Isyu-isyu utama di kawasan Asia Timur diwarnai dengan ketegangan hubungan di antara negara-negara di kawasan. Ketegangan-ketegangan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut: ketegangan antara Taiwan-Cina, Jepang-Korea Utara, Korea Utara-Korea-Selatan. Dua isyu terhangat yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir adalah ketegangan antara Jepang dengan Cina, dan ketegangan antara Jepang dengan Korea Selatan.
Ketegangan hubungan antara Taiwan dengan Cina terkait dengan keinginan Taiwan untuk menjadi sebuah negara merdeka sejak tahun 1949 dan melepaskan diri dari Cina. Akan tetapi bagi Cina, Taiwan adalah bagian dari wilayah Cina (salah satu provinsinya), sehingga menganggap tindakan Cina untuk untuk memisahkan diri sebagai tindakan separatisme. Cina menyebut taiwan sebagai a renegade province dan seringkali menyatakan akan menyerang Cina jika waktunya sudah tepat. Diktator Cina Deng Xiaoping menyatakan akan menginvasi Cina jika: Taiwan membangun kekuatan nuklirnya; Jika hubungan Taiwan menjalin hubungan dengan Rusia; Terjadinya kerusuhan besar-besaran (widescale) di Taiwan; Jika Taiwan mendeklarasikan kemerdekaannya; Jika Taiwan menolak untuk melakukan unifikasi dengan Cina.
Ketegangan hubungan antara Jepang dengan Korea Utara dilatarbelakangi oleh pendudukan Jepang terhadap Korea Utara pada tahun 1910 sampai 1945. Tindakan militeristis Jepang itu masih “melukai” perasaan rakyat Korea Utara sampai saat ini. Hal itu menyebabkan hubungan kedua negara tidak pernah membaik. Persoalan hubungan kedua negara semakin besar karena ketidaksetujuan Korea Utara terhadap adanya pangkalan militer Amerika Serikat di wilayah Jepang. Korea Utara menganggap keberadaan militer AS tersebut sebagai sebuah ancaman bagi keamanan Korea Utara. Persepsi itu dilatarbelakangi oleh ketagangan antara Korea Utara dengan AS, yaitu terkait isu kepemilikan dan pengembangan persenjataan nuklir Korea Utara. Bahkan bagi AS, Korea Utara merupakan the axis of evil atau poros kejahatan terkait dengan sikap Korea Utara yang selalu bertentangan dengan AS. Sedangkan bagi Jepang, keberadaan militer AS adalah sebagai penjamin keamanan wilayahnya dari serangan negara lain termasuk Korea Utara, karena Jepang tidak memiliki kekuatan militer sejak Perang Dunia II.
Ketegangan hubungan antara Korea Utara dengan Korea Selatan adalah isu yang selalu hangat di kawasan Asia Timur. Sejak pecahnya perang Korea pada tahun 1950-1953 yang berakibat pada terbaginya Korea menjadi dua Korea, permusuhan di antara kedua negara tidak pernah usai. Sejak 1953 sampai saat ini perang Korea masih berlanjut dengan cara yang berbeda. Kedua negara masih terlibat dalam tindakan spionase satu dengan yang lain, masih terjadinya perang-perang kecil di daerah Demilitarized Zone (DMZ), dan melakukan propaganda di daerah perbatasan. Kedua negara juga menjalin aliansi melalui pendekatan perdagangan dan diplomasi dengan negara lain untuk memperkuat posisi masing-masing. Kedua negara juga aktif meningkatkan kekuatan militer masing-masing, di mana Korea Utara membelanjakan sebagian besar Gross National Product-nya (GNP) untuk meningkatkan kekuatan militernya. Sedangkan Korea Selatan memiliki militer yang terlatih dengan baik dan memiliki persenjataan canggih serta di back-up oleh AS dengan keberadaan pangkalan militer di wilayahnya.
Ketegangan antara Jepang dengan Korea Selatan merupakan salah satu isyu hangat di kawasan Asia Timur saat ini. Ketagangan itu terkait dengan perselisihan tentang pulau Tokdo. Jepang mengklaim bahwa pulau tersebut adalah bagian dari wilayah Jepang yang dalam bahasa Jepang disebut dengan Takeshima atau Bamboo Island. Sebaliknya Korea Selatan juga menganggap pulau itu yang dalam bahasa Korea Selatan disebut dengan Tokdo atau Lonesome Island, sebagai wilayahnya.
