STUDY KEBIJAKAN PERTAHANAN IRAN

Disusun oleh hary wibowo

(mata kuliah study kebijakan pertahanan)


Pendahuluan
            Iran merupakan sebuah negara republik Islam konstitusional dengan suatu sistem pemerintahan teokratis di mana otoritas politik diberikan kepada seorang terpelajar yang taat, Pemimpin Tertinggi. Islam Syiah merupakan agama resmi Iran, dan hukum Islam merupakan dasar otoritas negara tersebut. Konstitusi Iran menjamin kebebasan beribadah bagi umat Yahudi, Kristen, dan Zoroaster, walaupun mereka terkadang menjadi subjek diskriminasi dan represi. Hari kerja di Iran mulai dari Sabtu hingga Kamis; namun, banyak kantor pemerintah dan perusahaan-perusahaan swasta tutup pada hari Kamis. Jumat adalah hari libur ketika semua perusahaan tutup.
            Sejak kemenangan Revolusi Islam muncul dua pandangan dalam pemerintahan Islam Iran. Pandangan pertama adalah sebuah pandangan radikal, konservatif, dan fundamental yang telah memiliki sebuah peranan yang lebih kuat dalam mengatur pemerintah dan rakyat Iran. Dalam kebijakan luar negeri ia melihat sebuah konflik dalam kebijakan-kebijakan dari rezim Iran Islam dan bahwa “rezim yang agresif” tersebut (sebagaimana pemerintah menyebutnya) dikepalai oleh Amerika. Pandangan yang kedua percaya pada Islam dan Revolusi namun pada waktu yang sama pandangan ini merupakan sebuah pandangan yang moderat.
Beberapa elemen dari rezim dan populasi Iran masih bermusuhan dengan Amerika Serikat. Walhasil, warga negara Amerika dapat menjadi sasaran gangguan atau penahanan ketika mengadakan perjalanan atau tinggal di Iran. Pada tahun 2007, otoritas Iran mencegah sejumlah warga akademis, jurnalis dan Amerika-Iran lainnya yang melakukan perjalanan di Iran untuk alasan-alasan pribadi untuk pergi selama beberapa bulan, dan dalam beberapa kasus menahan dan memenjarakan mereka atas berbagai dakwaan, termasuk spionase dan memberikan ancaman terhadap keamanan nasional. Otoritas Iran dapat menolak akses nasional rangkap bagi Seksi Kepentingan-Kepentingan Amerika Serikat di Teheran, karena mereka dipertimbangkan untuk sepenuhnya menjadi warga negara Iran.
Iran merupakan suatu bangsa yang plural. Persia merupakan kelompok etnis dan budaya utama terbesar di negara ini, meskipun banyak di antara mereka sebenarnya berasal dari nenek moyang campuran. Populasi negara ini memiliki elemen Turki dan Arab (misalnya orang Azer) yang mendominasi wilayah barat-daya. Tambahan, warga negara Iran termasuk Kurdi, Balochi, Bakhtyari, Lur, dan minoritas yang lebih kecil lainnya, seperti orang Armenia, Assiria, Yahudi, dan Brahu (atau Brohi). Rezim Iran melanjutkan untuk memberi tekanan terhadap warga kelompok agama dan etnis minoritas, termasuk Bahai, Arab, Kurdi, Azer, dan lainnya. Sebagai konsekuensinya, beberapa wilayah dalam negara tersebut di mana golongan minoritas ini berdiam, termasuk wilayah perbatasan Baluchistan dekat Pakistan dan Afganistan, bangsa Kurdi di baratlaut negara itu, dan wilayah-wilayah dekat perbatasan Irak, tetap tidak aman.
Hubungan luar negeri Iran terkadang berdasarkan pada tujuan-tujuan persaingan. Tujuan kebijakan luar negeri pragmatis Iran termasuk, dengan tidak mengejutkan, melindungi negaranya dari ancaman-ancaman dari luar dan membangun ikatan-ikatan perdagangan. Iran juga mengekspor revolusi fundamentalnya ke negara-negara lain dan mendukung organisasi-organisasi teroris, dan pendirian-pendirian anti-Amerika dan anti-Israelnya yang berapi-api sudah sangat terkenal.
Hubungan Iran dengan banyak tetangga Arabnya telah mengalami ketegangan dikarenakan usaha-usaha Iran untuk memperluas revolusi Islamnya, suatu cita-cita ideologis yang keras. Pada tahun 1981, Iran mendukung suatu plot untuk menggulingkan Pemerintahan Bahrain. Pada tahun 1983, Iran menunjukkan dukungan terhadap Shi’it yang membom kedutaan Barat di Kuwait, dan pada tahun 1987, jemaah haji Iran membuat keributan selama ibadah haji di Mekah, Saudi Arabia. Mesir mencurigai Iran dikarenakan dukungan kaum fundamental Sunni Mesir. Iran mendukung Hizbullah (di Libanon), Hamas, Jihad Islam Palestina, dan Front Populer untuk Pembebasan Komando-Umum Palestina, yang kesemuanya itu menentang keras proses perdamaian Arab-Israel.
