada pada posisi sekarang ini dengan segala fluktuasinya tidak terlepas dari pengawalan Polri terhadap proses 10 tahun Reformasi mengusung Demokrasi dari titik besar Otoritarian di masa lalu. Namun seyogianya kita memang tidak menutup mata terhadap fluktuasi naik turunnya <i>vector</i> perubahan perilaku itu sepanjang 10 tahun ini. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Munculnya mengemuka dan terkesan kambuhnya perilaku masa-lalu, dapat terjadi karena berbagai hal, antara lain :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">“Nostalgia masa-lalu” (paradigma lama) yang kadang muncul secara sproradis pada saat kontrol diri (internal) melemah karena berbagai sebab; dan hal ini secara sosio-psykologis dapat dipahami, walaupun tidak dapat ditolerir, dan harus dilakukan koreksi, melalui berbagai sistim yang ada ( Hukum, Politik, Manajemen, Internal dan Eksternal Audit, dll), agar semakin lama nostalgia itu semakin dilupakan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Kemungkinan timbulnya akibat tekanan secara eksternal maupun internal, karena berbagai proses yang yang <i>built in</i> berada diluar kendali personel pelaku lapangan. Tekanan itu dapat muncul sebagai keluaran dari berbagai supra system yang melingkupi Polri, seperti Sistem Ketatanegaraan, system Politik, Sistem Administrasi Pemerintahan, Sistem Ekonomi, dan berbagai realitas system yang eksis namun tidak diakui secara formal. Tekanan ini dapat mnimbulkan kebingungan bertindak, yang pada gilirannya automasi bertindak masa lalu muncul tak terkendali. Dalam lingkup inilah biasanya kebiasaan lama yang sudah pernah terinternalisasi dan relative lebih menyatu dengan naluri ‘dasar’ manusia dapat mengemuka.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Berbagai masalah internal yang berakibat lemahnya kendali terhadap petugas terdepan di lapangan, menjadi salah satu penyebab pula dari munculnya <i>uncontrol behaviour</i> di lapangan, yang dalam praktek muncul sebagai tanggapan atas realitas yang dihadapi bersifat provokatif. (Dalam hal ini penerimaan taruna Akpol dari sumber sarjana sejak tahun 2007, adalah termasuk upaya untuk menciptakan first line supervisor yang lebih matang secara psykologis dan lebih professional)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Dan Hal normal yang terkadang dalam <i>snapshot</i> media terlihat sangat repressif, dalam menghadapi berbagai kelompok maupun individu dalam masyarakat yang justru secara prosedural adalah masih dalam koridor tindakan yang dibolehkan dan atau diharuskan. Yaitu dalam hal diperlukan tindakan seketika untuk melindungi Badan, jiwa dan harta benda anggota masyarakat yang terancam bila tidak segera diambil tindakan yang seimbang atau setingkat lebih tinggi. Dalam hal seperti ini maka opini seyogianya harus dihadapkan pada fakta, melalui prosedur yang tersedia ( Pengaduan, Pencarian Fakta dan Pengadilan serta rekonsiliasi bila diperlukan)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">@ Usaha Manajemen Polri untuk Profesionalisasi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Dalam rangka usaha untuk mewujudkan profesionalisme melalui filosofi Polmas, maka oleh pimpinan Polri dipromosikan 10 (sepuluh) prinsip sebagai hal yang harus dipedomani dalam pelaksanaan tugas, yaitu :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Memberikan kontribusi kearah kesejajaran dan persaudaraan dalam menghadapi masalah-masalah kemanusiaan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Membantu mempertemukan kebebasan dengan keamanan dan mempertahankan tegaknya hukum</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Menjunjung martabat manusia dengan mempertahankan danmenjaga hak asasi manusia serta mengejar kebahagiaan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Membangun keteraturan social dengan menunjukkan polisi bukan sosok yang menakutkan dan jauh dengan masyarakatnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Memberikan kontribusi ke arah tercipta dan terpeliharanya kepercayaan di dalam masyarakat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">6.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Memperkuat keamanan jiwa dan harta benda, serta rasa aman bagi setiap orang.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">7.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Menyelidiki mendeteksi dan melaksanakan penyidikan/penuntutan atas tidakan kekerasan sesuai hukum. Polisi harus dapat memberikan jaminan dan perlindungan HAM.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">8.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Menciptakan keamanan dan kebebasan berlalu lintas di jalanan seperti di jalan raya, jalan kampong dan tempat-tempat yang terbuka untuk umum.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">9.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Mencegah terjadinya kekacauan, di mana polisi lebih mengutamakan tindakan preventif yang dilakukan dalam jangka waktu yang cukup panjang pada masa aman.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">10.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Menangani krisis besar maupun kecil dan membantu serta memberikan saran kepada mereka yang mengalami musibah, jika perlu dengan menggerakkan instansi lain.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">@ Pengawasan dan Kepedulian Stakeholder sebagai usaha Bersama</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Dari berbagai hal yang telah diuraikan diatas, maka pengawasan internal dan eksternal yang melibatkan seluruh stake holder Polri, merupakan hal yang mutlak. Karena pada dasarnya keinginan untuk membuat Polri lebih professional dalam alam demokratis dan penghargaan terhadap HAM, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat adalah hal yang sudah diketahui bersama, disadari bersama dan perwujudannya merupakan kewajiban bersama. Mengapa kewajiban bersama ? Karena bagaimana Masyarakatnya begitulah Polisinya; <i>Police also the shadow of the society; Police is the parts of the society</i>.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> Dalam konteks ini seyogianya berbagai <i>desk</i> untuk memajukan Polri dalam demokratisasi dan HAM senantiasa perlu dipelihara (Kompolnas, semacam FKPM skala nasional maupun local yang melibatkan seluruh <i>stake holder</i>, dll; dapat bertemu untuk menetapkan target-target perkembangan perubahan, mengawasi bersama pelaksanaannya, mengevaluasi progressnya, dan melakukan koreksi konstruktif dan memperbaiki berbagai system yang terkait. Karena Polri adalah bagian dari masyarakat, yang ketika terjadi masalah sistemik di dalamnya, maka itu adalah bagian dari masalah supra system yang lebih besar yang harus dibenahi secara simultan. Sekian.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div><br />
<hr align="left" size="1" width="33%" /><div id="ftn1"><div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6295989000951149642#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">€</span></i></span></a><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> </span></i><i><span style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Disajikan dalam Lokakarya Nasional Komnas HAM “10 Tahun Reformasi : Quo Vadis Pemajuan dan Penegakan HAM di Indonesia” Hotel Borobudur, Jakarta, 8 – 11 Juli 2008. Oleh : Zakarias Poerba.</span></i></div></div><div id="ftn2"><div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6295989000951149642#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">€</span></span></a><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif";"> </span><span style="font-family: "Tahoma","sans-serif";">Dikutip dari : POLRI Menuju Era Baru Pacu Kinerja Tingkatkan Citra - Refleksi Pemikiran Jenderal Polisi <i>Drs. Sutanto</i>, YPKIK, Jakarta, 2005</span></div></div></div></div>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-51998474604674415242011-03-17T14:23:00.000-07:002011-03-17T14:24:35.219-07:00Kebijakan Pertahanan Jepang dan Keamanan Semenanjung Korea pada Tahun 1990-an<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">B. Level Regional</span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Bertolak belakang dari Eropa, keragaman Asia adalah sumber dari banyak konflik. Cepatnya modernisasi dan industrialiasi dari kebanyakan negara Asia telah menciptakan banyak ketegangan politik dan sosial. Ekuilibrium/perimbangan ras di beberapa negara sangatlah tipis. Kebanyakan negara tidak mempunyai aturan yang dilembagakan mengenai suksesi kepemimpinan. Terdapat banyak konflik teritorial yang tak terselesaikan yang bisa pecah menjadi konflik terbuka walaupun bukan perang. Indochina masih disibukan dengan perang. Walaupun Eropa baru yang “diperluas” mengalami beberapa masalah yang serupa, di sana terdapat kondisi-kondisi yang lebih baik untuk mendapatkan solusi kooperatif untuk setidaknya membatasi masalah-masalah tersebut. Sebagai akibatnya walaupun Eropa sedang melakukan langkah-langkah yang lebih maju dalam kontrol senjata dan perlucutan senjata yang nyata, belanja militer di Asia Tenggara kenyataannya semakin meningkat.