Oleh: Letkol Laut (P) Erwin S. Aldedharma, Komandan KRI Nala
Kebijakan politik, hubungan luar negeri, ekonomi dan militer sebagai bagian dari instrumen kekuatan nasional suatu negara sudah sepantasnya terpadu dan selaras sesuai dengan strategi besar (grand strategy) yang telah ditetapkan. Strategi suatu negara secara logis disusun untuk menjawab kepentingan nasional negara tersebut, dengan demikian tiap negara jelas akan memiliki strategi yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Sebagai salah satu negara berdaulat dan bermartabat, tentunya Indonesia harus memiliki strategi besar yang dapat menjamin tercapainya segala kepentingan nasional guna mewujudkan tujuan nasional menciptakan masyarakat adil dan makmur. Strategi besar inilah yang akan menjadi guidance bagi segenap komponen bangsa untuk secara bersama-sama bekerja sesuai bidang dan keahlian masing-masing mewujudkan cita-cita yang sudah disepakati oleh bangsa ini. Keterpaduan instrumen kekuatan nasional ini akan menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pencapaian kepentingan nasional.
Negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dapat dijadikan rujukan tentang bagaimana menggunakan instrumen kekuatan nasional secara terpadu bagi pencapaian kepentingan nasionalnya. Di bidang keamanan nasional, negeri itu memiliki dokumen Strategi Keamanan Nasional (National Security Strategy) yang disusun oleh Presiden. Strategi tersebut selanjutnya diterjemahkan ke dalam berbagai strategi nasional sesuai aspek yang menjadi fokus dalam kehidupan bernegara oleh Departemen-departemen terkait. Misalnya dalam bentuk Strategi Pertahanan Nasional (National Defense Strategy) yang dirumuskan oleh Departemen Pertahanan ataupun Strategi Keamanan Dalam Negeri Nasional (National Strategy for Homeland Security) oleh Office of Homeland Security. Secara hirarkis organisasi, masing-masing strategi nasional tadi diterjemahkan lagi oleh instansi yang berada dalam lingkup Departemen tersebut untuk menjadi suatu strategi yang menjadi guidance dalam menjalankan tugas pokok masing-masing, sehingga wajar apabila segala keputusan yang diambil dan tindakan yang dilakukan menjadi sinergis sesuai dengan kebijakan umum yang digariskan.
Strategi Pertahanan Negara
Seperti contoh sistem yang diterapkan di AS, pada aspek militer strategi besar negara selanjutnya diterjemahkan secara komprehensif oleh instansi terkait (Departemen Pertahanan) guna menjamin tercapainya tujuan yang diharapkan, sehingga lahirlah strategi pertahanan negara, yaitu suatu strategi di bidang pertahanan yang secara sinergis mengerahkan segenap kemampuan dan kekuatan bangsa dalam rangka mendukung strategi besar.
Apabila ditarik ke dalam konteks Indonesia, sudahkah bangsa ini memiliki strategi pertahanan? Sudah adakah suatu strategi di bidang pertahanan yang secara seragam dipahami dan diterjemahkan oleh semua instansi terkait untuk secara sinergis diaplikasikan guna mencapai satu tujuan yang disepakati? Harus diakui bahwa hingga kini Indonesia belum memiliki suatu dokumen resmi yang memuat tentang strategi pertahanan, yang secara sinergis mengatur pengelolaan dan penggunaan segenap kemampuan dan kekuatan bangsa di bidang pertahanan. Bahkan lebih jauh lagi, Indonesia juga belum memiliki suatu dokumen resmi yang memuat tentang strategi nasional yang dapat dijadikan sebagai pedoman oleh lembaga eksekutif dalam menjalankan roda pemerintahan.
Khusus di bidang pertahanan negara, terkesan saat ini belum adanya keseragaman pola sikap dan pola tindak dalam lingkup Departemen Pertahanan, termasuk di jajaran TNI. Walaupun Undang-undang Pertahanan menyatakan bahwa strategi pertahanan negara disusun berdasarkan kondisi geografis bangsa, namun implementasi di lapangan masih sepertinya mengedepankan strategi pertahanan semesta, di mana dalam menghadapi kekuatan lawan, militer Indonesia masih berorientasi pada taktik perang gerilya. Artinya, musuh akan ditunggu hingga masuk dan menginjakkan kaki ke wilayah daratan Indonesia, yang mana berarti pula bahwa rakyat akan ikut terlibat dalam perang.
Bukan berarti bahwa strategi pertahanan semesta merupakan sesuatu yang keliru, karena sejarah membuktikan bahwa dengan strategi tersebut bangsa ini berhasil merebut dan mempertahankan kemerdekaannya melawan penjajah. Namun dengan perkembangan situasi politik, hukum dan teknologi era sekarang, strategi itu hendaknya tidak ditempatkan sebagai strategi utama, karena hukum internasional melarang keterlibatan rakyat (non kombatan) dalam perang. Sebaliknya, Indonesia harus mampu mencegah musuh masuk ke wilayahnya, sehingga mewajibkan kita mempunyai militer yang memiliki daya pukul dan daya hancur cukup besar serta dapat dikerahkan hingga jauh ke batas terluar yurisdiksi nasional. Bertolak dari pemikiran demikian dan dikaitkan dengan kondisi geografis Indonesia, sudah sewajarnya bila fokus pembangunan kekuatan militer terletak pada Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Operasi Gabungan TNI
Saat ini Departemen Pertahanan tengah menetapkan kebijakan pembangunan kekuatan. Dengan memfokuskan pengembangan dan pembangunan kekuatan pada TNI AL dan TNI AU serta melaksanakan pemantapan kemampuan TNI AD, setidaknya arah pembangunan kekuatan militer nantinya akan sesuai dengan kebijakan pemerintah yang telah tertuang dalam undang-undang. Namun tetap perlu diwaspadai bahwa masih banyak kendala yang akan dihadapi.