Sejak tumbangnya Shah Reza Pavlavi, sanksi-sanksi ekonomi internasional yang berkepanjangan terhadap Iran dipadukan dengan Islam Syiah konservatif dari elit agama mullah yang sedang memerintah dengan antipati yang luar biasa terhadap Barat dan Israel telah mengakibatkan munculnya tuntutan-tuntutan keamanan nasional yang kompleks bagi Iran. Dengan usaha keras untuk membangkitkan kembali pengaruh kebiasaan tradisionalnya di wilayah Teluk Persia sebagai pemain utama, Iran menghadapi tidak hanya tantangan dari Barat, dan khususnya Amerika Serikat, namun juga dari kekuatan-kekuatan lokal dan raja-raja yang berpengaruh.
Urusan keamanan nasional primer Iran terutama “lokal” yang berkenaan untuk menjaga keamanan internal negaranya. Hal ini berarti menjaga keamanan revolusi Islam yang dimulai dengan menggulingkan Shah pada tahun 1979. Keamanan Iran memiliki tiga poin fokus tujuan: mengamankan negara dari elemen-elemen oposisi seperti Mujahidin yang disponsori Irak yang beroperasi di sepanjang perbatasan Iran dengan Irak; menjaga integritas kawasan dari pergerakan-pergerakan pemisahan diri yang sudah terkenal potensial di Azerbaijan dan Kurdistan; dan mencegah serangan-serangan pemberontak etnis keagamaan ke dalam Iran dari negara-negara tetangga Iran. Serangan-serangan itu dapat berasal terutama dari negara-negara yang dalam proses dekomposisi seperti Irak dan Afganistan atau dari negara-negara konflik seperti Azerbaijan dan negara tetangganya, Tajakstan.
Misi Angkatan Bersenjata Iran adalah untuk menjamin integritas kawasan negara tersebut. Berikutnya pada akhir konflik delapan tahun Iran-Irak yang mengurangi kemampuan militer Iran, Iran berangsur-angsur sedang berada dalam proses pembangunan kembali infrastruktur peralatan perang dan militer. Dengan adanya isolasi politik yang dihadapi Iran dan menumpuknya ancaman yang datang dari kehadiran Amerika di kawasan tersebut, Irak yang bermusuhan di sebelah barat dan ketegangan-ketegangan etnis yang tidak menentu dalam negara itu di bagian utara dan timur, Iran telah memulai sebuah program persenjataan-kembali yang kokoh. Kesiapan perhatian Iran terhadap keamanan internalnya disebabkan oleh adanya ancaman-ancaman terhadap semua sisi negeri akan menempatkan semua militernya untuk berkonsentrasi pada pengurangan kemungkinan bahwa stabilitas yang sudah melekat pada wilayah-wilayah itu tidak menyebar ke Iran.
Dengan demikian, Iran telah menekankan strategi militernya pada dua tujuan utama:
            Mempertahankan keamanan internal Iran untuk mencegah timbulnya pemberontakan-pemberontakan nasionalis di antara golongan minoritas etnis keagamaan. Potensi bagi pemberontakan-pemberontakan ini dipicu oleh konflik-konflik di wilayah negara hingga ke utara Iran sebagaimana di Afganistan hingga ke timur.
            Membatasi akses Amerika Serikat terhadap Teluk Persia. Penyebaran kapal-kapal anti-peluru seperti sistem Ulatsutra bangsa China di Selat Hormuz dan pembelian kapal-kapal selam dengan kemampuan memasang ranjau mendukung tujuan itu.
            Angkatan Darat Iran masih tidak bisa untuk menghadapi serangan tentara terkombinasi modern. Hal ini dikarenakan ketaatannya pada konsep-konsep doktrinnya yang ketinggalan jaman, sebuah struktur yang tidak sesuai secara luas bersandarkan pada formasi-formasi pasukan infantri yang jujur dan ketidakmampuan untuk secara efektif mengintegrasikan operasi-operasi darat dan udara pada medan berat, ukuran yang luas dan kedalaman operasional Iran.
            Angkatan udara dan pertahanan udara Iran merupakan mata rantai terlemah di antara semua lini pertahanan negara ini. Situasi yang demikian ini akan tetap bertahan hingga modernisasi terhadap pesawat terbang Iran terjadi, jumlah pesawat terbang yang seperti itu meningkat dan pelatihan terhadap pilot-pilot yang menerbangkannya dan penemuan perbaikan bagian pesawat ini meningkat pula. Mayoritas penemuan penggantian bagian-bagian pesawat tempur dan pesawat pengebom yang sudah tua dari AS ini merupakan percampuran dari pesawat terbang Rusia dan China. Meskipun banyak masalah serius yang akhir-akhir ini dialamatkan melalui akuisisi angkatan bersenjata asing dan perkembangan dan produksi pribumi dari pelatih pesawat terbang militer Azarakhsh dan Tandar, pesawat terbang Iran memiliki kemampuan serang yang paling sederhana. Bagaimanapun, Iran masih tetap rawan untuk diserang dari udara dikarenakan miskinnya pertahanan udara negara ini.