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;"> Terlepas dari alasan-alasan keragaman politik, budaya atau ekonomi, bangsa Asia tak pernah mempunyai kesamaan persepsi ancaman keamanan bipolar seperti halnya bangsa Eropa. Aliansi keamanan antara China dan Uni Soviet dibentuk dalam kaitannya dengan Jepang. Dalam aliansi-aliansi keamanan antara kedua adikuasa dan kedua negara Korea, ancaman dari salah satu fihak merupakan faktor yang menentukan. ANZUS dibentuk untuk mengatasi Jepang walaupun persepsi ancaman kemudian bergeser ke arah Uni Soviet. Walaupun signifikansi ancaman Uni Soviet untuk traktat keamanan Jepang-Amerika Serikat tak pernah setara dengan persepsi Uni Soviet pada ancaman Jerman Barat. </span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Dengan adanya keadaan-keadaan ini, penciptaan pengaturan keamanan multilateral di Asia terbukti tidak mungkin. Yang terjadi, kita menemukan banyaknya pengaturan keamanan bilateral yang diusahakan untuk dikaitkan secara efisien satu sama lain dengan tanpa hasil oleh Amerika Serikat. Walaupun ASEAN didirikan dikarenakan ancaman keamanan dari Indochina, ASEAN hanya berfungsi sebagai suatu forum untuk mengkoordinasikan kebijakan-kebijakan keamanan tertentu. Terlepas dari perang di Indochina, tidak ada persepsi ancaman yang sama di negara-negara anggota. Tidak berhasilnya upaya-upaya Amerika Serikat sebelumnya untuk menciptakan organisasi keamanan multilateral membuktikan hal ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Terdapat traktat-traktat antara Amerika Serikat di satu fihak dan Jepang, Korea Selatan dan Filipina di fihak lain, dan juga antara Uni Soviet dan sekutu-sekutu komunisnya. Keragaman dari bahkanpun negara-negara beorientasi Barat membuat suatu integrasi horizontal di bidang keamanan sangat tidak mungkin untuk melebihi konsep kabur dari “kesiagaan kooperatif.” Selain itu, traktat-traktat keamanan bilateral ini menghadapi beragama ketegangan, terlepas dari perkembangan hubungan kedua adikuasa. Pengaturan-pengaturan multilateral memungkinkan sampai tingkatan tertentu difusi ketegangan, dan sebagian anggota bisa melepaskan diri dengan perilaku yang tak akan bisa diakomodasi di dalam hubungan bilateral, misalnya, perbedaan dalam kontribusi oleh masing-masing negara NATO semakin menciptakan gesekan-gesekan namun aliansi tersebut secara keseluruhan telah berhasil tetap solid. Masalah pangkalan di Filipina bisa diselesaikan, namun apapun hasilnya, keefektifan kehadiran militer Amerika Serikat akan mendapatkan kerugian. Untuk Filipian ancaman Uni Soviet tak pernah bersifat sangat nyata dan alasan-alasan ekonimi lebih berpengaruh untuk pemeliharaan traktat tersebut. Traktat keamanan Amerika Serikat-Korea Selatan semakin tidak menjadi populer di Korea dan setelah ancaman dai Korea Utara hilang atau Korea Selatan merasa bisa menanganinya sendiri, kehadiran fisik militer Amerika Serikat akan menjadi kecil. Ancaman Uni Soviet selalu ada di bawah ancaman dari Korea Utara dan perbaikan dramatis dalam hubungan dengan Moskow – apalagi disintegrasi berkelanjutan dan semakin parahnya ekonomi dan pemerintahan di Uni Soviet – akan tidak memungkinkannya untuk menggantikan ancaman Korea Utara.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">C. Dampak Periode Pasca Perang Dingin</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Cakupan perubahan di Asia Timur dalam periode pasca Perang Dingin adalah lebih kecil daripada di Eropa, dan sebagai akibatnya hasil-hasil jangka pendek dari perubahan-perubahan ini juga kurang begitu spektakuler. Uni Soviet sedang menarik 200.000 tentaranya dari Asia Timur, termasuk dua pertiga level tentaranya di Mongolia, memperamping Armada Pasifiknya, dengan memotong jumlah kapal di armada tersebut, mengurangi latihan-latihan militer, menarik kebanyakan pasukannya dari Vietnam, hal-hal tersebut hanyalah perubahan-perubahan yang besar saja. Selain itu, Uni Soviet juga mengizinkan Mongolia untuk melakukan suatu pembangunan politik yang lebih independen, menekan Korea Utara dan Vietnam untuk berperilaku lebih bertanggung jawab, dan mengurangi dukungan ekonominya untuk para sekutu tradisionalnya karena alasan-alasan ekonomi dan juga politik.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Hubungan Sino-Uni Soviet juga semakin diperbaiki, dan kedua fihak sedang menyelesaikan perselisihan perbatasan mereka dan sedang mengembangkan langkah-langkah pembangunan kepercayaan. Dalam suatu pernyataan yang agak tidak biasa pada Mei 1991 kedua fihak menyatakan bahwa mereka tidak lagi menjadi ancaman satu sama lain. Korea Selatan mungkin fihak yang paling diuntungkan di fihak Barat dengan terciptanya hubungan diplomatik dengan Uni Soviet pada September 1990 dan terlaksananya tiga KTT antara para pemimpin kedua negara dalam jangka 12 bulan. Pengaruh positif pada stabilitas semenanjung Korea mulai dirasakan dan pembicaraan-pembicaraan antara Korea Utara dan Jepang mengenai pembentukan hubungan diplomatik tidak bisa dijelaskan tanpa perubahan dalam kebijakan Uni Soviet. Jika para fihak yang berperang di Kambija pada akhinya bisa mengatasi perbedaan mereka, hal ini dimungkinkan hanya dengan pengaruh penengahan Uni Soviet dan pengurangan bantuan ekonominya pada sekutu-sekutunya di semenanjung Indochina. Pembicaraan antara Hanoi dan Beijing mengenai isu Kamboja pada musim panas 1991 harus dilihat dalam kaitannya dengan hal ini. Niatan Uni Soviet untuk mengembangkan Timur Jauh Uni Soviet dan membukanya untuk pengaruh menggiurkan booming ekonomi di Asia Timur akan juga mempunyai suatu pengaruh positif pada keamanan Asia Timur.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Walaupun perubahan-perubahan Uni Soviet tidak secara otomatis mengarah pada runtuhnya negara-negara komunis Asia, hal ini tidak berarti bahwa rezim-rezim komunis yang ada sekarang di Asia Timur akan terus terjaga keberadaannya. Kekalahan komunisme di Eropa merupakan suatu kejutan yang besar bagi mereka dan perkembangan-perkembangan di Eropa dan juga kemunduran ekonomi bisa mempercepat keruntuhan mereka. Para bekasa negara komunis Eropa menanggung beban besar dalam mendukung perekonomian mereka yang sedang menderita dan mere dan juga Uni Soviet menghentikan subsidi mereka. Baik pers Uni Soviet dan Kementerian Luar Negeri Uni Soviet telah, misalnya, mengkritik pemerintah Vietnam.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Dinyatakan bahwa walaupun militer Uni Soviet sedang mengurangi kekuatan secara kuantatif di Asia, perbaikan kualitatif sedang dilanjutkan. Suatu sinyal yang buruk diberikan pada niatan Uni Soviet dengan adanya transfer peralatan militer Uni Soviet dari area yang termasuk kesepakatan kontrol senjata terencana mengenai pasukan konvensional di Eropa ke Siberia dan Timur Jauh Uni Soviet, sehingga dengan jelas melanggar semangat kesepakatan dan juga idealisme politik mengenai <i>indivisibility </i>keamanan fihak Barat. Setelah mendapatkan pelajaran dari kesepakatan INF, negara-negara Barat memprotes Uni Soviet setelah pada awalnya kurang memperhatikannya. Pemerintah Jepang segera mengambil isu ini dan menggunakannya sebagai salah satu alasan mengapa dalam penilaiannya atas era pasca Perang Dingin, tidak terdapat hal yang benar-benar berubah di Asia Timur. Langkah Uni Soviet juga cenderung mengorbankan kepentingan keamanan negara-negara Asia Timur untuk mendapatkan détente di Eropa. Pada satu poin selama perdebatan INF Uni Soviet telah menawarkan untuk menarik SS-20-nya dari medan Eropa namun membiarkan beberapa peluncur (rudal) di Siberia, suatu usulan yang untuk sementara secara serius dipertimbangkan oleh para negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Dalam suatu kompromi antara NATO dan Uni Soviet pada Juni 1991, NATO terikat kesepakatan yang akan memungkinkan Uni Soviet untuk mempertahankan peralatan paling modern yang telah ditariknya dari area CFE sambil menghancurkan peralatan yang lebih tua dengan disertai verifikasinya, sehingga secara efektif mengorbankan kembali kepentingan keamanan Asia Timur. Walaupun Jepang telah menangkap masalah ini, RRC, yang paling terancam oleh peralatan yang ditempatkan di luar area CFE, bersikap diam mengenai hal ini dikarenakan kepentingannnya dalam memperbaiki hubungan dengan Moskow dan dalam membeli persenjataan Uni Soviet yang modern. Dalam perkembangan lain, terdapat pernyataan-pernyataan yang bertentangan dari para pejabat Uni Soviet mengenai keputusan untuk menarik diri sepenuhnya dari Vietnam, sekarang dengan alasan bahwa beberapa negara Asia Tenggara menginginkan suatu kehadiran militer Uni Soviet, dan juga pasukan militer Amerika Serikat, untuk berjaga-jaga atas kemungkinan buruk dari Jepang, China atau India. Disintegrasi Uni Soviet dan kekacauan ekonomi dan politiknya akan mungkin sekali lebih mengurangi kemampuan Moskow untuk mempertahankan pasukan/kekuatan militer seperti halnya yang sudah dilakukannya sejauh ini. </span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Namun, bukan hanya keuntungan-keuntungan jangka pendek yang lebih spektakuler dibanding Eropa, terdapat juga lebih banyak resiko yang terlibat dalam perubahan-perubahan tersebut. Dalam kasus negara-negara komunis Asia, resiko-resiko ini tampak cukup jelas dan adalah hal yang jelas mengapa mereka mereka mengkhawatirkan perubahan-perubahan ini dan ingin menahannya: Implikasi kebijakan-kebijakan Uni Soviet ini secara langsung ataupun tidak langsung mengancam kelangsungan rezim mereka. </span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Banyak resiko juga terlibatkan bagi negara-negara Asia lain yang sifatnya kurang begitu jelas atau lebih sulit diakui keberadaannya. Eropa dan Asia sama-sama dihadapkan dengan fakta geografis yang tak bisa dihilangkan bahwa apapun perubahan dalam kebijakan Uni Soviet, Uni Soviet akan dengan satu atau cara lain terus hadir sebagai tetangga mereka, dan komponennya yang paling penting, Rusia, masih merupakan kekuatan yang cukup besar untuk menciptakan suatu ancaman keamanan bahkan jikapun Uni Soviet menghilang dan bahkan jikapun tidak ada persepsi ancaman Uni Soviet yang sama dirasakan di Asia.