Isyu lain yang menjadi tema hangat adalah ketegangan antara Jepang dengan Cina terkait dengan penerbitan buku pelajaran sejarah Jepang. Cina menganggap bahwa dalam buku sejarah tersebut Jepang tidak mengakui kekejaman tentaranya terhadap bangsa Cina ketika terjadi perang antara Jepang dengan Cina. Tindakan Jepang tersebut dikenal dengan “whitewash” yaitu Jepang tidak mengakui kekejaman kolonisasi dan agresi yang pernah dilakukannya selama Perang Dunia II. Jepang telah membolak-balikkan fakta sejarah “twisted history” dalam buku sejarah tersebut, sehingga membuat Cina sakit hati “deeply hurt”. Sikap Jepang yang tidak mau merubah isi buku tersebut sampai menyebabkan Ketua Parlemen Cina Li Peng menangguhkan kunjungan balasan ke Jepang yang semula dijadwalkan berlangsung dari tanggal 28 Mei, selama seminggu.
Sejak tahun 1949 perselisihan Cina dengan Taiwan tidak pernah usai, bahkan terus meningkat. Ketegangan hubungan kedua negara yang disebabkan oleh perbedaan pandangan mengenai status Taiwan, di mana Taiwan menganggap dirinya bukan bagian dari wilayah Cina, sementara Cina menganggap Taiwan adalah bagian dari wilayah Cina. Ketegangan selalu muncul ketika mencuat isu tentang keinginan Taiwan untuk mendeklarasikan kemerdekaannya. Cina menyebut Taiwan dengan Provinsi pembangkang atas tindakan tersebut.
Bahkan Cina secara terang-terangan menyatakan akan menyerang Taiwan jika Taiwan mendeklarasikan kemerdekaan ataupun tidak mau melakukan unifikasi dengan Cina. Jika perang antara Cina dan Taiwan benar-benar terjadi menurut Hayes, maka perang tersebut akan melibatkan banyak negara yaitu Jepang, AS, dan Korea Utara. Sebagaimana diketahui bahwa AS adalah aliansi utama Taiwan yang menjamin keamanan wilayahnya selama ini dari serangan Cina. Jika Cina menyerang Taiwan maka sudah pasti AS akan membantu Taiwan.
Posisi Jepang dalam kasus ini juga sangat rawan karena Jepang merupakan sahabat dekat Taiwan dan juga negara aliansi AS. Jepang adalah salah satu penyuplai persenjataan terbesar Taiwan setelah AS. Cina seringkali mengingatkan Jepang untuk menghentikan penjualan senjatanya terhadap Taiwan. Sedangkan keterkaitan Jepang dengan AS akan menyeret Jepang ke dalam perang karena berdasarkan isi perjanjian aliansi keamanan Jepang dengan AS tahun 1960 Jepang berkewajiban untuk membantu AS jika terjadi Perang di kawasan Asia Timur. Pada sisi lain Korea Utara juga akan terlibat Perang karena Ia merupakan sekutu dari Cina. Dalam beberapa perselisihan yang timbul antara Jepang, AS dengan Korea Utara, Cina selalu mendukung Korea Utara. Dan jika perang antara Cina dengan Taiwan pecah sudah dipastikan bahwa Korea Utara akan mendukung Cina.
Permasalahan kedua yang memungkinkan terjadinya perang adalah adanya ancaman nuklir Korea Utara. Permasalahan antara Korea Utara dengan Korea Selatan serta dengan Jepang sangat rawan menimbulkan perang terbuka. Kepemilikan nuklir Korea Utara akan menyebabkan kemungkinan tersebut lebih besar. Sebab selama ini Korea Utara selalu mengunakan isu nuklirnya untuk dalam proses penyelesaian masalah dengan Jerpang dan Korea Selatan. Korea Utara selalu berusaha mendapatkan pay-off isu pengembangan nuklirnya dengan bantuan ekonomi dari kedua negara tersebut. Selama ini cara itu cukup berhasil membantu Korea Utara tetap survive sebagai sebuah negara miskin. Namun jika pada suatu kondisi tertentu proses pay-off tersebut tidak berjalan, di mana Korea Selatan dan Jepang tidak lagi mau memberikan bantuan ekonomi terhadap Korea Utara ataupun muncul isu-isu yang tidak mungkin diselesaikan dengan cara tersebut, maka perang terbuka tidak akan dapat dihindari. Jika perang itu terjadi maka tidak hanya ketiga negara tersebut yang akan terlibat tetapi juga akan melibatkan Amerika Serikat dan Cina.
Kawasan Asia timur
Posted by hary wibowo on 10.51
0 komentar:
Posting Komentar