            Sebagai hasil dari kerawanannya atas serangan udara karena defisiensi yang signifikan pada system pertahanan udara strategisnya, Iran membangun kekuatan-kekuatan persenjataan strategis sebagai suatu harga yang efektif dalam menjawab kekuatan-kekuatan udara yang lebih kuat dari negara-negara tetangganya dan mengkompensasikan kelemahannya dalam hal kekuatan pasukan udara tersebut. Program pengembangan senjata strategis Iran merupakan prioritas utama militer negara ini; dengan semua indikasi, porsi dana yang dicurahkan untuk program ini tetap penting meskipun fakta bahwa tekanan-tekanan finansial yang keras telah memaksa pemotongan-pemotongan anggaran di sana-sini. Usaha Iran akan melanjutkan fokusnya pada pembangunan infrastruktur yang diperlukan untuk memproduksi senjata nuklir, produksi senjata biologi dan akuisisi atau produksi rudal-rudal dan menemukan pesawat terbang untuk megirimkan rudal-rudal itu.
            Melonjaknya anggaran pertahanan pada tahun 1990an berakar dari evaluasi-evaluasi internal Pasdaran dan angkatan bersenjata reguler Iran selama masa perang Iran-Irak pada tahun 1988-89. Setelah konflik itu Dewan Keamanan Nasional dan Komando Tinggi Iran meminta sejumlah perbaikan. Rekomendasi difokuskan pada empat area: modernisasi dan rasionalisasi struktur-struktur komando angkatan bersenjata republik (termasuk Pasdaran), penciptaan sebuah komando rantai tunggal, persenjataan-kembali, dan pembangunan industri-industri pertahanan negara. Perdana menteri demisioner (Moussavi) merangkum pemikiran pemerintah atas rekomendasi itu pada bulan September 1988 ketika ia mengatakan, “tugas fundamental adalah untuk memperkuat kekuatan-kekuatan pertahanan.”
            Penguatan tersebut dikombinasikan dengan sebuah dorongan terhadap sufisiensi-diri militer, yang memandang bangsa Iran mencari bantuan teknis dari luar untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang beragam, baik secara operasional maupun produksi peralatan. Iran melanjutkan trend negaranya untuk mendukung retorika bebas yang kuat, bagaimanapun, menandai bahkan produksi lisensi dari peralatan luar negeri sebagai loncatan ke depan yang besar bagi industri militer Iran. Laporan-laporan dalam perkembangan bangsa Iran dalam kemampuan pribuminya antara tahun 2000 dan 2008 secara terus-menerus diperdebatkan sebagai hasil yang mungkin berasal dari bimbingan teknis asing dari sekutu-sekutu Iran, seperti Rusia, Ukraina, China dan Korea Utara.

Dewan Pertahanan Tertinggi Iran (Iran Supreme Defense Council, SDC)
            Perencanaan strategis Iran dan peluncuran kebijakan militer dan pertahanannya telah menjadi tanggung jawab bagi Dewan Pertahanan Tertinggi (SDC, dan terkadang dikenal sebagai Dewan Pertahanan Nasional Tertinggi), diciptakan pada tahun 1980, yang memiliki perwakilan pada wilayah operasional dan markas besar lapangan untuk menyediakan panduan politik dan strategi bagi para komandan lapangan. Wakil-wakil SDC dapat pula memveto keputusan-keputusan militer.
            Menurut Pasal 110 dari Konstitusi 1979 Republik Islam Iran, fakih (seorang ahli dalam hukum keagamaan Islam; di Iran Pimpinan Tertinggi mengasumsikan fungsi ini) berkuasa untuk menunjuk dan membubarkan kepala Staf Bersama, komandan kepala Pasdaran, dua penasihat Dewan Pertahanan Tertinggi (SDC), dan para komandan kepala di lapangan, angkatan laut, dan angkatan udara atas rekomendasi SDC. Ia juga berkuasa untuk meninjau aktifitas-aktifitas SDC dan untuk mendeklarasikan perang dan memobilisasi angkatan bersenjata atas rekomendasi SDC. Sebagai fakih, Ayatullah Khomeini, meskipun memelihara peranan sebagai penengah terakhir, mendelegasikan kedudukan komandan kepala kepada presiden Republik ini.
   Presiden Iran, dalam kapasitasnya sebagai pemimpin SDC, memiliki tanggung jawab agung terhadap semua operasi Organisasi Industri Pertahanan (Defense Industries Organization, DIO). DIO merupakan suatu konglomerasi negara terhadap industri-industri angkatan bersenjata dan industri-industri militer yang berkaitan lainnya. SDC juga memiliki kewenangan penciptaan suatu kelompok yang terpisah dari organisasi-organisasi terutama untuk Pasdaran pada tahun 1983.
   Sebagai tambahan dalam menetapkan tugas-tugas komandan kepala, Pasal 110 mengeluarkan komposisi SDC sebagai berikut: Presiden negara, Perdana Menteri, Menteri Pertahanan, Kepala Staff Bersama Angkatan Bersenjata, Komandan Kepala Pasdaran, dan dua penasihat yang ditunjuk oleh fakih. Pejabat-pejabat senior lainnya boleh menghadiri rapat-rapat SDC untuk merundingkan isu-isu pertahanan nasional. Pada waktu dulu, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pasdaran dan deputinya, Panglima Kepala Angkatan Udara dan Angkatan Laut, Direktur Kantor Informasi Perang, dan yang lainnya telah menghadiri rapat-rapat SDC. Panglima Kepala Angkatan Darat yang mengikuti Revolusi 1979, Kolonel Seyyed-Shirazi, adalah seorang anggota SDC sebagai seorang wakil dari angkatan militer untuk fakih, sedangkan pembicara Majelis (parlemen Iran) Hujjatul Islam Ali Akbar Hashemi-Rafsanjani adalah wakil dari angkatan politik untuk fakih.