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Yang lebih penting adalah bahwa pengurangan ketegangan adikuasa bisa mengancam komitmen militer Amerika Serikat untuk Asia yang diinginkan oleh banyak pemimpin Asia untuk alasan-alasan yang tidak berkaitan dengan pedi. Satu fungsi dari Amerika Serikat adalah untuk mengimbangi bangkitnya Jepang. Fungsi yang lain adalah kebangkitan kekuatan-kekuatan regional dengan cita-cita hegemoni. Bahaya yang yang ini adalah lebih nyata di Asia dibanding di Eropa dikarenakan negara-negara seperti India, Indonesia, Vietnam atau China. Sepanjang suatu pengaturan keamanan regional masih jauh dari terwujud seperti saat ini, Amerika Serikat akan menjadi satu-satunya kekuatan untuk mengimbangi ancaman yang sekarang lebih mendesak dibandingkan dengan gerakan militer Uni Soviet apapun. Perang Teluk tahun 1991 telah menunjukan pengaruh destabilisasi dari suatu kekuatan regional dengan cita-cita hegemoni, khususnya jika mereka bergerak secara satu persatu. Bisa dinyatakan bahwa seandainya Irak cukup puas hanya dengan wilayah ladang minyak yang dipertikaikan di utara Kuwait, Irak bisa saja menghindarkan diri dari agresi dan pendudukan atas tetangganya tersebut. Asia mempunyai banyak titik-titik rawan potensial, termasuk sejumlah masalah teritorial yang belum terpecahkan. Kepulauan Spratley, yang terletak di dekat sumber-sumber minyak yang menjanjikan dan menguasai jalur-jalur komunikasi laut yang vital, diperselisihkan oleh Vietnam, China, Taiwan, Filipina dan Malaysia. Akan menjadi sulit untuk mengandalkan hanya pada para adikuasa untuk menangkal suatu kekuatan regional yang penuh determinasi dan tanpa ampun dari pengambil-alihan kepulauan tersebut secara keseluruhan atau hanya sebagian.pada tahun 1991, para negara yang mengklaim bagian dari kepulauan tersebut bertemu pertama kalinya bersama dengan China untuk membahasa masalah tersebut. Amerika Serikat telah meninggalkan ambisi sebelumnya untuk mengkaitkan kesepakatan-kesepakatan keamanan bilateralnya dengan suatu cara yang efektif, dan sekarang mengajukan ide “kesiagaan kooperatif.” Pada saat yang sama Amerika Serikat menentang setiap pembahasan isu-isu keamanan yang berbasis regional, karena mengkhawatirkan bahwa hal tersebut akan memperlemah aliansi-aliansi bilateralnya di Asia dan menerapkan batas-batas pada kehadiran militernya di kawasan ini. AL Amerika Serikat semakin menambah latihan perangnya bersama dengan negara-negara Asia Tenggara dan telah menandatangani pada November tahun 1990 suatu kesepakatan dengan Singapura untuk mengizinkan “penugasan latihan” jet-jet AU dan lebih banyak kunjungan kapal. Dengan tidak adanya suatu pengaturan keamanan multilateral yang signifikan, negara-negara ASEAN semakin memperkuat jaringan ikatan pertahanan bilateral yang sudah ada.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">D. Penilaian Jepang atas Lingkungan Strategisnya yang Berubah</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Penilaian resmi Jepang terhadap lingkungan strategi Asia Timur yang berubah adalah sangat berhati-hati dan berniat untuk tidak bersikap terlalu berharap. Pada level adikuasa, pemerintah Jepang menyatakan bahwa “pemotongan Uni Soviet atas bagian kekuatannya bisa menciptakan kekuatan militer yang lebih efesien dan modern” karena pemotongan tersebut mempengaruhi peralatan yang usang terlebih dahulu. Walaupun jumlah kapal selam dan permukaan menurun, Jepang menyaksikan suatu peningkatan bobot kapal. Pengurangan aktivitas AL Uni Soviet juga tidak dikatakan sebagai tidak sangat signifikan dengan menjelaskan perubahan ini sebagai reorganisasi militer, perlunya untuk menghemat bahan bakar dan keinginan untuk mengurangi ketegangan saat ini bukan suatu reorientasi fundamental dalam doktrin militer Uni Soviet. Konsesi terbesar dalam White Paper Pertahanan 1990 pada perkembangan-perkembangan baru dalam lingkungan strategi Asia Timur adalah penghilangan penggambaran Uni Soviet sebagai suatu “ancaman potensial.” Merupakan keinginan yang sangat kuat dari PM Kaifu untuk menghilangkan karakterisasi Uni Soviet ini. Di fihak lain pemerintah Jepang tak pernah sekhawatir Amerika Serikat mengenai ancaman Uni Soviet, yang membedakan tinjauan Jepang yang lebih bersifat regional dengan perspektif global Amerika Serikat. Selain itu, pemerintah Jepang selalu menunjuk kelemahan ekonomi Uni Soviet sebagai faktor penghalang utama bagi proyeksi kekuatan Uni Soviet, dan memburuknya ekonomi saat ini hanya meningkatkan penilaian Jepang ini mengenai kemampuan militer Uni Soviet. Pada level kekuatan regional, situasi di sektir Jepang dianggap “secara konstan tidak stabil dan bisa berubah-ubah” dan perhatian terpusat pada keberlanjutan ketegangan di semenanjung Korea, perang di Kamboja dan isu Teritori Utara.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Beragam faktor bisa menjelaskan sikap berhati-hati ini. Pertama-tama, kutipan-kutipan di atas adalah dari Badan Pertahanan yang sesuai sifatnya akan sangat enggan untuk mengubah perspektifnya dengan sangat cepat. Namun, sumber-sumber lain juga memperkirakan bahwa Uni Soviet sedang memodernisasi pasukannya di Timur Jauh dan bahwa Uni Soviet mempunyai, pada awal musim panas 1991 sekitar 480.000 personel militer, termasuk AU dan AL, tetap di Timur Jauh dan Transbaykal MD dan Mongolia, dengan total gabungan 12.600 tank dan 1.690 pesawat. Pada saat yang sama, terdapat kekhawatiran yang jelas bahwa opini publik Jepang, dipicu oleh hasil-hasil spektakuler dari pasca Perang Dingin di Eropa, akan bersikap berlebih-lebihan dan mengharapkan tingkatan hasil yang sama untuk Asia yang mempunyai situasi strategi yang berbeda. Kedua, perubahan-perubahan ini terjadi dalam suatu waktu ketika pemerintah sedang mengerjakan rencana pertahanan 5 tahun barunya dan terdapat kekhawatiran di fihak militer Jepang untuk alasan-alasan militer dan di fihak politikus untuk alasan-alasan perlindungan hubungan komprehensif Jepang-Amerika Serikat bahwa Jepang akan tidak bisa memenuhi pengharapan Amerika Serikat bagi Jepang untuk menanggung beban pertahanan yang lebih esar. Seperti yang kita aja lihat kemudian, Amerika Serikat sangat menentang kontrol persenjataan AL di Asia Pasifik dan pemerintah Jepang ada di bawah tekanan untuk mencegah tuntutan-tuntutan populer untuk adanya langkah-langkah kontrol persenjataan di Asia, yang berulang kali diajukan oleh Uni Soviet. Ketiga, dengan memperhitungkan kunjungan Gorbachev ke Jepang pada April tahun 1991, pemerintah menginginkan untuk menggunakan sikap tenangnya terhadap perubahan Uni Soviet dalam kebijakan keamanan dan luar negeri untuk mempertahankan tekanan pada Moskow untuk mendapatkan solusi yang diinginkan atas konflik teritorial. Terlepas dari kegagalan kunjungan Gorbachev untuk memajukan isu teritorial, Jepang terus menggunakan isu kontrol persenjataan atau bahkan CBM untuk kepentingan tuntutan teritorialnya. Uni Soviet telah, misalnya, mengusulkan pada tahun 1988 penandatanganan suatu <i>Incidents at Sea Agreement</i> sepeti halnya yang sudah dijalankan bersama negara-negara Barat lain namun pemerintah Jepang telah secara konsisten menolaknya. Secara ekonomi, Jepang tidak terlalu tertarik oleh usulan Uni Soviet. Bagian Asia dari Uni Soviet hanya memberikan insentif yang kecil bagi Jepang, dan bisnis Jepang sangat skeptis mengenai peluang keberhasilan reformasi ekonomi Gorbachev. Terakhir, dikarenakan aliansi eratnya dengan Amerika Serikat, pemerintah Jepang telah, di masa lalu, terlalu menaruh fokus pada ancaman Uni Soviet dan dengan pengurangan ancaman ini, Jepang menghadapi masalah dalam meyakinkan opini publik bahwa bahkan tanpa adanya ancaman Uni Soviet pun, masih ada sejumlah ancaman lain dari konflik-konflik regional. Berlebihannya penekanan pada ancaman Uni Soviet juga dibutuhkan untuk alasan-alasan diplomatis karena pemerintah Jepang tidak bisa menyebutkan secara terbuka bahwa salah satu ancaman potensial regional utama datang dari China dengan siapa Jepang mempunyai hubungan yang baik dalam satu bagian karena menginginkan untuk mengurungkan keinginan China untuk berpaling pada sarana militer untuk menetapkan klaim teritorialnya atau menjaga sub-sub wilayah lain seperti Indochina tetap lemah. Kekhawatiran/perhatian Jepang mengenai stabilitas aliansi pertahanan Jepang-Amerika Serikat juga mendorong pemerintah Jepang untuk terkadang tampak lebih terikat dengan skenario lama ancaman Uni Soviet dari pada Amerika Serikat sendiri.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Kesimpulannya, orang bisa mengatakan bahwa lingkungan strategi telah menjadi suatu stimulus bagi kebijakan pertahanan Jepang namun tak pernah mempunyai dampak yang sama pada kebijakan pertahanan Jepang seperti halnya di negara-negara Eropa. Yang ada adalah penggunaan prisma Timu-Barat Amerika Serikat dan juga pertimbangan-pertimbangan aliansi keamanan Jepang-Amerika Serikat yang memberikan pada persepsi resmi Jepang terhadap lingkungan keamanannya signifikansi besar dan fokus pada ancaman Uni Soviet. Untuk alasan-alasan ini pemerintah Jepang, sampai Juli 1991, telah bersikap sangat acuh pada setiap pembahasan regional mengenai isu-isu keamanan, dengan secara ketat mengikuti jalur Amerika Serikat. Namun, seperti yang akan kita lihat kemudian, Jepang sekarang telah menjadi lebih cenderung untuk mempertimbangkan perubahan-perubahan positif dalam lingkungan keamanannya. </span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">V. Kebijakan Pertahanan Jepang</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Dikarenakan barunya era pasca Perang Dingin, hasil yang kurang spektakuler di Asia Timur, dan ketakutan Jepang terhadap kesehatan hubungan komprehensif dengan Amerika Serikat yang menentang kontrol persenjataan AL di Asia, hanya terdapat sedikit perubahan dalam kebijakan pertahanan Jepang. Prinsip dasarnya adalah masih untuk mempunyai suatu kemampuan untuk secara mandiri mengusir serangan-serangan skala kecil dan untuk membalas serangan-serangan skala besar dengan bantuan pasukan Amerika Serikat di dalam dan di sekitar Jepang. Kebijakan pertahanan dasar ini terus didasarkan pada persepsi fundamental mengenai situasi internasional seperti diungkapkan dalam “NDPO” 1976, yaitu, bahwa dengan mempertimbangkan keseimbangan militer hanya terdapat sedikit kemungkinan adanya suatu bentrokan militer skala penuuh antara Timur dan Barat dan bahwa walaupun kemungkinan suatu perang militer yang pecah di lingkungan Jepang tidak bisa dikesampingkan, perimbangan militer dan hubungan keamanan Jepang-Amerika Serikat akan melindungi Jepang. Namun dalam dekade terakhir, kemampuan militer Jepang telah meningkat secara signifikan dengan mencatat suatu rata-rata pertimbuhan anggaran pertahanan yang nyata sebesar lebih dari 5 persen pertahun dalam bentuk yen. Sebagai akibatnya level kemampuan pertahanan seperti yang ditentukan dalam NDPO 1976 sebagian besar telah dicapai pada tahun 1990. Selain itu, seperti disebutkan di atas, <i>“Guidelines for US-Japan Defense Cooperation”</i> 1978 telah mengarah pada suatu integrasi yang sangat erat dari kemampuan pertahanan Jepang ke dalam struktur kekuatan Amerika Serikat.