Selain faktor ekonomi, belum adanya strategi nasional sebagai acuan dalam menyusun strategi pertahanan jelas menjadi masalah dalam penyusunan strategi dan taktik operasi di masing-masing angkatan. Akibatnya, keandalan TNI secara operasional menjadi dipertanyakan, seperti apakah kekuatan dan kemampuan TNI yang diinginkan, bagaimanakah strategi pertahanan yang akan diterapkan apabila Indonesia mendapatkan serangan militer dari negara lain. Lalu apa yang harus dilakukan oleh ketiga matra TNI, apakah strategi dan taktik yang dimiliki oleh ketiga angkatan sudah saling menunjang satu sama lainnya? Semua pertanyaan itu masih menimbulkan tanda tanya besar karena hingga kini berbagai pihak terkait masih cenderung berjalan sendiri-sendiri, seperti program pengadaan alat utama sistem senjata (Alutsista) yang masih dapat dikatakan belum berorientasi pada pelaksanaan operasi gabungan TNI.
Pada level strategi, permasalahan dapat dilihat pada dokumen strategi yang disusun oleh masing-masing angkatan. Di lingkup TNI AL misalnya, telah disusun Strategi Pertahanan Laut Nusantara (SPLN) yang kemudian disempurnakan menjadi Strategi Pertahanan Maritim Indonesia (SPMI). Dalam keduanya dinyatakan bahwa operasi tempur yang dilaksanakan oleh TNI AL akan membutuhkan dukungan dari TNI AU, namun apakah TNI AU juga sudah mengadopsi SPLN ataupun SPMI kedalam strategi yang diterapkannya? Kata kuncinya adalah dibutuhkan kesepahaman dan kesepakatan di dalam tubuh TNI terhadap bentuk strategi pertahanan, karena belum terciptanya hal demikian membuat program pembangunan kekuatan angkatan yang terkesan berjalan secara sendiri-sendiri merupakan kewajaran.
Sementara di tingkat operasi, permasalahan dapat dilihat pada aplikasi operasi gabungan TNI, misalnya pelaksanaan Operasi Amfibi (Opsfib). Sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang berlaku, pada saat melaksanakan Opsfib proyeksi kekuatan dari laut ke darat dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu Gerakan Kapal Ke pantai (GKK) Lintas Permukaan dan GKK Lintas Heli. Dengan kondisi pantai di wilayah Nusantara yang demikian beragam, tidak semuanya sesuai untuk melaksanakan GKK Lintas Permukaan, sehingga kemampuan untuk melaksanakan GKK Lintas Heli juga perlu untuk diperhatikan.
Namun hingga kini kemampuan tersebut masih belum dapat diandalkan, hal ini diketahui karena TNI AL belum memiliki platform pengangkut heli dalam jumlah yang memadai sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan, jenis heli yang sesuaipun masih perlu dipertanyakan. Masalah lain adalah, tidak semua kapal angkut jenis landing ship tank (LST) yang dimiliki oleh TNI AL dapat mengangkut kendaraan tempur (tank) yang dimiliki oleh Korps Marinir maupun TNI AD. Semua ini terjadi karena dalam proses pengadaan alutsista belum berorientasi pada satu strategi pertahanan negara yang disepakati, sehingga wajar apabila banyak ditemui permasalahan dalam aplikasi tingkat operasi di lapangan.
Dengan memperhatikan contoh-contoh tersebut, perlu disadari bersama bahwa tugas bangsa ini masih sangat banyak. Bahkan sebagai generasi penerus kita juga harus menyadari bahwa ini akan menjadi tugas berat bagi kita semua, generasi muda yang terdiri dari berbagai golongan, baik militer maupun non militer. Kita harus mulai meninggalkan ego sektoral yang selama ini telah menjadi kebiasaan yang membudaya, dan beralih untuk membiasakan budaya kerja yang terkoordinasi dan terintegrasi.
S
ebagai bangsa, Indonesia masih memerlukan strategi nasional yang akan membimbing mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Adapun TNI sebagai komponen utama pertahanan, memerlukan acuan yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas pokoknya. Oleh karena itu, pemerintah perlu didorong untuk segera menyusun suatu strategi nasional yang menjadi kesepakatan semua komponen bangsa, yang oleh Departemen Pertahanan (bekerjasama dengan TNI) akan diterjemahkan menjadi suatu strategi pertahanan yang disesuaikan dengan kondisi geografis negara dengan melibatkan segenap instrumen kekuatan nasional. Sehingga pada gilirannya nanti, masing-masing angkatan akan dapat menjadikan strategi pertahanan tersebut sebagai pedoman dalam melaksanakan pembangunan kekuatan dan penyusunan doktrin pelaksanaan tugas-tugas di lapangan. Tentunya dengan tetap mengingat bahwa semua ini hanya akan dapat terwujud apabila aspek lainnya seperti politik, hubungan luar negeri maupun ekonomi juga berjalan secara terpadu
0 komentar:
Posting Komentar