            Pada mulanya panglima dari sebuah wilayah operasional terbebani oleh kehadiran seorang wakil SDC di markas besarnya dan seorang wakil pribadi dari Ayatullah Khomeini. Kedua tokoh yang berpengaruh ini dapat secara efektif mengambil permasalahan apapun dari pundak sang panglima dengan kewenangan yang lebih tinggi. Pada tahun 1987 wakil SDC di Wilayah Komando Operasional Barat juga dipegang oleh panglima Pasdaran untuk komando wilayah operasional itu, sebuah situasi yang kemudian menjadi komplikasi system control dan komando. Laporan-laporan pada tahun 1987 mengindikasikan bahwa perintah-perintah SDC kepada wakil-wakil regional telah dimodifikasi untuk membatasi angka korban yang banyak yang disebabkan oleh nasihat mereka yang tidak sesuai. Penasihat-penasihat keagamaan non-militer yang tidak berpengalaman telah melihat campur tangan mereka dalam permasalahan-permasalahan yang murni teknis secara dramatis berkurang.
Urumiyeh mengorganisasikan kembali proposal-proposal yang berhubungan dengan pemisahan administratif terhadap layanan-layanan itu sebagai bagian dari realitas politik Iran. Sebagai konsekuensinya, sama seperti pada 1987 terdapat dua rantai komando di bawah SDC, yang satu bersifat administratif, lainnya operasional. Untuk beberapa hal rantai komando rangkap ini hadir karena pemerintahan revolusioner telah menahan sebuah versi modifikasi bagi struktur organisasi Angkatan Bersenjata Kekhalifahan Iran (Imperial Iranian Air Force, IIAF) yang ditiru pada kekuatan-kekuatan divisi Amerika Serikat antara fungsi-fungsi administratif staf sekretaris layanan dan fungsi-fungsi operasional staf kepala dan sekretaris pertahanan. Tambahan, para pemimpin IRP menginginkan untuk membatasi perpecahan antara militer biasa dengan Pasdaran. Menurut Pembicara Hashemi-Rafsanjani, Panglima Kepala layanan, Menteri Pertahanan, dan Menteri Pasdaran dipindahkan dari rantai operasional untuk menghindari perpecahan lanjut dari kedua kelompok tersebut.
Dewan Pertahanan Tertinggi dipulihkan kembali dengan mengorganisasikan kembali dan memperluas Dewan Keamanan Nasional Tertinggi pada 1989.

Dewan Keamanan Nasional Tertinggi
            Dengan memulihkan kembali Dewan Keamanan Tertinggi pada tahun 1989, Dewan Keamanan Nasional Tertinggi (Supreme National Security Council, SNSC, juga terkadang disebut sebagai Dewan Keamanan Tertinggi, sebuah nama lain dari Dewan Keamanan Tertinggi yang ada sebelumya) merupakan sebuah lembaga yang didirikan sebagai bentuk revisi dari Konstitusi Republik Islam Iran. SNSC dibentuk dengan tujuan untuk memantau Revolusi Islam dan membentengi kepentingan-kepentingan nasional IRI termasuk di dalamnya integritas wilayah territorial dan kedaulatannya.
Menurut Pasal 177 dari Konstitusi, tanggung jawab SNSC adalah sebagai berikut:
  1. Untuk menentukan kebijakan-kebijakan pertahanan/keamanan nasional dalam kerangka kerja kebijakan umum yang ditentukan oleh Pemimpin Tertinggi.
  2. Untuk mengkoordinasikan aktifitas-aktifitas politik, intel, sosial, budaya, dan ekonomi dalam hubungannya dengan kebijakan-kebijakan pertahanan/keamanan.
  3. Untuk mengeksploitasi sumber daya-sumber daya materi dan non-materi milik negara untuk menghadapi ancaman-ancaman dalam negeri dan luar negeri.
 SNSC memiliki kepala pada program nuklir Iran. Sepadan  dengan tanggungjawabnya, SNSC mendirikan komite-komite bawahan seperti sub-komite pertahanan dan sub-komite keamanan nasional. Sub-komite ini dikepalai oleh Presiden atau oleh salah satu anggota SNSC yang ditunjuk oleh Presiden.
Batas-batas kewenangan dan fungsi dari komite-komite bawahan ini ditentukan oleh hukum, dan struktur organisasional mereka disahkan oleh SNSC. Pengesahan dari SNSC akan menjadi kuat setelah ratifikasi dari Pemimpin Tertinggi.
Anggota-anggota SNSC terdiri dari:
~ Para kepala tiga Kekuasaan (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif)
~ Kepala Angkatan Bersenjata Dewan Komando Tertinggi (Chief of the Supreme Command Council of the Armed Forces, SCCAF)
~ Pejabat yang bertugas untuk Rencana Organisasi Dana (Plan an Budget Organization, PBO; sekarang ini adalah Organisai Manajemen dan Perencanaan, Management and Planning Organization, MPO)
~ Dua wakil yang dinominasikan oleh Pemimpin Tertinggi
~ Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Informasi (Intel)
Seorang menteri yang mengurusi permasalahan tersebut, dan kewenangan tertinggi dari Angkatan Bersenjata dan Korps Penjaga Revolusi Islam (Islamic Revolution’s Guards Corps, IRGC).