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Dengan latar belakang pembangunan AL dan AU Uni Soviet yang signifikan, upaya counter MSDF dan ASDF sangatlah besar. MSDF telah berkonsentrasi pada ASW dengan pembelian sejumlah besar P-3C (45 tahun 1977, 100 tahun 1985) dan penempatan 68 kapal tempur permukaan utama (6 kapal perusak, 58 frigate, 15 kapal selam). Persenjataan inti ASDF adalah F15 yang dipunyainya sejumlah 135 pada tahun 1990. selain itu, Jepang mempunyai lebih dari 80 pesawat tempur-pencegat F4EJ dan 70 pesawat tempur pendukung F-1. Strategi GSDF didasarkan pada asumsi bahwa Uni Soviet, jika terjadi suatu perang besar, akan menduduki sebagian Hokaido untuk menjamin akses bebas menuju Pasifik. Untuk alasan ini, Jepang sedang mengembangkan suatu kekuatan rudal yang impresif di Hokkaido.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Dikarenakan perubahan-perubahan dalam hubungan Timur-Barat, Jepang menunda rencana pertahanan 5 tahun barunya untuk tahun fiskal 1991-1995 sampai akhir 1990. terlepas dari situasi internasional yang membaik, diputuskan untuk tidak mengubah <i>Defense Program Outline</i> tahun 1977 yang menetapkan batas-batas tenaga manusia dan material, hanya evaluasi situasi intenasionalnya yang berubah. Rencana baru tersebut mempunyai karakteristik –karakteristik berikut:</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 4pt 0cm 0.0001pt 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">penggantian dan modernisasi peralatan utama</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 4pt 0cm 0.0001pt 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">peningkatan kemampuan logistik, inteljen, komando dan komunikasi</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 4pt 0cm 0.0001pt 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">pendorongan senjata R & D untuk mendapatkan kemandirian teknologi yang lebih besar</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 4pt 0cm 0.0001pt 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">perbaikan kondisi hidup dan kerja untuk tentara SDF</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Kerangka keuangan untuk <i>Midterm Defense Program</i> yang baru ditetapkan pada 22.750 milyar yen dengan 37,4 persennya adalah untuk personel, 22,4 untuk peralatan frontal, dan 40,2 untuk meningkatkan kemampuan pendukung belakang. Kebalikan dari rencana-rencana sebelumnya selama tahun 1980an, tingkat pertumbuhan tahunan pada periode 1991-1995 hanya akan menjadi 3 persen. Selain itu jumlah total tank dan kapal perusak akan menurun pada akhir rencana tersebut dari masing-masing 1,205 menjadi 1,136 dan 62 menjadi 58.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Berdasar program yang baru Jepang akan membeli 4 pesawat AWACS dari Amerika Serikat, meneruskan untuk menggantikan rudal permukaan-ke-udara Nike dengan rudal permukaan-ke-udara Patriot 36, mendapatkan 10 kapal perusak, termasuk 2 kapal perusak AEGIS dan lebih jauh mempelajari pembelian radar OTH. Terlepas dari pengurangan jumlah kapal perusak, bobot kapal akan meningkat sebesar 41.000 ton.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Kebijakan pertahanan Jepang harus mengakomodasi elemen-elemen kunci berikut dari strategi Amerika Serikat di Jepang:</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 4pt 0cm 0.0001pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">pengurangan level-level pasukan Amerika Serikat di Jepang, utamanya di Okinawa, dalam unit-unit darat dan pendukung</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 4pt 0cm 0.0001pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">pendorongan oleh Amerika Serikat untuk meningkatkan kemampuan pertahanan teritorial dan kemampuan untuk mempertahankan jalur laut sampai sejauh 1.000 mil laut, namun tidak mendukung setiap “perkembangan yang bersifat destabilisasi pada kemampuan proyeksi kekuatan.”</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 4pt 0cm 0.0001pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Pelibatan Jepang lebih erat dalam upaya-upaya Amerika Serikat dengan sekutu-sekutu Barat untuk mempertahankan stabilitas dalam kawasan-kawasan kunci dunia. </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 4pt 0cm 0.0001pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Peningkatan dukungan keuangan Jepang untuk pasukan Amerika Serikat yang beroperasi dari Jepang (dan bukan hanya yang berpangkalan di Jepang).</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 4pt 0cm 0.0001pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Pendorongan pembelian maksimum dari Amerika Serikat untuk alasan-alasan ekonmomi dan interoperabilitas (saling memakai).</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;"> Pemerintah Jepang telah kurang lebih bersikap bekerjasama dengan pengharapan tuntutan Amerika Serikat dan juga partner paling pentingnya ini. Pertama-tama, Jepang mempertimbangkan hubungan dengan Amerika Serikat secara komprehensif, termasuk aspek keamanan, politik, ekonomi dan teknologi. Saat hubungan tersebut semakin menegang dikarenakan peningkatan pertikaian ekonomi, pemerintah Jepang cenderung memenuhi tuntutan Amerika Serikat dalam bidang keamanan. Tuntutan Amerika Serikat pada Jepang untuk memberi kontribusi pada upaya Perang Teluk tahun 1990-1991 dengan lebih dari sekedar dana adalah satu contoh terbaru tekanan Amerika Serikat pada Jepang untuk memberi kontribusi lebih banyak pada pertahanan Barat. Pada akhirnya SDF mengirimkan satu armada kecil dengan lima kapal ke Teluk untuk membantu membersihkan ranjau setelah Jepang memberikan $ 13 milyar yang sebagian besar digunakan untuk menutupi belanja militer yang dilakukan Amerika Serikat dan Inggris. Kedua, Jepang semakin khawatir mengenai kemungkinan efek negatif dari penarikan berkala Amerika Serikat dari kawasan tersebut dan perlunya untuk menutupinya dengan lebih banyak lagi upaya pertahanan Jepang. Suatu pasukan pertahanan dan kebijakan pertahanan Jepang yang lebih mandiri akan dilihat sebagai ancaman bagi para tetangganya. Makanya Jepang mempunyai banyak kepentingan dalam mempertahankan kehadiran Amerika Serikat di kawasan tersebut bahkan jikapun mereka harus membayar lebih banyak untuk kehadirannya dan pada saat yang sama diingatkan oleh Washington atas “fungsi penyumbat”-nya (<i>cork function</i>).</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Jepang sekarang membayar$ 2.5 milyar atau sekitar 42 persen dari pengeluaran $ 6 milyar Amerika Serikat untuk tentaranya yang beroperasi dari Jepang. Peningkatan porsi Jepang adalah bagian dari Midterm Defense Program yang baru untuk 1991-1995. Pada Desember 1990, pemerintah Jepang mengumumkan kesediaannya untuk menyetujui suatu kesepakatan dengan Amerika Serikat untuk meningkatkan bagiannya atas gaji yang dibayarkan pada orang-orang yang bekerja untuk pasukan Amerika Serikat di Jepang dan juga tagihan-tagihan utilitas sampai Jepang menutupi semua pembayaran tersebut pada tahun 1995. Jepang juga membeli lebih banyak persenjataan Amerika Serikat berdasarkan program <i>Foreign Military Sales</i> dibanding negara-negara lain manapun, dan lebih banyak dibanding gabungan Italia, Inggris, Perancis dan Jerman. </span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Pesawat tempur pendukung baru FSX akan dikembangkan bersama dengan Amerika Serikat, dan juga dengan persenjataan-persenjataan yang lain. Jepang akan membawa teknologinya untuk mengupgrade rudal Patriot. Pembelian piranti keras dan dorongan untuk meningkatkan komunikasi, termasuk penggunaan staleit, akan meningkatkan kemampuan Jepang untuk lebih baik dalam mengontrol wilayah udaranya dan jalur lautnya bersama dengan Amerika Serikat. Program yang baru tersebut menyebutkan secara khusus juga studi lanjutan mengenai pembelian kemampuan pengisian bahan bakar di udara yang akan menjadi langkah selanjutnya namun sejauh ini mendapatkan penentangan domestik yang kuat. Yang sangat penting juga adalah program pengembanganrudal ekstensi Jepang untuk rudal permukaan-ke-kapal dan juga rudal pemandu permukaan-ke-udara jarak pendek.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Kesimpulannya, kebijakan pertahanan Jepang berjalan untuk mengakomodasi tekanan Amerika Serikat pada Jepang untuk berbuat lebih banyak untuk keamanan nasional, kawasan dan global, sambil pada saat yang sama mecoba untuk tidak membuat jarak dengan para tetangganya dengan kekuatan militernya yang semakin besar. Dilema Jepang adalah bahwa semakin banyak Jepang berbuat untuk mengakomodasi keinginan Amerika Serikat untuk berbuat lebih banyak untuk pertahanan, semakin banyak opini publik Amerika Serikat (yang semakin bersikap bermusuhan pada Jepang dikarenakan gesekan ekonomi) akan menuntut penarikan lanjutan militer dari Asia Timur. Solusi Amerika Serikat untuk dilema ini tampaknya adalah mencapai pada suatu tingkatan integrasi kekuatan dengan SDF Jepang dan berbagi tugas-tugas militer yang tidak akan memungkinkan Jepang lepas dari kendali.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">II. Aliansi Keamanan Jepang-Amerika Serikat</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-top: 4pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10pt;">Tekanan Amerika Serikat pada Jepang dimotivasi oleh faktor-faktor yang beragam, dan seringkali overlapping. Pertama-tama, terdapat reaksi yang lebih bersikap mekanis pada fakta bahwa Jepang secara ekonomi berperforma sangat baik sedangankan Amerika Serikat mengalami kerugian dikarenakan persaingan ekonomi Jepang. Karena Amerika Serikat ingin tetap sebagai suatu kekuatan Pasifik, juga dalam hal militer, Amerika Serikat semakin mengandalkan Jepang dikarenakan penuurnan relatif dalam perekonomiannya. Jepang makanya harus menanggung tanggung jawab pertahanan yang lebih besar dan memberikan pembayaran lebih besar untuk payung keamanan Amerika Serikat. Kedua, dengan bangkitnya apa yang disebut “Japanese Basher” (penentang Jepang) terdapat pikiran bahwa Jepang secara ekonomi menjadi fihak yang mendapatkan terlalu banyak karena pengeluaran pertahanannya tidak sesuai dengan kekuatan ekonominya dan memaksa Jepang untuk berbuat lebih banyak dalam hal ini bisa mengurangi kekuatan kompetitifnya yang besar.</span></div></div>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-12117965386855512542011-01-24T00:01:00.000-08:002011-01-24T00:01:27.047-08:00Crop Circle, Jejak UFO atau perbuatan Alam dan Manusia<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/_T1NcSXWFGEQ/TT0xf5D7P1I/AAAAAAAAAg8/mzB2w3qK0Uw/s1600/JEjak_Aneh32.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="247" src="http://3.bp.blogspot.com/_T1NcSXWFGEQ/TT0xf5D7P1I/AAAAAAAAAg8/mzB2w3qK0Uw/s400/JEjak_Aneh32.jpg" width="400" /></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/_T1NcSXWFGEQ/TT0xgxqozDI/AAAAAAAAAhA/V2YsaiaZuc0/s1600/JEjak_Aneh6.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="247" src="http://3.bp.blogspot.com/_T1NcSXWFGEQ/TT0xgxqozDI/AAAAAAAAAhA/V2YsaiaZuc0/s400/JEjak_Aneh6.jpg" width="400" /></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_T1NcSXWFGEQ/TT0xhxv5MuI/AAAAAAAAAhE/zkVJkriQZtY/s1600/JEjak_Aneh22.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="247" src="http://2.bp.blogspot.com/_T1NcSXWFGEQ/TT0xhxv5MuI/AAAAAAAAAhE/zkVJkriQZtY/s400/JEjak_Aneh22.jpg" width="400" /></a></div>satu lagi fenomena aneh di dunia yang semakin menambah setumpukan penomena-penomena yang sulit untuk dipecahkan oleh akal sehat manusia bahkan ilmuwan sekalipun..yaitu Crop circle.<br />