Pada 6 Juli 2005 Hassan Rohani dilaporkan telah meletakkan jabatannya sebagai Sekretaris dari SNSC Iran. Rohani telah berlaku sebagai kepala negosiator nuklir Iran dalam pembicaraan negara Islam dengan Serikat Eropa sejak Oktober 2003. Ia telah dikritik dengan tajam oleh Presiden yang baru terpilih, kelompok garis keras Teheran Mahmoud Ahmadinejad.
Juru bicara Dewan Ali Aghamohammadi kemudian mengatakan laporan tersebut salah. “Rohani akan tetap berada pada posisinya hingga masa pemerintahan Presiden Muhammad Khatami berakhir. Setelah itu maka terserah Ahmadinejad, yang belum mengumumkan keputusan apapun terhadap Rohani,” Aghamohammadi berkata. “Beberapa orang secara tidak langsung mengatakan bahwa Rohani tidak mau bekerja sama dengan pemerintahan Ahmadinejad, namun hal itu benar-benar salah.”
Pada pertengahan Oktober 2005, Hussein Entezami mengantarkan Ali Aghamohammadi sebagai juru bicara SNSC, dan Abdulreza Rahmani-Fazli ditunjuk sebagai sekretaris dewan dan kepala deputi. Entezami adalah pendiri dan manajer direktur harian “Jam-i Jam,” yang berkaitan dengan agen penyiaran negara (Penyiaran Republik Islam Iran/Islamic Republic of Iran Broadcasting, IRIB), dan Rahmani-Fazli merupakan kepala deputi organisasi itu. Kemudian sekretaris SNSC, Ali Larijani, mengepalai IRIB hingga ia menjalankan pemilihan presiden pada Juni 2005.
Para pejabat dewan yang lainnya juga digantikan. Seyyed Ali Munfarid, yang telah melayani IRGC, Menteri Keamanan dan Intel, dan Menteri Luar Negeri, menggantikan Hussein Musavian sebagai seorang penasihat kebijakan luar negeri untuk Larijani. Selain itu, SNSC melakukan perubahan-perubahan struktural setelah pelantikan Ahmadinejad pada bulan Agustus 2005. Hal ini memberi kesan bahwa keterlibatan ini dapat menandai suatu keterlibatan IRGC yang meningkat dalam aktifitas-aktifitas nuklir Iran, telah mengontrol gudang senjata strategis negara-negara.
Ali Larijani menggantikan Hassan Rohani sebagai Sekretaris SNSC, dan menjalani peranan itu, juga sebagai negosiator nuklir utama Iran, hingga ia berhenti pada Oktober 2007. Saeed Jalili menggantikan Larijani, dan dipuji sebagai orang yang memiliki ikatan yang kuat baik dengan Ayatullah Khomeini maupun Presiden Ahmadinejad. Jalili diberi peran tambahan sebagai Wakil Pemimpin Tertinggi di SNSC pada Juli 2008.

Departemen Logistik Pertahanan dan Angkatan Bersenjata (Ministry of Defense and Armed Forces Logistics, MODAFL)
 Militer biasa (Artesh) dan Korps Penjaga Republik Iran (Iranian Republic Guard Corps, IRGC atau Pasdaran) ada di bawah Departemen Logistik Pertahanan dan Angkatan Bersenjata (MODAFL). Departemen ini, dibentuk pada tahun 1989, pertama kali dikepalai oleh Akbar Torkan, seorang rakyat sipil dan kepala pendahulu dari perusahaan industri pertahanan. MODALF membatasi otonomi institusional IRGC dan menempatkannya di bawah payung seragam kerja pertahanan. Departemen IRGC dikesampingkan, dan struktur komandonya dibawa ke dalam MODALF yang baru.
Departemen Pertahanan memegang persoalan-persoalan administratif untuk angkatan bersenjata biasa. Rantai komando mengalir dari unit komandan kepala senior (divisi, sayap, dan iring-iringan/fleet) hingga komandan layanan eselon-tingkat menengah dan untuk melayani para komandan kepala dan stafnya. Secara sama, Departemen Pasdaran (IRGC) memegang masalah-masalah administratif Pasdaran. Rantai komando mengalir dari komandan unit senior (brigade-brigade operasional dalam hal unit-unit perang) hingga opsir-opsir staf departemen. Dalam hal unit-unit keamanan internal, rantai komando berasal dari komandan lokal ke komandan provinsi (yaitu para kolonel) dan kemudian ke komandan umum provinsi (yaitu para jenderal).

Staff Bersama
Staff Bersama Angkatan Bersenjata, terdiri dari para opsir yang ditugaskan dari berbagai layanan, Pasdaran, Polisi Nasional, dan Polisi Militer (Gendarmerie), bertanggung jawab atas semua masalah operasional. Tugas-tugas utamanya termasuk perencanaan, koordinasi, dan kontrol operasi militer terhadap layanan-layanan tetap, unit-unit perang Pasdaran, Polisi Militer, dan Polisi Nasional bertugas pada front perang. Anggota-anggota Staff Bersama juga diberi kuasa untuk mengintegrasikan secara penuh kekuatan-kekuatan biasa dan paramiliter [berkaitan dengan pasukan keamanan yang disusun, seperti pasukan militer dan berfungsi sebagai unsur pembantu tentara] dalam perencanaan operasional. Komponen-komponen dari angkatan bersenjata Staff Bersama didasarkan pada model system staff bersama dan terkombinasi Amerika Serikat.
Anggota-anggota staff J1, Administrasi dan Personel, mengadakan tugas-tugas perencanaan dan kepenghubungan dengan bagian-bagian lainnya dalam departemen pertahanan, dalam negeri, dan Pasdaran. Mereka juga memantau perhitungan keuangan dan pendanaan dari anggaran-anggaran operasional untuk persetujuan Majlis terhadap semua layanan angkatan.
Personel J2, Intel dan Keamanan, membawa kontrol operasional untuk perencanaan, operasi, latihan, bagian, dan keamanan intel untuk semua elemen kekuatan angkatan bersenjata. Mereka juga mengurus hubungan dengan komiteh-komiteh (komite-komite revolusioner) untuk urusan-urusan keamanan internal dan dengan SAVAMA (pengganti organisasi intel Republik Islam Iran, SAVAK) untuk intel luar negeri.
Anggota-anggota staff J3, Operasi dan Pelatihan, mengadakan pelatihan, perencanaan operasional, operasi, dan komunikasi. Seksi-seksi perencanaan operasional dan operasi selanjutnya dibagi ke dalam sebelas subseksi untuk layanan-layanan perencanaan dan koordinasi, termasuk: Angkatan Darat Islam Iran (Iranian Islamic Ground Forces, IIGF), Penerbangan IIGF, Pasukan Kimia IIGF, Pasukan Artileri IIGF, Pasukan Insinyur IIGF, Angkatan Udara Islam Iran (Iranian Islamic Air Force, IIArF), Angkatan Laut Iran (Iranian Islamic Navy, IIN), Penerbangan IIN, Pasdaran, Polisi Militer, dan Polisi Nasional.
Personel J4, Logistik dan Dukungan, mengkoordinasikan dan menyediakan kepenghubungan untuk layanan-layanan. Tanggung jawab utama untuk logistik dan suplai terletak pada layanan melalui Departemen Pertahanan, Dalam Negeri, dan Pasdaran. Suplai-suplai koleksi dan koordinasi serta koordinasi transportasi bagi front perang, bagaimanapun, masih tetap berada di bawah control J4.
Anggota-anggota staff J5, Kepenghubungan, menangani kepenghubungan dan koordinasi dengan organisas-organisasi non-militer dan organisasi-organisasi militer yang tidak tercakup pada susunan tingkat-Staff Bersama. Organisasi-organisasi yang tercakup pada J5 termasuk Departemen Pertahanan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Pasdaran, Kantor Perdana Menteri, Dewan Sekretariat Menteri-Menteri, SDC, Majlis (terutama Komite Pertahanan dan Urusan Luar Negeri), Yayasan Mobilisasi Populer,Yayasan Pencabut Hak Waris, Yayasan untuk Para Syuhada (Bonyad-e Shahid), Yayasan untuk Korban Perang, dan Pemberantasan untuk Rekonstruksi (Jihad-e Sazandegi atau Jihad).
Kantor Advokasi Staff Hakim menyediakan konsultasi legal bagi Staff Bersama dan memfasilitasi kepenghubungan dengan jaksa agung revolusioner dan system jaksa ketentaraan dari angkatan bersenjata. Anggota-anggota staff Direktorat Politis-Ideologis (Political-Ideological Directorate, P-ID) mengoperasikan biro-biro politis-ideologis dari komponen-komponen Staff Bersama dan direktorat-direktorat politis-ideologis dan biro-biro komando operasional. Kantor ini juga mengembangkan dan menyebarkan materi-materi pelatihan politis-ideoligis, dengan kerja sama yang dekat dengan Yayasan Perbaikan Islam dan layanan-layanan asosiasi-asosiasi Islam. Terakhir, anggota-anggota P-ID mengadakan tugas-tugas kepenghubungan antara Staff Bersama dan Mahkamah Angkatan Bersenjata Revolusioner Islam.
Anggota-anggota Inspektorat Jenderal menangani fungsi-fungsi pengawasan terhadap komponen-komponen staff dan kepenghubungan dengan para inspektur jendral komando operasional. Anggota-anggota staff Kantor Khusus untuk Ketatausahaan mengontrol dan mengkoordinasikan pengadaan suplai dan peralatan militer dari sumber-sumber asing melalui Departemen Pertahanan, Departemen Pasdaran, Departemen Perniagaan dan Perdagangan Asing, dan Bank Sentral Iran.

Doktrin
            Cita-cita dan strategi nasional Iran dibentuk oleh aspirasi-aspirasi politik regionalnya, persepsi-persepsi ancaman, dan keperluan untuk menjaga pemerintahan Islamnya. Teheran berusaha keras untuk menjadi pemimpin di dunia Islam dan mencari celah untuk menjadi kekuatan yang dominan di Teluk. Cita-cita yang kedua telah membawa negara ini ke dalam konflik dengan Amerika Serikat. Otoritas pada Iran Pasca-Revolusi terlihat mengurangi pengaruh politik dan militer Washington di kawasan itu. Dalam kerangka kerja cita-cita nasionalnya, Iran meneruskan untuk memberikan prioritas yang tinggi untuk memperluas program-program persenjataan dan rudal NBCnya. Dengan demikian, pada tahun 1991 Ayatullah Mohajerani (yang kemudian menjadi salah satu deputi Presiden Rafsanjani) mengatakan, “sejak musuh [Amerika Serikat dan terutama Israel] memiliki kemampuan atomis, negara-negara Islam harus dipersenjatai dengan senjata yang memiliki kapasitas yang sama.” Bagaimanapun, program nuklir terlihat akan menjadi suatu pemagaran umum, untuk mengembangkan pilihan nuklir, daripada sebuah program yang berbenturan.