Crop Circle merupakan fenomena alam penuh misteri yang sekarang paling sering di jumpai.Sudah hampir 350 tahun semenjak kemunculannya pertamakali di Inggris pada tahun 1647, sampai sekarang belum ada jawaban yang pasti bagaimana cara mereka terbentuk.<br />
Crop circle adalah suatu bentuk lingkaran dan bentuk bentuk lain seperti geometri (dan kebayakan berukuran besar/luas ), bahkan ada juga yang yang biasa ditemui membentuk citra mahkluk hidup seperti kalajengking,bunga matahari,Lebah,dll.diladang pertanian khususunya gandum. Di Inggris, Canada, Amerika, Australia dan Jepang, banyak ditemukan fenomena crop circle. Fenomena ini biasanya muncul di musim panas saat ladang pertanian ditumbuhi dengan tanaman.. Bentuk geometri itu kadang berupa lingkaran-lingkaran atau bisa juga berbentuk rangkaian gambar yang unik, yang menunjukkan bahwa pembuatnya adalam makhluk yang cerdas. Tapi, crop circle ini bukan dibuat oleh manusia berdasarkan berbagai bukti yang telah diselidiki oleh para ilmuwan. Lantas mahkluk apa seperti yang kurang kerjaan membuat semua ini???Crop circle banyak dijumpai di Inggris selatan. <br />
<div align="justify"><a href="http://ragaexe.blogdetik.com/index.php/2008/08/08/misteri-fenomena-crop-circle/1-2/" rel="attachment wp-att-93" title="1"><img alt="1" src="http://ragaexe.blogdetik.com/files/2008/08/cropcircle1.jpg" /></a></div><div align="justify">Banyak yang mengkaitkan crop circle ini dengan kegiatan spiritual karena rangkaian bentuk geomtri yang terbentuk di ladang pertanian itu (gambar-gambar itu terbentuk dengan tanaman yang rebah / roboh). Menurut informasi yang ada, kemunculan fenomena crop circle ini sering disertai juga dengan pemunculan ufo yang berbentuk bola cahaya. Sebuah video yang berhasil merekam proses terjadinya sebuah crop circle (di oliver’s castle tahun 1996, lihat foto atas) menunjukkan bahwa sebuah crop circle terbentuk dalam waktu hanya sekitar 20 detik saja. Padahal besarnya mencapai puluhan meter. Fenomena ini bahkan diperkirakan telah muncul sejak ratusan tahun lalu. Sebuah ukiran pahatan kayu dari abad 17 yang dinamakan “Mowing Devil” menunjukkan ada makhluk yang dipercaya adalah setan, membuat kerusakan berupa lingkaran di ladang pertanian.</div><div align="justify"><a href="http://ragaexe.blogdetik.com/index.php/2008/08/08/misteri-fenomena-crop-circle/crop7/" rel="attachment wp-att-95" title="crop7"><img alt="crop7" src="http://ragaexe.blogdetik.com/files/2008/08/cropcircle7.jpg" /></a></div><div align="justify">Kemunculannya di Rusia beberapa tahun yang lalu sangatlah menakjubkan,dimana mereka bermunculan silih berganti.Masyarakat sekitar yang melihatnya sungguh tidak mengerti,bagaimana cara mereka bisa terbentuk secepat itu.dalam kurun semalam saja,sekitar 6-7 crop circle dengan ukuran yang besar telah terbentuk dihamparan ladang gandum mereka.Yang membuat mereka semakin berdecak kagum adalah macam-macam bentuk dari crop circle itu sendiri,ada yang membentuk citra bunga matahari yang luar biasa indahnya.Sampai saat ini,banyak spekulasi dan pandangan mengenai peroses terbentuknya Crop Circle.Ada yang beranggapan fenomena tersebut memang dibuat oleh manusia,tapi ada pula yang beranggapan murni dari proses gejala alam. Avebury Trusloe, nr Beckhampton, Wiltshire. Reported 30th June 2006 spekulasi-spekulasi dan asumsi orang tentang crop circle Lingkaran aneh nan misterius di ladang gandum adalah fokus yang selalu menarik perhatian dan penelitian dari kalangan ilmuwan, dan hingga kini belum ada kesimpulan atas sebab terjadinya fenomena tersebut, saat ini terdapat 5 versi utama. Berikut penjelasannya…</div><div align="justify"><a href="http://ragaexe.blogdetik.com/index.php/2008/08/08/misteri-fenomena-crop-circle/crop9/" rel="attachment wp-att-96" title="crop9"><img alt="crop9" src="http://ragaexe.blogdetik.com/files/2008/08/cropcircle9.thumbnail.jpg" /></a></div><div align="justify"><strong>1.Perbuatan manusia</strong> …<br />
Sebenernya sulit untuk percaya kalo ini perbuatan manusia. Cukup banyak yang beranggapan, bahwa apa yang disebut lingkaran ladang gandum itu tidak lebih dari perbuatan iseng seseorang. Menurut ilmuwan Anderro dari Inggris yang telah menyelidiki sekaligus meneliti fenomena tersebut selama 17 tahun lamanya, bahwa ada sekitar 80% lingkaran ladang gandum itu merupakan buatan manusia. Seorang warga Inggris pernah menuturkan kepada media massa, bahwa dia dan beberapa temannya adalah pembuat lingkaran ladang gandum di London, Inggris. Sebelumnya mereka telah mempersiapkan gambar desain, ketika gandum di ladang hampir matang, dengan sebuah paku panjang dipantakkan di ladang gandum, dan paku itu dijadikan sebagai pusatnya, selanjutnya, melingkari permukaan tanah dengan tali, lalu muncullah sebuah lingkaran ladang gandum. Masalahnya, apakah mungkin dia dapat membuat lingkaran tersebut dalam satu malam tanpa alat bantu yang memadai? lalu tujuan membuatnya untuk apa?</div><div align="justify"><strong>2.Medan magnet </strong><br />
Sebagian lingkaran aneh tersebut telah dikesampingkan kemungkinannya terjadi karena ulah manusia. Sebab struktur gambar mereka (lingkaran aneh) yang rumit, ukurannya yang besar, desain yang indah, sama sekali bukan hasil buatan manusia yang dapat dikerjakan dalam waktu semalam. Meskipun Anderro bersikeras mengatakan bahwa 80% lingkaran ladang gandum itu adalah buatan manusia, namun, dia juga yakin, bahwa 20% sisanya adalah pembentukan alami karena efek medan magnet bumi. Dalam medan magnet terdapat suatu daya gerak yang gaib, dapat menghasilkan suatu arus listrik, sehingga tanaman “berbaring datar” di atas permukaan tanah. Ahli terkait asal AS yakni Jeffery Walson telah meneliti 130 lebih lingkaran ladang gandum, dan didapati bahwa 90 % disekitar lingkaran aneh tersebut terdapat transformator yang berhubungan dengan kabel tegangan tinggi. Di bawah panjang garis keliling sepanjang 270 meter tersebut terdapat sebuah kolam, oleh karena di-airi, maka ion yang dikeluarkan tanah dari bagian dasar ladang gandum dapat menghasilkan elektrik negatif, sedangkan transformator yang dihubungkan dengan kabel tegangan tinggi menghasilkan elekrik positif. Setelah elektrik negatif dan positif bersentuhan dapat menghasilkan energi magnet listrik, selanjutnya merobohkan gandum lalu membentuk lingkaran aneh. Namun demikian mereka belum bisa memberikan seluruh jawaban dari pertanyaan bagaimana bentuk-bentuk aneh itu dapat terbentuk? Apakah mungkin energi dapat berbentuk bunga atau kelajengking?<br />
<strong><br />
3.Angin Tornado</strong><br />
Menurut fisikawan dari Universitas Michigan, AS yakni Dr.Delon Smith, bahwa perubahan musim panas tidak menentu, angin tornado adalah sebab utama yang menyebabkan lingkaran aneh itu. Melalui risetnya dia mendapati, bahwa sejumlah besar lingkaran aneh di ladang gandum yang muncul di sisi gunung atau daerah yang berjarak 60-70 km dari gunung, dimana tempat seperti ini adalah tempat yang mudah sekali membentuk angin tornado. Tapi apakah angin tornado dapat membuat lingkaran dengan ketelitian tertentu tersebut?</div><div align="justify"><br />
</div><div align="justify"><strong>4. Buatan makhluk luar angkasa Atau yang paling dikenal Aliens..</strong><br />
Banyak yang meyakini, bahwa sebagian besar lingkaran aneh di ladang gandum terbentuk dalam waktu satu malam, besar kemungkinan adalah hasil karya makhluk luar angkasa. Sejak 1990, fotografer Alexander mengatakan, dia melihat cahaya yang ganjil di ladang gandum, cahaya itu terbang kesana-kemari di antara kedua lingkaran aneh. Keberadaan alien di perut bebek liar di San Franscisco AS barangkali memperkuat dugaan ini.</div><div align="justify"><br />
</div><div align="justify"><strong>5.Heterodoxy (pandangan sumbang)</strong><br />
Sejumlah orang percaya, bahwa di balik lingkaran ladang gandum terdapat berbagai macam kekuatan gaib, kaya segitiga bermuda gitu. Menurut dugaan ini, ada yang lantas menyebut lingkaran aneh itu sebagai “pemberitahuan bencana”, agar supaya menyebarkan pandangan sumbang yang meyimpang dari ajaran ortodoks. Mengapa lingakaran aneh tersebut kerap muncul disitu? Dan kini, lingkaran itu pernah muncul di ladang bunga matahari, Rusia, lantas kenapa bisa demikian? Mungkin kita hanya dapat menunggu ilmuwan untuk menyingkapnya lebih lanjut.</div>sumber : <a href="http://manusia-super.blogspot.com/2008/06/crop-circle.html">Manusia Super Blog</a></div>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6295989000951149642.post-7934297676316064902011-01-20T17:58:00.000-08:002011-01-26T16:33:49.956-08:00REVOLUSI TUNISIA DAN RUNTUHNYA REZIM ZINE EL ABIDINE BEN ALI<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
<a href="http://3.bp.blogspot.com/_T1NcSXWFGEQ/TTjnquHMicI/AAAAAAAAAgw/FjAGnpTF334/s1600/tunisia_flag.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="212" src="http://3.bp.blogspot.com/_T1NcSXWFGEQ/TTjnquHMicI/AAAAAAAAAgw/FjAGnpTF334/s320/tunisia_flag.jpg" width="320" /></a><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Republik Tunisia (bahasa Arab: الجمهرية التونسية) adalah sebuah negara Arab Muslim di Afrika Utara, tepatnya di pesisir Laut Tengah. Tunisia berbatasan dengan Aljazair di sebelah barat, dan Libya di selatan dan timur. Di antara negara-negara yang terletak di rangkaian Pegunungan Atlas, wilayah Tunisia termasuk yang paling timur dan terkecil. 40% wilayah Tunisia berupa padang pasir Sahara, sisanya tanah subur Para pemimpin, analis, media Arab pada awal tahun baru 2011 ini sejatinya disibukkan oleh sejumlah isu yang lebih ``panas`` serta menyedot perhatian dan tenaga yang lumayan besar terutama terkait krisis politik di Libanon yang dapat menjurus ke perang saudara dan terpisahnya Sudan Selatan yang dapat mengancam keamanan.regional,Arab.</span><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tidak ada yang menduga, letupan di Tunisia yang dimulai sejak bulan Desember tahun lalu akhirnya dapat menumbangkan Zine El Abidine Ben Ali, sang rezim diktator yang juga anti terhadap segala bentuk kehidupan yang berbau Islam. Ben Ali yang oleh kebanyakan warga Tunisia biasa dijuluki Ben A Vie (dari bahasa Prancis yang berarti seumur hidup), sebagai bentuk ejekan karena ingin berkuasa seumur hidup di negeri berpenduduk sekitar 11 juta jiwa itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Ben A Vie yang sejak muda mendapat didikan Prancis tersebut menjadi Presiden Tunisia kedua sejak negara itu merdeka dari Perancis pada 1956 setelah mundurnya Presiden pertama Habib Bourguiba karena sakit-sakitan akibat penyakit tua renta pada 7 November 1987. Ben A Vie yang diharapkan mengadakan perubahan dari rezim diktator pendahulunya ternyata lebih parah, termasuk yang terkait dengan kehidupan yang berbau Islam yang menjadi agama 99 % rakyat negeri itu. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/_T1NcSXWFGEQ/TTjn0a2ug5I/AAAAAAAAAg0/lQpnzYvf2m4/s1600/103144_zine-el-abidine-ben-ali.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://3.bp.blogspot.com/_T1NcSXWFGEQ/TTjn0a2ug5I/AAAAAAAAAg0/lQpnzYvf2m4/s320/103144_zine-el-abidine-ben-ali.jpg" width="320" /></a></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Jenderal Zine El Abidine Ben Ali lahir di Hammam-Sousse, 3 September 1936 (74 tahun) adalah Presiden Republik Tunisia sejak 7 November 1987 dan presiden yang kedua sejak kemerdekaannya dari Perancis pada 20 Maret 1956.Di Tunisia, media massa sering menyebutnya Ali Baba.Sebagai militan muda dari Partai Neo-Destour, ia dikirim ke Perancis untuk menjalani latihan militer. Ia lulus dari Sekolah Inter-Arms di Saint-Cyr dan Sekolah Artileri di Châlons-en-Champagne. Kemudian melanjutkan pendidikan militernya di Amerika Serikat.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Bin Ali ditunjuk mendirikan dan mengatur Departemen Keamanan Militer pada 1964 hingga 1974. Ia dipromosikan sebagai Direktur-Jenderal Keamanan Nasional dalam Departemen Dalam Negeri pada 1977 setelah menjabat sebagai atase militer di Maroko.Ben Ali kembali dari 4 tahun sebagai Duta Besar untuk Polandia menjadi kepala Keamanan Nasional namun kini dengan posisi setingkat Menteri. Ia mengambil posisi ini saat berkembangnya gerakan Islam di negerinya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Pada saat itui ia diangkat sebagai Menteri Dalam Negeri dan bertahan pada posisi ini saat ia menjadi Perdana Menteri di bawah Presiden Habib Bourguiba pada 1 Oktober 1987. Lalu, Bin Ali memecat Presiden Bourguiba dan memangku jabatan presiden pada 7 November 1987 dengan dukungan beberapa gelintir elite dan pendukungnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tujuh orang doktor menandatangani kertas yang menyatakan Presiden Bourguiba tak cakap menjabat. Ia kemudian mempertahankan sikap politik luar negeri nonblok pendahulunya dan mendukung ekonomi yang telah berkembang sejak awal 1990-an.Proyek pekerjaan umum yang besar, termasuk bandara, jalan raya atau perumahan, telah dijalankan. Bagaimanapun, pengangguran menyisakan masalah ekonomi yang besa</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Bin Ali melanjutkan pendekatan otoriter pendahulunya dan memuja kepribadian (aktivitasnya mengambil tempat banyak dari berita harian). Meski ia mengumumkan pluralisme politiknya pada 1992, Rapat Umum Konstitusional Demokratiknya (dahulu Partai Neo-Destour) melanjutkan dominasi politik nasional. Rezimnya masih tidak mengizinkan aktivitas oposisi dan kebebasan pers menyisakan penyamaran. Pada 1999, walaupun dua kandidat alternatif yang tak dikenal diizinkan untuk pertama kalinya berada dalam pemilihan presiden, Ben Ali diangkat kembali dengan 99,66% suara. Ia kembali dipilih pada 24 Oktober 2004, secara resmi meraih 94,48% suara, setelah referendum konstitusi yang kontroversial pada 2002 yang membuatnya bertahan sebagai presiden setidaknya hingga 2014.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Televisi Zionis Israel menyatakan penyesalan mendalam atas tumbangnya kekuasaan pemerintah Zine El Abidine Ben Ali dan menyebut mantan Presiden Tunisia yang lari ke Arab Saudi ini sebagai pendukung terbesar politik Israel secara diam-diam.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Menurut laporan <i>Fars News </i>Ahad (16/1) mengutip televisi al-Alam, televisi Channel 10 Israel menyatakan bahwa Zine El Abidine Ben Ali secara diam-diam adalah pendukung terbesar politik Zionis Israel di Timur Tengah sekaligus menyatakan kekhawatiran Israel terkait perubahan politik Tunisia di masa mendatang.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">"Sumber-sumber politik tingkat atas Israel sebenarnya telah menerima laporan yang mengkhawatirkan soal peristiwa yang bakal terjadi di Tunisia sejak tiga hari sebelumnya," tambah Channel 10.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Menurut televisi Israel, para pejabat Israel menilai Ben Ali sebagai satu dari kepala negara-negara Arab paling penting yang mendukung politik Israel dan kini mereka mengkhawatirkan masa depan negara ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sementara sumber-sumber pemberitaan Israel mengatakan, larinya Zine El Abidine Ben Ali menyebabkan para pejabat Israel sangat khawatir apakah pemerintahan baru Tunisia tidak akan mengubah kebijakannya terhadap rezim Zionis Israel dan di masa depan tidak berubah menjadi musuh Israel?</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Televisi Channel 10 Israel mengingatkan bahwa para pejabat Israel telah mengikuti dengan seksama sejak awal konflik Tunisia dan perkembangan terakhir negara ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sejumlah pertemuan keamanan dan politik juga telah dilakukan di Tunisia dengan dihadiri para pejabat Israel dan orang-orang Yahudi di negara ini guna mengevaluasi kondisi negara ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">"Larinya Ben Ali dari Tunisia merupakan akhir dari satu periode sejarah Tunisia dan aksi kekerasan pemerintah terhadap rakyat. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan," ujar Jonathan Junin, pakar masalah Timur Tengah yang hadir dalam acara televisi Channel 10 Israel.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">"Atap kaca yang dipaksakan oleh pemerintah Tunisia terhadap rakyatnya telah pecah dan hancur pasca 23 tahun di tangan gerakan revolusioner rakyat ‘Roti dan Kebebasan," ungkap Jonathan.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sekaitan dengan masalah ini, surat kabar Yediot Aharonoth dan Haaretz dalam sebuah laporannya menyebut tumbangnya pemerintahan Ben Ali telah menciptakan kekhawatiran di antara negara-negara Arab Timur Tengah. Karena belum pernah terjadi ada negara Arab yang pemerintahannya tumbang akibat demonstrasi rakyat.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sekalipun PLO memiliki kantor di Tunisia, namun hanya para pemimpin organisasi ini yang diperbolehkan memasuki negara ini. Pemerintah Tunisia di masa Zine El Abidine Ben Ali pada 2008 lalu saat Israel menyerang Jalur Gaza, melarang warganya untuk melakukan demonstrasi anti Israel. Tidak hanya itu, Ben Ali juga melarang upaya mengumpulkan bantuan rakyat untuk warga Gaza.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kebanyakan negara-negara Arab saat ini punya terlilit masalah yang sama seperti tidak adanya kebebasan, kemiskinan dan penggangguran. Masalah ini membuat rakyat di Tunisia melakukan demonstrasi memprotes kebijakan pemerintahnya begitu juga yang terjadi di Aljazair yang menyebabkan puluhan rakyat tewas dan cidera.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Protes ini pada akhirnya melengserkan pemerintahan Zine El Abidine Ben Ali dan para pengamat politik berkeyakinan bahwa tumbangnya pemerintahan Ben Ali merupakan sebuah pesan penting bagi penguasa sebagian negara-negara Arab yang berkuasa bertahun-tahun secara turun temurun. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Pertama di Arab</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kejadian dramatis tumbangnya rezim Tunisia akibat revolusi rakyat tersebut merupakan pengalaman pertama di dunia Arab karena berbagai alih kekuasaan yang terjadi di berbagai negara Arab selama ini berlangsung lewat kudeta (baik kudeta berdarah atau kudeta putih/damai) atau sang penguasa didahului ajal sebelum masa kekuasaannya berakhir.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sebagai contoh revolusi para personil AB Mesir terhadap dinasti Raja Farouk pada 1952, kemudian diikuti oleh puluhan kudeta di negara-negara Arab lainnya. Revolusi pertama kali dan serupa dengan kejadiaan di Tunisia itu untuk kawasan Timur Tengah terjadi di Iran pada 1979 yang menjatuhkan Sah Reza Pahlevi, sang diktator pendukung kuat Zionis Israel.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Menggambarkan kejadian di Tunisia, seorang analis Arab Saudi, Abdurrahman al-Rashid dalam kolomnya di harian al-Sharq al-Awstah, Ahad (16/1), menyebutkan bahwa sejarah menulis banyaknya revolusi di Arab, namun tak satu pun berbentuk revolusi sesungguhnya dengan kata lain revolusi rakyat. ``Semuanya karena kudeta atau alih kekuasaan secara paksa, karenanya revolusi di Tunisia membukukan sejarah baru sebab berbeda dengan revolusi-revolusi sebelumnya,`` paparnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dia menggambarkan situasi di negeri dengan luas sekitar 163 ribu km2 atau 1,2 dari luas Pulau Jawa itu sebagai diluar jangkauan radar para pengamat dan hampir semua analis melihat bahwa kerusuhan hanya bersifat sementara dan aparat beserta tentara pasti akan segera memadamkannya. Pandangan ini banyak benarnya mengingat Ben Ali yang memiliki ribuan pasukan keamanan khusus dapat bertindak dengan tangan besi.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sebelumnya banyak pihak yang berpendapat bahwa kerusuhan di negeri Zaitun ini lebih bersifat ekonomis karena banyaknya pemuda yang menganggur. Asumsi ini didasari karena letupan tersebut bermula dari unjuk rasa karena kesulitan ekonomi dari kota wisata, Sidi Bou Said yang meluas ke seantero negeri menimbulkan korban lebih dari 60 orang tewas.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Namun sejatinya yang terjadi adalah krisis politik yang lebih luas dibandingkan dengan masalah ekonomi dan pengangguran. Dengan kata lain, permasalahan utamanya adalah kebencian yang demikian memuncak terhadap pemerintahan diktator Ben Ali dan hilangnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintahannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">\"Intinya pengangguran adalah satu-satunya yang tersisa sebagai sarana untuk menggugat pemerintah dan menunjukkan ketidakpercayaan terhadapnya. Pelaksanaan Pemilu selama ini hanya sebatas drama politis untuk melanggengkan kekuasaan tangan besi,`` ujar sejumlah analis lainnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kondisi ekonomi memang buruk namun tidak seburuk kebanyakan negara Arab lainnya. Angka pengangguran misalnya 13 % bandingkan dengan Yaman yang mencapai 30 %, kemudian daya beli rakyat lebih tinggi dibandingkan tetangganya Libya yang penghasil minyak, sementara angka pertumbuhan ekonominya lebih tinggi dari tetangga lainnya, Aljazair yang menjadi salah satu produsen minyak dan gas terbesar di dunia.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Meskipun Tunisia miskin sumber alam dan hanya menggantungkan pendapatan di sektor pertanian dan pariwisata, namun berada di urutan teratas di dunia Arab dalam urusan pendidikan warganya. Negara ini masuk nomor 18 seluruh dunia yang paling banyak anggaran pendidikannya dan masih bertahan di urutan pertama di dunia Arab.</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/_T1NcSXWFGEQ/TTjoDBEpChI/AAAAAAAAAg4/SQllRKtVOBs/s1600/Kerusuhan-Tunisia-2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="198" src="http://1.bp.blogspot.com/_T1NcSXWFGEQ/TTjoDBEpChI/AAAAAAAAAg4/SQllRKtVOBs/s320/Kerusuhan-Tunisia-2.jpg" width="320" /></a></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Apapun alasan jatuhnya Ben Ali atau Ben A Vie itu yang jelas rakyat Tunisia telah membukukan sejarah dan berhasil mengubah status quo di dunia Arab yang seolah-olah tidak mungkin diubah. ``Rakyat Tunisia telah berhasil keluar dari kegelapan dan mengubah status quo yang seolah-olah tidak akan pernah bisa diubah,`` papar Zahir Majid, seorang analis Arab,</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Apa yang terjadi di Tunisia ini adalah sebuah model. Artinya, juga bisa terjadi di seluruh Arab,” ujar Amir Saleh, periset di Cairo Institute for Human Rights Studies. “Saya khawatir, gelombang yang sama akan menulari negara-negara lainnya. Mengingat gejala yang sama telah terlihat di Mesir, Jordania, Maroko dan Aljazair.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Menurutnya, gerakan liberal di Arab ini ditopang generasi muda yang terhubung dengan kabel, alias generasi online. Revolusi melalui internet, sudah lama disadari, bisa menginfeksi dengan sangat cepat. “Jika ada momentumnya, maka peristiwa Tunisia ini akan menulari seluruh kawasan,” keluhnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kekhawatiran Amir Saleh memang beralasan. Terutama setelah Presiden Tunisia, Zine El Abidine Ben Ali digulingkan rakyatnya setelah demokrasi di jalanan berlangsung sebulan terakhir.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Ben Ali yang sempat menyelamatkan dirinya ke Arab Saudi, pun akhirnya lengser dan digantikan oleh PM Mohammed Ghannouchi yang kini berjuang membentuk pemerintahan baru.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tidak ada yang sadar akan bahaya laten krisis Tunisia, hingga seorang pemuda membakar dirinya pada 17 Desember 2010 lalu, karena tingginya angka kemiskinan dan merajalelanya pengangguran.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tergulingnya Ben Ali menjadi sebuah kejutan bagi kawasan Arab. Dunia pun seakan tersentak tentang parahnya kondisi negara ini. Pertumbuhan ekonomi Tunisia tercatat sangat rendah, jauh ketimbang negara-negara lain di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA).</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dari pertumbuhan rata-rata di kawasan MENA, Tunisia hanya tumbuh pada kisaran 4,5%. Hal ini sudah berlangsung sejak satu dekade lalu. Krisis diperparah dengan pengangguran, yang berdasarkan data Bank Dunia, selalu diatas 10% selama sepuluh tahun terakhir.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Vice President Shamshad Akhtar World Bank MENA mengakui, data tersebut sangat buruk. Ia pun menilai, pemimpin Tunisia terlambat menindaki masalah pengangguran.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">“Negara ini terus di bawah potensi yang bisa mereka capai, selama beberapa tahun terakhir,” ujarnya dalam sebuah wawancara ketika Arab Economic Summit di Uni Emirat Arab, Rabu (19/1).</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Selain pengangguran, Akhtar merasa kawasan MENA juga sangat lemah dalam hal pendidikan dan harus segera diatasi. Demikian pula kemajuan teknologi yang amat lambat. Sehingga ekspor industri hanya mencapai 0,6% dari total ekspor. Hanya beberapa negara saja yang melakukan perubahan kecil, seperti Mesir dan Jordania.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kawasan ini, lanjut Akhtar, memang memiliki daya tahan yang sangat baik terhadap krisis dan bahkan kebal. Namun Arab harus mengembangkan perekonomian sistematis yang berdasar pengetahun. “Harus ada analisa tren pertumbuhan di sektor perdagangan serta kesempatan berinvestasi,” katanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Hal inilah penyebab utama digelarnya Arab Economic Summit. Para pemimpin Arab berkumpul di Mesir untuk berdiskusi serta mencari cara mengembangkan kawasan dalam hal perdagangan dan pembangunan. Tunisia menjadi topik hangat yang dibicarakan, mengingat ada kekhawatiran revolusi di negara itu akan menular.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Bahkan dikabarkan, pemimpin Arab tengah menyiapkan program senilai US$2 miliar untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi kawasan yang kaya karena ekspor minyak mentah itu. Bank Dunia juga telah menyatakan kesiapannya membantu, yang diwujudkan dengan penandatanganan sebuah memorandum, Selasa (</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Salah satu kabel pemerintah AS dirilis oleh WikiLeaks (melalui @ spbaines) memaparkan korupsi keluarga Presiden Tunisia, yang masuk hingga bisnis negara ini, dan kemampuannya dalam mengatasi supremasi hukum.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Keluarga Presiden Ben Ali yang disebut "The Family" terkena kebocoran ini. Meskipun pemerintah sudah berusaha memblokir akses ke WikiLeaks awal bulan ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Menurut survei tahunan Transparency International dan observasi kontal Kedutaan, korupsi diTunisia semakin buruk. Entah itu uang, jasa, tanah, properti, bahkan kapal pesiar, keluarga Presiden Ben Ali dikabarkan selalu menginginkannya dan mendapatkan apa yang diinginkan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Imbas terhadap ekonomi sudah jelas, dimana investor Tunisia, yang kini takut akan campur tangan “The Family” terhadap investasi-investasi terdahulu. Alhasil, tingkat investasi domestik rendah dan pengangguran tinggi. Demikian ungkap kabel kedutaan AS di Tunisia.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tampaknya setengah komunitas bisnis Tunisia dapat mengklaim, koneksi Ben Ali didapat melalui perkawinan, dan banyak kekisruhan ini juga dibuat sebagian besar keturunan mereka.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Ben Ali memiliki tiga anak-anak dengan istri pertamanya Naima Kefi, yakni Ghaouna, Dorsaf dan Cyrine. Mereka menikah masing-masing dengan Zarrouk Slim, Slim Chiboub, dan Marouane Mabrouk, semua dengan kekuasaan ekonomi yang signifikan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Masalah yang tidak kalah pelik berasal dari klan Trebelsis, garis keluarga istri keduanya, Leila ben Ali.Disebutkan, Leila adalah simpanan Ben Ali ketika masih menjadi perdana menteri, yang ketika hamil menipu Ben Ali dengan mengatakan bahwa ia mengandung anak laki-laki. Hal yang sangat diinginkan Ben Ali, ayah dari tiga anak perempuan. Tak heran, bila Leila segera dinikahinya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Keluarga Trebelsi perlahan mulai mengakumulasi kekuasaan begitu banyak sehingga mereka memonopoli perekonomian Tunisia melalui premanisme, intimidasi, pengambilalihan dan pencurian langsung dan beroperasi dengan kekebalan. Ada dugaan korupsi yang dilakukan Trabelsi kerap barbar, akibat rendahnya pendidikan, status sosial yang rendah, dan konsumsi yang mencolok.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Lihat saja aksi Leila di tengah perkembangan real estat dan booming harga tanah. Ia sadar, kepemilikan properti bisa jadi rejeki nomplok atau satu cara pengambilalihan aset. Pada musim panas 2007 lalu, Leila menerima tanah yang diinginkan di Carthage gratis dari pemerintah dalam rangka membangun Carthage International School.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Selain tanah, sekolah menerima 1,8 juta dinar (US $ 1,5 juta) hadiah dari pemerintah. Dan dalam hitungan minggu, pemerintah telah membangun jalan baru dan stoplights untuk memfasilitasi akses sekolah. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Namun dilaporkan, Leila telah menjual Carthage International School untuk investor Belgia, meski Kedutaan Besar Belgia saat ini belum mampu mengkonfirmasi rumor. Bila ini benar, maka Leila mendapat laba yang luar biasa banyak, mengingat semua itu diperoleh tanpa biaya sepeser pun.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sementara beberapa keluhan tentang klan Trabelsi berasal dari penghinaan untuk kecenderungan sifat orang kaya baru. Tunisia juga berpendapat bahwa Trabelsis dibenci karena penyalahgunaan sistem.Dengan aksi ini, masayarakat Tunisia mengindentifikasi mereka dengan bahasa mafia "The Family".Adapun kepala mafia tersebut adalah BelHassen Trabelsi, yang tidak lulus SMA.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Belhassen adalah anggota keluarga paling terkenal dan dikabarkan telah terlibat dalam berbagai macam skema korupsi, dari Banque de Tunisie hingga pengambilalihan properti dan pemerasan. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Belhassen juga memiliki sebuah maskapai penerbangan, beberapa hotel, salah satu dari dua stasiun radio swasta Tunisia, pabrik perakitan mobil, distribusi Ford, perusahaan pengembangan real estat, dan lainnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Namun, Belhassen hanya satu dari sepuluh saudara kandung Leila, masing-masing dengan anak-anak mereka sendiri.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Presiden sering diberikan kemudahan, yang diperkirakan banyak digunakan klan Trabelsi dan Ia dinilai tidak sadar tentang kecurangan mereka. Bahkan seoroang pendukung kuat dalam pemerintahan menyatakan, bahwa masalah bukan pada Ben Ali, tetapi "The Family" yang terlalu jauh melanggar aturan. Namun demikian, sulit untuk percaya Ben Ali tidak sadar tentangnya tumbuhnya masalah korupsi.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Pada 2006, Imed dan Moaz Trabelsi, keponakan Ben Ali, juga dilaporkan mencuri kapal pesiar dari pengusaha Perancis yang mempunyai hubungan baik, Bruno Roger, Ketua Lazard Paris. Pencurian yang banyak diberitakan media Perancis, terungkap ketika sebuah kapal pesiar, baru dicat untuk mengaburkanidentitas, muncul di pelabuhan Sidi Bou Said.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Di sektor perbankan, pebisnis Tunisia mempunyai lelucon, bahwa hubungan terpenting yang dapat dimiliki adalah dengan bankir. Hal ni mencerminkan pentingnya koneksi pribadi ketimbang rencana bisnis yang kuat dalam mengamankan pembiayaan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Terkait hal ini, perwakilan dari Credit Agricole mengatakan, Marouane Mabrouk, menantu Ben Ali membeli 17% saham dari Banque du Sud,yang saat ini menjadi Attijari Bank, segera sebelum privatisasi bank. 17% saham ini sangat penting untuk memperoleh saham pengendali di bank sejak privatisasi hanya mewakili 35% saham di bank.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Perwakilan Credit Agricole menyatakan bahwa Mabrouk menjual sahamnya ke bank asing dengan harga premium, dimana pemenang tender, Santander-Attijariwafa yang berkebangsaan Spanyol-Maroko membayar premium dari nilai buku ke Mabrouk.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Meskipun hanya korupsi kecil, hal-hal tersebut adalah ekses dari keluarga Presiden Ben Ali yang mengilhami kemarahan rakyat Tunisia. Ketika Tunisia menghadapi inflasi dan pengangguran tinggi, The Family menampilkan kekayaan. Sedangkan rumor tentang korupsi yang disulut WikiLeaks, telah memercikkan api, yang dapat mengubah masyarakat, dan pemerintah sendiri.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">RESPON LIGA ARAB</span></div><div style="line-height: 115%; text-align: justify;"><br />
</div><div style="line-height: 115%; text-align: justify;">Konferensi tingkat tinggi bidang Perekonomian, Sosial dan Pembangunan negara-negara Arab yang berlangsung di Sharm El-Sheikh, Mesir sama sekali tidak menyinggung kekacauan di Tunisia yang mulai memicu krisis ekonomi di negeri itu.</div><div style="line-height: 115%; text-align: justify;">Konferensi yang berakhir hari Rabu (19/1) hanya menekankan pada masalah pembangunan dan upaya pengentasan pengangguran di negara-negara Arab. "Ini merupakan konferensi ekonomi bukan konferensi politik," kata Menteri Luar Negeri Mesir Ahmed Abul-Gheit saat memberikan keterangan pers di acara penutupan kemarin, menjawab pertanyaan mengapa konferensi itu sama sekali tidak membahas krisis di Tunisia.</div><div style="line-height: 115%; text-align: justify;">"Mesir sudah menyatakan keprihatinannya atas apa yang terjadi di Tunisia dan Mesir menghormati aspirasi rakyat Tunisia. Saya pikir, tidak membahas krisis di Tunisia (dalam konferensi itu) bukan hal yang memalukan karena pada bulan Maret nanti akan ada pertemuan tingkat tinggi untuk masalah politik di Irak, dan masalah Tunisia akan dibahas dalam pertemuan itu, jika masih relevan," tukas Menlu Mesir.</div><div style="line-height: 115%; text-align: justify;">Para pemimpin Arab yang hadir dalam pertemuan di Sharm El-Syaikh hampir tidak ada yang menyinggung krisis dalam negeri Tunisia dalam pidatonya. Hanya Sekretaris Jenderal Liga Arab Amr Moussa yang selintas menyinggung persoalan di negeri itu. Ia mengatakan bahwa apa yang terjadi di Tunisia adalah sebuah "revolusi."</div><div style="line-height: 115%; text-align: justify;">"Masyarakat negara-negara Arab sudah sering diguncang oleh krisis-krisis sosial. Revolusi yang sedang terjadi di Tunisia berkaitan dengan isu-isu ekonomi dan pembangunan sosial dalam pertemuan tingkat tinggi tahun ini. Revolusi itu tidak jauh jaraknya dari kita," kata Moussa.</div><div style="line-height: 115%; text-align: justify;">Sekjen Liga Arab itu juga mengingatkan bahwa masyarakat Arab telah memasuki tahap kemarahan dan frustasi yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya. Untuk itu Moussa menyerukan "pembaruan" di negara-negara Arab untuk mengatasi rasa frustasi di kalangan rakyat.</div><div style="line-height: 115%; text-align: justify;"><br />
</div><div style="line-height: 115%; text-align: justify;">Konferensi tingkat tinggi bidang ekonomi, sosial dan pembangunan negara-negara Arab menetapkan sejumlah resolusi terkait peningkatan kerjasama di ketiga bidang tersebut. Antara lain pembentukan area perdagangan bebas, penyatuan bea cukai, pemberlakukan kebijakan di bidang investasi dan kerjasama dalam bidang teknologi internet, angkatan laut dan bidang kelistrikan.</div><div style="line-height: 115%; text-align: justify;">Konferensi itu juga memberikan perhatian khusus pada masalah keamanan pangan dan sumber air, terutama masalah perubahan iklim yang membuat sumber-sumber air makin langka. Negara-negara Arab sepakat untuk menggalang kerjasama menetapkan strategi pengamanan sumber-sumber air di wilayah Arab</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">RESPON ISRAEL </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Silvan Shalom, Menteri Pembangunan Regional Israel menyatakan kekhawatirannya bila kelompok-kelompok Islam yang berkuasa di Tunisia pasca lengsernya Zine El Abidine Ben Ali, mantan Presiden Tunisia yang anti Islam dan pro-Barat.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Menurut laporan Fars News mengutip surat kabar lintas regional Al-Quds al-Arabi, Silvan Shalom, Menteri Pembangunan Regional Israel kepada Radio Militer Israel menyatakan bahwa masyarakat internasional lebih memilih untuk mengabaikan segala pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Tunisia di masa kepresidenan Zine El Abidine Ben Ali, namun sudah pasti saat ini ada kekhawatiran yang lebih besar terkait berkuasanya gerakan-gerakan Islam yang hingga saat ini kegiatannya mereka dianggap ilegal.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Shalom yang juga wakil Benyamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel menyinggung sambutan hangat Ben Ali terhadapnya pada 2005 saat ia melawat Tunisia.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">"Waktu itu saya menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Israel dan lawatan ke Tunisia untuk ikut dalam sebuah seminar," ujarnya Shalom.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Pada tahun 1994 didirikan Kantor Pelindung Kepentingan Israel dan Tunisia di Tel Aviv, namun aktivitas dua kantor ini pada tahun 2000 sempat ditangguhkan akibat protes Tunisia atas penumpasan Intifadha Palestina oleh Zionis Israel.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Israel secara resmi belum mengeluarkan sikap resmi atas tumbangnya pemerintahan Zine El Abidine Ben Ali yang pro-Barat akibat protes luas warga Tunisia, sementara masyarakat Arab dan organisasi-organisasi keislaman melihat apa yang terjadi di Tunisia sebagai “intifada bangsa Tunisia”.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Berdasarkan Undang-Undang Dasar Tunisia, partai-partai berdasarkan Islam dilarang berdiri di negara ini dan Ben Ali sendiri dikenal sebagai presiden yang keras terhadap organisasi-organisasi keislaman.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sebelum ini, pemimpin partai Islam terpenting Tunisia, Al-Nadha, Rasyid al-Ghannushi, hari Sabtu (15/1) mengatakan berencana pulang ke tanah air pasca hengkangnya presiden Zine al-Abindine Ben Ali.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">"Intifada Tunisia berhasil menggulingkan rezim diktatur", kata pemimpin politik yang hidup di pengasingan di London ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">"Kini tiba saatnya bagi partai-partai politik mengganti rezim diktatorial dengan demokrasi. Saya bersiap-siap kembali ke tanah air," kata laki-laki berusia 69 tahun itu</span></div></div>hary wibowohttp://www.blogger.com/profile/15410910904152445319noreply@blogger.com0