Cita-cita dan strategi-strategi nasional Iran dapat saja terpecah-belah ke dalam dasar pemikiran yang terpisah bagi pengembangan kemampuan nuklir.
~ Dasar pemikiran primer untuk program persenjataan nuklir Iran adalah Irak, meski ketakutan ini menyurut mengikuti tergulingkannya Saddam Hussein. Teheran memandang Baghdad sebagai ancaman regional utama, meskipun Irak menderita kerusakan yang berat selama Perang Teluk pertama. Iran tetap tidak yakin bahwa program NBC Irak akan cukup menahan atau mengeliminasi karena sanksi atau pemantauan PBB yang berkepanjangan. Bangsa Iran yakin bahwa mereka akan sesekali berhadapan dengan tantangan lain dari lawan historis mereka. Perang dengan Irak pada tahun 1980an adalah perang terburuk dalam sejarah Timur Tengah modern, dan dengan bergulirnya abad Iran masih belum pulih dari kerusakan dan trauma atas konflik tersebut. Perang telah mengekspos kelemahan dan kerawanan militer dan strategi Iran, di mana suatu kemampuan persenjataan nuklir dapat mengkompensasikannya. Penekanan Iran pada pengejaran kemampuan-kemampuan produksi bebas terhadap persenjataan dan rudal khusus dikarenakan adanya pengalaman selama perang 1980-1988 dengan Irak, di mana selama waktu itu Iran tidak bisa membalas serangan-serangan kimiawi dan rudal Irak dengan setimpal dan menderita efek dari embargo tentara internasional.
~ Dasar pemikiran kedua, persenjataan nuklir dapat terbukti berguna untuk menghalangi Amerika Serikat, dalam konteks krisis berat di Teluk Persia. Teheran berusaha keras untuk menjadi pemimpin dalam dunia Islam dan mencari celah untuk menjadi kekuatan dominan di Teluk tersebut. Iran khawatir bahwa kehadiran militer AS yang dapat bertambah di kawasan itu dapat membawa pada sebuah serangan terhadap Iran. Kekhawatiran ini mungkin meningkat selama periode 2002-2004 sebagai sebuah basis cincin Amerika di Irak dan Asia Tengah, karena tuntutan konflik baik di Irak hingga ke bagian barat Iran dan Afganistan hingga ke bagian timur Iran, mengelilingi mereka dengan sebuah podium proyeksi kekuatan Amerika. Meluasnya retorika oleh Pemerintahan Bush dan tuduhan-tuduhan terhadap dukungan Iran bagi kelompok militan Shi’ite di Irak tentu saja sedikit menenangkan kekhawatiran bangsa Iran.
            Terakhir, kemampuan senjata nuklir Iran dapat mengangkat suatu keadaan nuklir yang seimbang bagi Israel. Iran terkonsentrasikan oleh kemampuan proyeksi strategis Israel dan potensinya untuk menghantam Iran dengan berbagai cara.
            Perang Iran-Irak mungkin merupakan pengaruh terbesar pada keputusan Iran untuk mengejar kemampuan-kemampuan senjata khusus. Penekanan umum Iran pada pengejaran kemampuan-kemampuan produksi militer independent baik untuk persenjataan konvensional, persenjataan NBC dan rudal adalah dikarenakan pengalamannya selama perang 1980-1988 dengan Irak, di mana selama waktu itu Iran tidak bisa membalas serangan-serangan kimiawi dan rudal Irak dengan setimpal dan menderita efek dari embargo tentara internasional. Dengan adanya kesulitan-kesulitan dalam memodernisasi kekuatan-kekuatan konvensionalnya, Iran terlihat akan mengerjakan persenjataan khusus sebagai suatu penghalang dari adanya agresi.
            Sebagaimana dilaporkan oleh Kantor Berita Republik Islam, pada 19 Oktober 1988 (dua bulan setelah perang berakhir), juru bicara Parlemen (dan presiden akan datang) Ali Akbar Hashemi Rafsanjani mendeklarasikan bahwa “…bom-bom kimia dan senjata-senjata biologi merupakan bom-bom atom yang buruk yang dibuat oleh manusia dan dapat dengan mudah diproduksi. Kita harus setidaknya menyadari persenjataan ini untuk pertahanan kita… Meskipun penggunaan senjata-senjata ini tidak manusiawi, perang mengajarkan kepada kita bahwa hukum-hukum internasional hanya merupakan tetesan tinta di atas kertas.”
            Teheran mungkin memandang senjata NBC dan kemampuan untuk mengirimkannya dengan rudal atau senjata yang jelas untuk penggunaan medan perang, sebagai penghalang, dan sebagai alat-alat yang efektif untuk intimidasi politik terhadap negara-negara tetangga yang tidak begitu kuat. Beberapa pihak berpendapat bahwa pemahaman Iran terhadap kemenangan militer berbeda dengan Barat, berasal dari pandangan Islam tentang kebenaran dan kesyahidan, dan sebagai konsekuensinya ancaman-ancaman tradisional dari balas dendam nuklir mungkin tidak menghalangi bangsa Iran dari menggunakan senjata-senjata khusus.
            Sebuah resolusi yang dihasilkan oleh Dewan Gubernur Kantor Energi Atom Internasional (International Atomic Energy Agency, IAEA) memberi Iran suatu tenggang waktu hingga 31 Oktober 2003 untuk membuktikan dirinya tidak memiliki program senjata atom rahasia. Pada 19 September 2003 Pemimpin Pengganti dari Sholat Jumat Iran dan Sekretaris Dewan Penjaga Ayatullah Ahmad Jannati menganjurkan penarikan Iran dari Pakta Non-Perkembangbiakan Nuklir (Nuclear Non-Proliferation Treaty, NPT). Dengan berbelok pada Protokol NPT Tambahan yang diajukan oleh IAEA, ia menyatakan bahwa bagaimanapun hal itu terserah kepada negarawan Iran dan terutama pada Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam, Ayatullah Ali Khomeini, untuk membuat keputusan pada masalah tersebut. “Pakta telah dicela oleh sejumlah negara. Meskipun Iran telah menandatangani NPT, boleh saja untuk menariknya kembali kapanpun.”
            Pada sebuah pidato tanggal 25 Juni 2005, Pembicara Majelis Gholam-Ali Haddad Adel menekankan bahwa etika, nilai-nilai Islam dan nilai-nilai moral harus menemani politik sehingga dunia tidak menyaksikan ketidak-adilan terjadi lagi. Senjata-senjata kimia merupakan produk kemajuan sains, namun kemajuan itu harus diiringi dengan etika, ia mengatakan dengan merujuk pada Perang Iran-Irak pada tahun 1980-1988, yang telah meninggalkan ratusan dari ribuan orang yang meninggal, dan banyak korban cacat lainnya. Ia menggarisbawahi perlunya untuk mempertahankan hak-hak para veteran perang yang memiliki luka-kimia, dengan mengatakan bahwa musibah yang terjadi di Iran harus diumumkan ke semua orang di seluruh belahan dunia sebagai sebuah dokumen kriminal dari kekuatan negara-negara besar, sebuah referensi bagi negara-negara yang menyediakan teknologi senjata kimia bagi pemerintah Irak selama tahun-tahun peperangan tersebut. Ia mengulangi pernyataan bahwa perusahaan-perusahaan Barat menyediai Irak dengan senjata-senjata kimia, mengatakan, “Irak tidak akan menyerang Iran apakah berarti perusahaan-perusahaan Barat tidak memberi lampu hijau?” Bangsa Iran akan melanjutkan program nuklirnya, tidak akan menghentikannya dan akan membela Republik Islam dengan tegas, katanya. Pernyataan ini menggemakan komentar-komentar yang dibuat oleh Hashemi Rafsanjani pada 1988 segera mengikuti konflik yang terjadi.
            Iran telah lama menolak keinginan untuk menggunakan dan mengembangkan senjata-senjata dan program-program NBC. Ayatullah Khomeini pada kenyataannya telah mengeluarkan sebuah fatwa atau dekrit keagamaan, menyatakan bahwa senjata nuklir bertentangan dengan Islam, sebuah tema yang tidak asing lagi di antara kelompok-kelompok agama, termasuk Gereja Katolik. Pada awal tahun 2008, bagaimanapun, Ayatullah Mezbah-Yazdi menyatakan penggunaan senjata nuklir secara spesifik mungkin dapat dibenarkan di bawah tradisi Islam, dan bahwa segala sesuatu “tergantung pada niat kita.” Hal ini memperlihatkan bahwa sentimen seperti yang dikatakan Ayatullah Mesbah-Yazdi mungkin berbagi dengan Ayatullah Khomeini, walaupun tidak terdapat penarikan fatwa yang formal. Wakil pribadi Pemimpin Tertinggi atas isu nuklir, Hujjatul Islam Zolnur, mengatakan bahwa jika Iran akan dihadapkan pada sanksi ekonomi mereka akan menarik keluar NPT.
            Ketika Iran tidak menarik keluar NPT pada waktu menerima sanksi ekonomi dari Amerika Serikat dan negara lainnya, negara ini telah, antara 2006 dan Juni 2008, meningkatkan nada retorika mereka, termasuk banyak ancaman samara-samar yang luas untuk pembalasan yang massif. Suara Amerika (Voice of Amerika, VOA) melaporkan pada bulan Agustus 2006 bahwa seorang pegawai kantor yang berpengaruh pada Rapat Anggota Ahli Iran (Iran’s Assembly of Experts) telah menyarankan bahwa rudal-rudal balistik Iran akan mengambil target kepentingan-kepentingan Amerika di kawasan itu dan Israel apabila negara ini diserang. Pada bulan April 2008, bagaimanapun, Deputi Komandan-Kepala Mohammad Reza Ashtiani mengatakan bahwa Iran akan “menyapu bersih” Israel jika menyerang.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger